PERJALANAN BELUM SELESAI
Ketika pesawat mendarat, pagi masih berkabut
Bandara lengang dan sunyi
Wabah masih belum pergi, berita tv masih seputar pandemi
Kehidupan masih diliput cemas, dan selembar masker
Menutup mulutku untuk tidak bicara apaapa
Selain menyimpannya dalam diam
Dalam hening, bagi dunia yang sedang terbaring sakit
Sedang perjalanan ini
Belum juga selesai, ceritanya
Akan membawaku ke berbagai nama dan banyak peristiwa
Semacam kelana panjang, sejarah hidup
Yang belum juga bertemu kata akhir
Dan kisahkisah itu mengikuti
Terus melangkah, di loronglorong koridor
Menyeret koper yang bergerak malas
Meninggalkan bau avtur yang menguap di landasan
Di pintu keluar, tak ada sambutan bagi pendatang
Kecuali seorang lelaki berpakaian rapi menawarkan jasa
Transportasi konvensional
Yang mulai tertinggal, menuju tanggal
Tibatiba aku ingin menikmati lagi kenangan
Aku masuk ke sebuah taksi
Sebuah penghalang bening membuat jarak
Tapi pandangan dan ingatan akan ibu kota ini seperti argometer
Tak henti, sebelum sampai ke tujuan
Sebuah pertemuan melambai di puncak gedung tinggi itu
Hotel, kolam renang, makan malam
Mengistirahatkan sejenak
Perjalanan jalan terus, seperti malam dan jutaan lelampu.
–
SELAMA PENYEBERANGAN
Kapal feri ini telah menerima cinta pertamanya
Pada laut dan seorang kelasi muda.
Seharusnya tidak secepat itu, ketika penyeberangan
Dan bunyi mesin menderu
Suarasuara datang dari balik saku baju
Bergetar, mirip lambung kapal dipukul ombak
Peristiwa itu begitu dekat
Melekat udara dengan bauan parfum
Kursikursi kosong memberi ruang
Bagi jalannya kekasih
Kelembutan angin selat, arus samudra
Mengibarkan bendera dan warna
Begitu nyata musim tahun ini
Tersusun dengan bahagia
Nakhoda melempar senyum
Roda kemudi jadi dunia
Meski bagian kecil
Pulau dan gunung
Juga palung
Ingin menyelam
Kolam kaca
Sebening jiwa
Kemurnian
Nyaman
Berlangsung
Seperti tubuh
Mengambang
Kembangkembang
Menyiapkan keheningan
Di ujung pelabuhan, ditambatkan, seperti
Memeluk bunda
Tak henti: awal dan akhir
Itu baginya sungguh berarti
–
MURNI DAN ASING
Lupakah rasa sakit itu
Jalang menggerogoti tubuh
Yang murni dan yang asing
Begitu saja, menjajah
Hingga aku terbangun pagi ini
Dengan gembira, dengan suara dan tanpa beban
Turun dengan langkah mengambil sandal
Lantai yang dingin, sisa malam kelam
Kedua tangan
Menyentuh air, membasuh wajah, menghapus duka cita
Di hadapan cermin
Melintas semilir angin
Senyum kembali mendatangiku, jadi buah kiwi segar
Dunia
Rasa terbaik dari kebun yang ditanam
–
BURUNG GEREJA
Kota dengan langit-langit gereja
Adalah sarang yang tenang
Daun-daun cemara terlipat melintang
Tempat membangun kasih sayang
Bersiul memeluk lonceng
Burung-burung gereja itu
Beterbangan hinggap memecah biji
Mendengarkan nyanyi serangga
Memberi kesaksian waktu
Dan kebesaran Tuhan
Tiap pagi di jajaran pohon apel merah
Rombongan orkestra itu datang
Membelah sunyi dengan alarm
Bergetar ranting dan bunga-bunga
Alun-alun yang ramai
Kurasakan: hari-hari berlompatan dengan riang
Berdenting seperti cangkir teh
Menyentuh bibir merah kekasihku
Teramat indah bagiku dunia
Memungut daun pagi yang berlelehan embun
Kemudian kutahu:
Kau pun membangun sarang
Kelak akan kita masuki
–
RAGAM KEDUA SEBUAH PUISI
Kegelapan itu adalah cahaya sempurna. Ia dikirim
malaikat dalam suatu perjalanan suci. Hitam serupa malam
menaiki tangga dan mukjizat. Ayat-ayat
dan sabda:
- Naskah
- Catatan
- Lembar
- Pelepah dan kulit
- Batu pipih
ditulisi puisi.
Dari India ke Arab. Mengalir dari sungai
merangkak naik ke gurun. Lalu beterangan ke benua
ditiup wahyu sang Nabi.
Pohon kurma dan buah zaitun
Berhala dengan sesembahan
Biarlah menguji ketabahan. Mendengus angin
Menyapu wajah dengan debu dan pasir.
Hilang duka ketika fajar menjelang
Senyum jingga batu ka’bah melimpahi bibir unta
Menimba mata air padang pasir
–
PETA SEBUAH TAMAN
Di satu dinding benua
Indonesia adalah peta sebuah taman
Bebunga dengan banyak warna
Dan keharuman
Putik cantik
Gerigi daundaun
Batang ranting
Melukis sayap kupukupu
Naik ke udara
Langit yang jernih
Matahari kuning jeruk
Meliput kulit tropis dan eksotis
Bulat dada bulan
Jantung kita
Di mana ada debar
Bagi lautnya yang lebar
Jarak seribu rindu
Memanggil kusuma
Nama dari tanah muasal
Satu kampung
Desa-desa melesat seperti harpun
Menyentuh kota
Mimpi para pekerja
Setiap menghela laju kereta
Mengantar ke jalan
Ke zaman
Yang merangkak
Di tubuh ini
Berdiri dan berlari

 
					 
                     
                    