Dosen LB yang suka ngopi.

Menalar Kesinambungan Makna Kata “Universitas”

Muh Rizaldi

3 min read

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa di antara penyakit sebagian sarjana modern—khususnya di Indonesia—ialah abai terhadap hal-hal dasar yang sebetulnya penting. Tidak sedikit mahasiswa/i yang begitu asyik baca buku tema yang tinggi tapi ketika ditanya tentang buku pengantar keilmuan yang ia geluti justru nge-blank. Tidak perlu jauh-jauh ambil contoh, saya yakin pembaca juga pernah mengalaminya, sedang asyik baca buku dengan ragam istilah ‘sasi-sasi’ ketika ditanya oleh dosen atau junior terkait istilah-istilah dasar malah terdiam kaku. Jujur saja, pernah mengalaminya bukan? Tenang, sebab Anda tidak sendiri.

Kecenderungan ini seolah menjadi benalu di kalangan mahasiswa yang secara perlahan mendominasi. Terlebih dengan adanya tren mahasiswa si paling aktivis dan organisatoris yang menjerat sebagian mahasiswa untuk terburu-buru baca buku tinggi padahal buku pengantarnya belum ia sentuh. Disebabkan gengsi ketinggalan bacaan, ia langsung loncat ke tingkatan tinggi yang pada saat yang sama justru merusak struktur proses belajarnya. Ya, tentu ini tidak lain disebabkan oleh sikap terburu-buru untuk segera menggunakan ragam istilah ‘sasi-sasi’ agar terlihat keren.

Lah, kok malah bahas sampai ke situ, padahal di judul hanya ingin mengulas kata university saja. Tenang, sebab itu ada kaitannya. Fenomena di atas sengaja saya uraikan sebagai pintu masuk untuk menyadarkan kita bahwa, ada banyak hal-hal mendasar yang perlu diketahui terlebih dahulu sebelum naik ke tingkatan tinggi, seperti halnya kata university sendiri. Sekarang, jika kita ditanya, apa makna kata university? Saya yakin, tidak sedikit yang akan menjawab, ‘universitas/kampus/perguruan tinggi’. Iya kan?

Baca juga:

Jujur saja, awalnya saya juga begitu. Setelah diberitahu oleh seseorang kesinambungan maknanya, yang pertama kali muncul di benak saya, “selama ini, saya belajar apa?

Kesan demikian muncul tidak lain karena maknanya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Bahkan oleh orang yang sedang belajar di universitas atau bahkan yang sudah tamat. Menariknya, saya mendapatkan penjelasannya justru di lembaga pendidikan non-formal dan bisa dibilang sangat tradisionalis. Agar bisa lebih diresapi maknanya saya akan uraikan dalam bentuk narasi dialogis antara guru dan murid sebagai upaya ilustratif atas kejadian yang saya alami. Berikut gambaran dialognya:

Guru: “Arti kata vers itu apa sih?”

Murid: “Surah/ayat” (sorakan forum).

Guru: “Terus kalau universe apa?”

Murid: (Sambil bengong, ada yang bersorak) “duta kecantikan”.

Guru: (Sambil tertawa tipis), “betul kalau miss universe itu duta kecantikan dunia. Tapi, jika merujuk pada makna dasarnya, sebetulnya di situ ada pesan mendalam tentang beban tanggung jawab bagi mereka yang menyandang gelar itu sebagai ibu pertiwi dunia yang titahnya menjadi representasi ayat-ayat alam semesta bukan sekedar pamer kecantikan.”

Murid: (Dalam hati berbisik) “Iya ya”.

Guru: “Terus kalau university itu apa?”

Murid: (Ada yang menyahut dengan sorakan keras), “Tempat kuliah”.

Guru: (Sambil tertawa), “Iya betul. Tapi, makna katanya apa? Ayo, yang sudah kuliah apa?”

Murid: (Ada yang menyahut lagi dengan jawaban nyeleneh), “Tempat cari ijazah dan jodoh” (diikuti tawa forum).

Guru: “Kata university jika merujuk ke makna dasarnya, bisa dimaknai tempat kumpulan ayat-ayat (qauniyah ataupun qauliyah). Oleh karena itu, kalian yang sedang atau sudah tamat dari universitas itu punya tanggung jawab besar untuk mendalami kumpulan ayat itu dan tentunya harus terpatri dalam dirimu agar bisa jadi representasi di masyarakat umum.”

Murid: “….” (Kembali bengong, suasana jadi hening).

Guru: “Nah, di universitas kan terbagi menjadi beberapa program studi, nama lembaga yang menaungi tipologi program studi itu apa sih namanya?”

Murid: (Seseorang nyeletup tidak jelas), “Rektor”.

Guru: “Bagaimana sih kamu ini. Jawabannya fakultas kan. Nah, kalau dalam bahasa Inggris apa istilahnya?”

Murid : Faculty.

Guru: “Nah betul, dalam bahasa Inggris artinya apa? Ayo, cari di kampus Oxford!”

Murid: (Sambil berlomba cari penjelasan katanya. ada yang menyahut lagi, sambil baca dengan lantang), “natural ability”.

Guru : “Nah itu, kemampuan alamiah. Jadi, kalau pilih jurusan itu harus dari dorongan nalurimu, bukan karena paksaan orang tua apa lagi pacar. Ingat itu, jadi nanti kalau sudah punya anak jangan dipaksa memilih jurusan yang tidak ia senangi ya!”

Murid: “….”

Guru : “Terus kalau mau penyelesaian, di kampus itu harus buat apa?”

Murid:  “Skripsi”.

Guru : “Nah, betul. Jadi, harus buat script akar kata dari scripture yang juga bisa diartikan ‘kitab suci’. Jadi, skripsi itu sejatinya merupakan ‘kitab suci’ yang dibuat oleh kalian-kalian yang sudah belajar ragam ayat qauliyah atau qauniyah di universitas. Bukan malah copy paste dari chatGPT, apa lagi pakai jasa joki. Jangan ya! Yang sudah terlanjur, ayo tobat dan jangan diulangi lagi untuk jenjang selanjutnya!”

Murid:  (Lagi-lagi bengong, sambil berbisik), “kok barus sadar ya!”.

Terdapat tiga poin penting yang perlu digaris bawahi dari narasi dialogis di atas. Pertama, kata university dari segi makna gramatikalnya memuat pesan mendalam bahwa: universitas sejatinya merupakan tempat ‘suci’ yang tidak selayaknya dicederai dengan ragam tindakan kriminal (korupsi, pelecehan, kecurangan dan lainnya). Ia adalah wadah yang di dalamnya terdapat ragam ayat-ayat yang harus dikaji tanpa henti dan harus terpatri secara mengakar dalam diri orang-orangnya.

Baca juga:

Kedua, merujuk pada makna faculty (fakultas) sebagai natural ability, seseorang dalam memilih jurusan seyogyanya berangkat dari kecenderungan naluriah. Orang tua atau pun keluarga secara umum tidak boleh mengintervensi anak untuk memaksakan kehendaknya dalam memilih jurusan agar tidak bertentangan dengan kecenderungan atau kemampuan anak.

Ketiga, dengan jelasnya kesinambungan makna antara kata university dan script maka sudah seharusnya anomali-anomali pengerjaan tugas akhir segera dihentikan seperti halnya joki skripsi dan plagiasi. Sebab, terlepas dari pandangan agama tentang hal itu (boleh atau tidak) skripsi pada dasarnya merupakan karya terakhir Anda setelah mengkaji ragam ayat-ayat (qauniyah dan qauliyah) dan itu dapat diibaratkan sebagai ‘kitab suci’ Anda. Wallahu a’lam bi al-shawab. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

Muh Rizaldi
Muh Rizaldi Dosen LB yang suka ngopi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email