Pengajar Filsafat Pendidikan PSP ISI Yogyakarta

Menimbang Kembali Pemeringkatan Universitas

Roy Simamora

2 min read

Beberapa bulan yang lalu, University of Zurich mengambil langkah berani dengan menarik diri dari arena pemeringkatan universitas internasional yang diterbitkan oleh majalah Times Higher Education. Keputusan ini adalah respons terhadap kekhawatiran mendalam akan penekanan berlebihan pada pencapaian yang dapat diukur, terutama dalam hal jumlah publikasi. Pemeringkatan dikhawatirkan dapat mengorbankan substansi dan prinsip-prinsip inti dari riset ilmiah. University of Zurich memilih menempatkan fokusnya pada kualitas dalam riset dan pembelajaran, sambil mendorong budaya keterbukaan dan mutu dalam lingkungan akademis.

Langkah radikal yang diambil oleh University of Zurich ini mencerminkan pandangan kritis terhadap sistem pemeringkatan universitas internasional. Sistem ini sering dianggap terlalu menyederhanakan kompleksitas prestasi universitas menjadi skor dan kriteria kuantitatif. Menurut Adler & Harzing (2009), dampaknya telah memicu perdebatan kontroversial tentang peran dan implikasi pemeringkatan dalam dunia akademis. Sebagian pihak mendukungnya sebagai alat untuk memfasilitasi perbandingan dan peningkatan kualitas, sementara yang lain menyoroti kelemahan dan dampak negatifnya, termasuk potensi untuk mendorong perlombaan publikasi yang tidak sehat.

Pendekatan yang diambil oleh University of Zurich juga mencerminkan tren yang lebih luas di kalangan institusi pendidikan tinggi global. Beberapa institusi telah memilih untuk menarik diri dari pemeringkatan atau menunjukkan sikap skeptis terhadapnya. Pada tahun 2023, Utrecht University mengambil langkah yang sama dengan menarik diri dari peringkat global. Ini sebuah tindakan yang menarik perhatian pada kerumitan dan masalah yang muncul dari penggunaan metrik kuantitatif.

Baca juga:

Keputusan ini mencuat di tengah-tengah sorotan tajam mengenai keandalan data yang digunakan untuk menyusun peringkat universitas (Dasdan dkk., 2020). Ada sebuah pergeseran dalam cara memandang penilaian di bidang pendidikan tinggi. Di Eropa, misalnya, gelombang momentum semakin jelas dalam menekankan kualitas atas kuantitas, memberikan suatu sudut pandang yang menarik mengenai nilai sejati dari kontribusi ilmiah.

Mundurnya Utrecht University dari panggung peringkat universitas bukanlah sekadar respons terhadap tekanan untuk reformasi, melainkan bentuk refleksi dari landasan filosofis yang mendasari eksistensi universitas itu sendiri. Meski begitu, mereka juga menyiratkan bahwa pilihan mereka tidaklah menunjukkan suatu sikap superioritas. Dengan demikian, mereka menerima dengan terbuka kemungkinan adanya institusi lain yang mengambil langkah serupa.

Mampukah Indonesia Melakukannya?

Menurut saya, langkah yang diambil oleh beberapa universitas di atas patut diapresiasi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan perguruan tinggi di Indonesia. Upaya menuju status universitas berkelas dunia tengah menjadi fokus utama di banyak perguruan tinggi. Dorongan dari pemerintah membuat perguruan tinggi di Indonesua sangat bersemangat untuk mencapai status “terhormat” tersebut. Cara ini dipandang sebagai satu-satunya cara untuk bertahan dan bersaing dalam era globalisasi dan diharapkan perguruan tinggi di Indonesia dapat menandingi perguruan tinggi di luar negeri.

Dalam upaya meningkatkan peringkat di tingkat internasional, berbagai langkah telah diambil. Salah satunya adalah mendorong para akademisi atau dosen melakukan penelitian dan mengirimkan hasil penelitiannya ke jurnal-jurnal internasional. Namun, terkadang ini menyebabkan para dosen terjebak dalam mengejar jumlah publikasi semata tanpa memperhatikan kualitasnya. Meskipun perguruan tinggi di Indonesia telah berupaya keras mencapai standar peringkat internasional, realitanya masih menunjukkan kesenjangan yang signifikan. Peringkat tertinggi masih didominasi oleh universitas dari negara-negara Barat, terutama dari negara-negara maju.

Baca juga:

Kritik

Memang, peringkat universitas memiliki peran penting dalam menarik minat mahasiswa, menemukan mitra kolaborasi, dan menarik talenta untuk bergabung dengan negara atau wilayah tertentu (Hazelkorn, 2018; Mohrman dkk., 2008; Reichert, 2006). Namun, adanya keraguan muncul seputar keakuratan data yang digunakan dalam menyusun peringkat, serta pertanyaan mengenai keakuratan informasi yang disediakan oleh universitas itu sendiri. Organisasi yang bertanggung jawab atas pemeringkatan juga sering kali enggan mempublikasikan detail algoritma yang mereka gunakan, menyebabkan kekurangan transparansi yang signifikan.

Tidak hanya itu, ada risiko bahwa institusi dapat memanipulasi sistem dengan memanipulasi faktor-faktor kecil namun berdampak besar dalam metrik pemeringkatan. Sebagai contoh, hanya dengan merekrut seorang profesor yang sering dikutip dalam publikasi ilmiah dapat mengangkat peringkat universitas tanpa meningkatkan kualitas keseluruhan pendidikan dan riset. Di Prancis, kritik dilontarkan terhadap praktik universitas yang menggabungkan fakultas dan lembaga penelitian guna meningkatkan peringkat mereka, meskipun hal ini dapat meragukan integritas dari hasil pemeringkatan tersebut.

Keputusan mengundurkan diri dari pemeringkatan universitas internasional yang dilakukan oleh beberapa universitas bukanlah tindakan terisolasi, melainkan refleksi dari pandangan kritis terhadap peran dan efektivitas pemeringkatan dalam mengukur dan mendorong kualitas penelitian dan pengajaran di tingkat global. Ini menunjukkan pentingnya diskusi terbuka dan reflektif tentang sistem evaluasi akademis dan peran yang dimainkannya dalam membentuk praktik dan nilai-nilai dalam dunia akademis kontemporer.

Roy Simamora
Roy Simamora Pengajar Filsafat Pendidikan PSP ISI Yogyakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email