Love Bombing: Jebakan Jahat Cinta Semu

Anindita Sekar Rani

2 min read

Manusia dikenal sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Dalam berinteraksi, manusia tidak bisa lepas dari hubungan interpersonal, yaitu hubungan antara dua orang atau lebih yang saling mengandalkan satu sama lain secara intens. Menurut Altman dan Taylor (1973), terdapat 5 tahapan dalam hubungan interpersonal yaitu orientasi, eksplorasi afektif, afektif, tahap stabil, dan tahap penurunan. Semakin dalam hubungan tersebut, maka semakin terbuka pula seseorang dalam mengekspresikan dirinya. Dalam membangun hubungan yang baik, salah satu faktor penting yang berperan adalah daya tarik interpersonal.

Daya tarik interpersonal dapat bersifat positif maupun negatif. Positif ketika individu merasakan kesamaan antara satu sama lain dan dapat berubah menjadi negatif apabila ditemukan indikasi manipulatif.

Daya tarik interpersonal juga dapat menimbulkan hubungan romantis antar individu, hal tersebut dapat mendorong seseorang untuk menjalin kedekatan dengan individu lain. Pada era modern ini, untuk menjalin kedekatan dengan orang lain semakin mudah, mulai dari obrolan yang berisi tentang pujian, pernyataan cinta, dan masih banyak lagi. Hal-hal tersebut cukup romantis untuk memenangkan hati seseorang, namun perlu waspada juga apabila pelaku ternyata memiliki niat dan berperilaku manipulatif.

Hubungan romansa yang awalnya terasa indah, seiring berjalannya waktu ternyata itu hanyalah manipulasi. Fenomena tersebut biasa disebut dengan “Love Bombing“, yaitu istilah yang digunakan untuk menyebut hubungan romansa berkedok manipulasi yang telah dirancang untuk menarik dan mengendalikan seseorang untuk memberikan perhatian yang berlebih.

Baca juga:

Fenomena love bombing sering terjadi terjadi dikalangan remaja, dan tentu saya pun pernah mengalaminya. Berdasarkan survei kesehatan reproduksi remaja yang dilakukan Ohee dkk. (2018) menunjukan hasil bahwa di Indonesia, remaja telah melakukan kegiatan berpacaran pada usia 15-17 tahun. Selain itu, survei dari Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga mencatat bahwa 76% remaja wanita dan 77% remaja pria pernah berpacaran.

Fenomena Asmara

Istilah love bombing ini menjadi trend di kalangan masyarakat Indonesia, walaupun tidak semua pernah mengalaminya. Berdasarkan survei yang dilakukan Ongkisusanti (2024) dinyatakan bahwa fenomena ini banyak dibicarakan di sosial media, salah satunya adalah Tiktok. Terbukti bahwa sampai 19 Oktober 2025, konten dengan tagar #lovebombing mencapai 100 ribu unggahan. Hingga tanggal 27 Mei 2024 tagar tersebut mencapai 47,4 ribu unggahan.

Love bombing biasanya manis di awal namun meninggalkan rasa kekecewaan dan sakit hati yang cukup membekas di akhir. Love bombing memiliki durasi yang sangat bervariasi, namun durasi yang paling sering terjadi adalah 3 bulan (Klein dkk., 2023).

Baca juga:

Dalam konteks psikologi sosial, fenomena ini dapat dianalisis menggunakan konsep teori daya tarik interpersonal. Love bombing dapat terjadi karena individu memerlukan needs of affiliation dan need of belongings. Selain faktor kebutuhan akan needs, berdasarkan teori Byrne (1971), ketertarikan ini juga dapat muncul karena berbagai faktor internal dan eksternal seperti kesamaan, kedekatan (proximity), reciprocity of liking, dan masih banyak lagi. Pelaku memanfaatkan mekanisme ini secara manipulatif. Perhatian, kasih sayang, dan pujian berlebih digunakan pelaku sebagai reinforcement yang menimbulkan rasa bahagia dan dihargai bagi korban.

Berdasarkan tahapan hubungan interpersonal yang dikemukakan oleh Altman dan Taylor (1973), love bombing ini sering kali terjadi pada tahap orientasi dan langsung menuju ke tahap afektif. Dengan kata lain individu yang mengalami fenomena ini, seharusnya membuka informasi diri secara bertahap, tapi individu tersebut justru membuka informasi tersebut secara langsung dan mendalam pada tahap awal. Hal tersebut dapat terjadi karena prinsip reciprocity of liking, yang dapat diartikan bahwa korban nyaman dalam hubungan tersebut karena pelaku menunjukan ketertarikan padanya sehingga korban tanpa sadar membalas perhatian tersebut.

Terjadinya love bombing juga dapat disebabkan oleh kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial akan needs of affiliation (kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain) dan needs of belonging (kebutuhan untuk membina hubungan dengan orang lain). Hubungan romansa yang positif berawal dari keseimbangan antara memberi dan menerima, namun dalam love bombing hubungan yang penuh cinta berubah menjadi alat kekuasaan yang dapat membuat korban merasa istimewa dalam waktu singkat dan secara halus akan meninggalkan korban bersama dengan luka yang tersisa.

Menurut Groosi (2021) ada 4 tahapan love bombing yaitu idealis, devaluasi, discarding, dan hoovering. Pada tahap idealis pelaku membanjiri korban dengan cinta, empati, perhatian, dan kekaguman yang berlebih. Selanjutnya, pada tahap devaluasi pelaku mulai menggunakan manipulasi seperti penolakan, silent treatment, dan terus menyoroti kekurangan korban untuk menurunkan kestabilan emosional dan mental korban. Selanjutnya, pada tahap discard, pelaku secara sengaja memutuskan kontak dengan korban dan menjauhkan diri secara emosional. Terakhir, pada tahap hoovering pelaku berusaha untuk kembali berhubungan setelah memutuskan untuk menjauhi korban dan berniat untuk mengulang pola tahapan love bombing kepada korban.

Antisipasi Love Bombing

Lantas, bagaimana agar kita tidak menjadi bagian dari korban love bombing?. Menurut Ambar (2024) kita dianjurkan untuk tidak jatuh cinta berlebihan atau bucin (budak cinta), untuk menghindari kontrol dari pelaku. Kedua mencari support system dari keluarga, teman, dan sahabat untuk dapat menyadarkan kita dari hubungan toxic ini. Selanjutnya jadilah individu yang mandiri dan berpendirian yang teguh. Apabila merasa sudah menjadi korban, maka hentikan komunikasi dengan pelaku.

Cinta itu tidak harus selalu dengan cara cepat. Dalam hubungan romansa yang sehat, cinta itu tumbuh secara perlahan melalui kedekatan, saling menghormati dan masih banyak lagi. Mulai dari situlah cinta romantis dapat tumbuh menjadi cinta sejati, dan bukan hubungan percintaan sesaat yang menimbulkan luka dan patah hati. (*)

 

Editor: Kukuh Basuki

 

Anindita Sekar Rani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email