Masyarakat heboh saat Menteri Cahaya berubah menjadi burung dan terbang ke langit. Dikatakan ia membawa segepok uang dengan cakarnya dan bersembunyi di balik gunung-gunung tertinggi. Sebagian orang merasa takjub, ada juga yang tidak percaya, belum lagi jumlah pembenci semakin membanyak. Video itu tersebar dan ramai di mana-mana.
Boni tahu video itu karangan kecerdasan buatan semata. Namun, ibunya kadung kepala batu dan besok ia mau menuntut ke Kementerian Cahaya. Ibunya bersama rombongan ibu-ibu lain akan berkumpul di depan gedung dewan, tugu monumen, istana, dan ke rumah dinas menteri yang bersangkutan.
“Kemarin jadi ular, sekarang jadi burung. Semuanya sama-sama bawa lari uang kita,” ibunya memberondong Boni dengan ratusan makian yang sulit untuk dicerna. Boni bingung harus menjelaskan pada ibunya bahwa itu hanyalah karangan semata. Namun, mobil bak sudah parkir di depan rumahnya dan ibunya dibawa lari menuju titik kumpul yang jaraknya dua puluh lima menit dari rumahnya.
Sementara ibunya pergi, Boni mau tidak mau menjaga warung. Boni takut bicara sama orang, tetapi jika tidak begitu mereka tidak bisa makan. Agar rasa percaya dirinya bertambah, ia mengambil masker, dan mengenakannya.
“Rokok ini dua bungkus, air enam botol, dan beras seliter,” seseorang menyergap Boni dengan belanjaan yang cukup banyak. Dengan begitu Boni kebingungan karena tidak ingat daftar belanjaan beserta harganya. Catatan dari ibunya pun tidak ada karena itu hanya ada dalam imajinasi perempuan tersebut.
Boni mengambil ponselnya, mengetik daftar belanjaan yang disebut perempuan tadi, dan rentetan huruf dan angka keluar begitu saja. Boni menunjukkan angka-angka itu pada pelanggannya.
“Harga naik?”
“Tidak, ini memang harga yang normal.”
“Biasanya tidak segitu.”
Boni kemudian bertanya berapa harganya, lalu perempuan itu menjelaskan satu per satu. Dengan tangan yang cekatan, wanita itu mengeluarkan uang sejumlah setengah dari harga yang ditentukan oleh ponsel Boni tadi. Setelah lama mencari tahu, dan di tengah kebingungan ia menelepon ibunya, sadarlah Boni bahwa ia telah ditipu.
Ibunya marah-marah kemudian memberi pesan singkat yang berisi daftar belanjaan beserta harganya. Boni sangat senang karena itu bisa membantunya berjualan. Toko tempat Boni berjualan luar biasa sempit, dan luar biasa padat. Ia merasa gerah, lalu mengambil minuman dari lemari es, tetapi gerahnya masih tak kunjung hilang. Karena meminum air dingin batuknya kambuh, tetapi ia merasa panas.
Maka dibuka kembali ponselnya, lalu ia mencari tahu bagaimana menciptakan ruangan yang dingin. Perintah yang ditulis pada kecerdasan buatan itu menghasilkan deretan paragraf yang menyimpul menjadi sebuah panduan. Boni mencermati kata tiap kata, dan ia sudah mengumpulkan bahan-bahannya.
Pertama ia harus memiliki es batu, stoples yang sudah dipotong setengah, kawat, dan kipas angin. Stoples tersebut kemudian diikat pada bagian belakang kipas angin menggunakan kawat. Boni sudah melubanginya dengan kawat lain yang dipanaskan menggunakan korek api (cara melubangi ini Boni melihat panduannya melalui peranti video digital).
Setelah semuanya terpasang, Boni dengan menggunakan tang, memperkuat rekatan kawat yang menyambungkan stoples dan kipas. Setelah tidak memiliki keraguan, mata Boni beralih pada es batu. Ia memecahkan es batu itu, pertama-tama dengan menumbuknya pada lantai, tetapi tidak berhasil.
Seorang pelanggan datang dan keheranan memanggil Boni. Ia ingin membeli mi rebus dan telur. Boni bangun dari jongkoknya dan kepalanya terasa pusing. Kunang-kunang terlihat seakan-akan mengerubungi Boni, tetapi ia berhasil melayani pelanggan itu dengan tidak ditipu.
Ia melanjutkan membuat pendingin tadi. Setelah tangannya kesakitan, ia memanggil kain yang biasa digunakan ibunya untuk membersihkan debu. Kain itu ia sarungkan pada es batu, dan ia mulai menumbukkannya lagi pada lantai. Es batu mulai pecah, tetapi tidak hancur. Es itu harus terburai, sehingga bisa muat pada wadah stoples.
“Ibu, di mana bandul penimbang beras?”
“Ada yang membeli gula? Harganya dua puluh ribu sekilo!”
“Bandulnya?”
“Bandul?”
Boni mematikan teleponnya, karena ia tahu ibunya akan memarahinya. Sebabnya, tentu saja karena perempuan itu tidak memahami maksud Boni. Maka ia mencari timbangan kuno itu. Ia ingat waktu kecil pernah memainkannya, tetapi ibunya sudah lama tidak menggunakan itu lagi.
Bandul pemberat itu kemudian digunakan untuk menumbuk es batu. Dari situ Boni sudah mulai kelihatan senang karena esnya sudah mulai hancur. Pecahan-pecahan kecil ia taruh di wadah stoples, kipas dinyalakan, dan udara mulai terasa dingin.
Boni melihat jalanan di depan toko macet, dan kendaraan menumpuk di sana. Pemadat jalanan tidak hanya kendaraan saja, tetapi juga orang-orang yang berjalan membawa spanduk. Mereka adalah pendemo menteri Cahaya dan juga menteri Angin yang videonya tersebar ke mana-mana. Boni memandangi dari balik etalase dalam hawa yang sudah mulai dingin.
Beberapa orang berkerumun di warung Boni, mereka merasa gerah. Satu per satu membeli rokok, camilan, dan minuman dingin. Di depan Boni mereka menikmati jajanan itu sambil merokok. Asap masuk ke dalam toko Boni, dan ia mulai merasa sesak. Batuknya semakin sering dan ia mulai mencari obat pereda gatal tenggorokan.
Ia meminum obat itu beberapa sendok, tetapi tenggorokannya tetap gatal dan kantuk yang datang. Orang-orang itu sudah mulai pergi tetapi batuk Boni ikut meramaikan jalanan. Ia yang kebingungan mulai membuka ponselnya kembali dan meminta panduan. Kecerdasan buatan itu menyarankan beberapa hal, tetapi ia bertanya tentang separah apa batuk Boni.
“Berdarah!”
“Sebaiknya kamu segera ke dokter!”
“Bagaimana caranya?”
Masker Boni sudah penuh dengan darah dan ia menggunakan alamat yang diberikan oleh kecerdasan buatan tadi untuk berobat. Ia mencoba menelepon ibunya tetapi tidak kunjung ada jawaban. Dengan terpaksa ia menutup toko, pertama-tama dengan memasukkan barang yang dipajang di luar, lalu menutup teralinya.
Ia susah payah membetulkan tokonya sebelum ditinggal. Namun, batuknya semakin parah dan dia terasa ingin marah. Setelah semuanya beres, rasa tenang tiba-tiba membuat Boni terdesak untuk segera berangkat. Ia memesan ojek online dan ia berangkat menuju rumah sakit.
Di dalam perjalanan, Boni harus bersabar-sabar dengan rombongan pendemo. Perjalanan menuju rumah sakit sebenarnya hanya lima belas menit, tetapi Boni khawatir ini akan berlangsung selamanya. Pendemo mulai minggir dan jalanan sedikit kosong karena hujan. Boni terpaksa harus meneduh karena di motor itu tidak ada jas hujan.
Batuknya semakin parah dan sekarang ia kedinginan. Ia membuka ponselnya, dan menulis: bagaimana rasanya menahan dingin karena kehujanan? Jelaskan juga cara menangani batuk berdarah di kondisi kehujanan! Boni membaca dengan baik setiap detail yang dituliskan oleh kecerdasan buatan. Boni mulai kesal lantaran alat dan bahan yang dia butuhkan, semuanya ada di toko.
*****
Editor: Moch Aldy MA