Musim yang Tak Tercatat Kalender
aku mencintaimu,
di segala situasi—
di musim yang tak tercatat
kalender, di tahun patah
saat ingatan menyelinap
ke jemari hari yang lihai
menghitung kenangan
aku mencintaimu, di semua minggu
yang mengelupas, bulan yang tanggal,
serta pelukan yang gagal ditunaikan.
aku mencintaimu, serupa deras
hujan dalam hening doa &
usia yang memudar perlahan
(aku mencintaimu)
—selalu, aku mencintaimu.
(2025)
–
Merebahkan Rindu
petang merebahkan rindu
di sela jemariku, di sela
kantuk yang tiba-tiba reda
selepas pesan singkat
yang kaulesatkan
dari kaca ponsel.
malam memunguti puisi
dari manis lesung pipimu.
sedang kau tak pandai berkata-kata,
hanya deru napas hangat, yang setia
mendekap sunyi meski dari kejauhan.
aku menyusun rindu
lewat jeda kecil percakapan kita.
kau menghapus sepi
lewat garis bibirmu sepanjang
layar ponsel masih menyala—
dan ratusan pesan grup
belum terbaca.
(2024)
–
M(a)buk Rindu
rindu diciptakan
dari dua pasang lengan
yang terbiasa saling memeluk
seperti saat lengan kita
begitu tabah & setia memeluk
kesunyian yang tak mudah
ditebas—
sebab jarak terlampau
bahaya ditempuh saat kita
sama-sama dalam kondisi
mabuk (rindu).
(2024)
–
Warisan
bahkan kelak ketika aku tiada
puisi-puisi akan mewarisi seluruh
perasaan-perasaan di dadaku, dadamu,
juga pembaca, kelak ia tumbuh
lebih lama dari usia kita.
lalu ketika anak-cucu belajar membaca
betapa puisi adalah warisan keabadian
yang kekal menaut-pautkan kita.
(2023)
–
Hari-hari Lalu, Doa & Puisi
untuk: Muhammad Ikhsan
dalam perjalanan panjang ini,
sekian doa senantiasa kusematkan untukmu
kiranya; kebaikan demi kebaikan
lekas menemuimu & sepi berlalu, menjauh—
sebab telah kunamai hari lalu,
sebagai doa-doa yang wangi, rapi & manis
di dalamnya, segala wujud kenangan
membentuk diri menjadi
bunga puisi—
menjadi segala sesuatu
yang tak akan
pernah tuntas kubaca
—selamanya
(2025)
*****
Editor: Moch Aldy MA
