Sudut pandang Bell Hooks melihat cinta begitu mendalam dan transformatif. Cinta sebagai tindakan yang luas—dapat merekam bentuk relasi pada diri sendiri, keluarga, pasangan, hingga komunitas sebagai kekuatan sosial.
Hakikatnya, setiap individu yang terlahir di dunia pasti yang didapat pertama kali adalah cinta. Cinta dan kasih sayang adalah anugerah dari Tuhan untuk dapat mengenali manusia yang lain dan merasakan kekuatan hidup. Akan tetapi, dari romantisme cinta, sebagian besar menyebutkan bahwa semua orang menginginkan cinta, tetapi kebingungan dengan praktik cinta dalam kehidupan sehari-hari.
Kebingungan ini lantas memberi kenyataan jika di luar sana banyak sekali tindakan kekerasan yang melukai hati meski mencintai. Orang tua yang melakukan kekerasan baik secara psikis maupun fisik kepada anak dengan dalih kasih sayang dan kebaikan anak. Suami yang akhirnya membunuh istri sebab merasa tidak terpenuhi kebutuhannya. Bahkan kasus anak yang membunuh orang tuanya lantaran tidak terpenuhi keinginannya, juga sempat terjadi. Ragamnya kasus demikian, menjadi tamparan dan memunculkan pertanyaan bagi kita, mengapa manusia justru melakukan kekerasan dan menyakiti hati jika sebetulnya mereka mencintai?
Baca juga:
Refleksi mendalam mengenai konteks cinta dari Bell Hooks, seorang penulis, kritikus budaya, dan teoretikus feminis dijabarkan dengan tulisannya yang menginspirasi, mencerahkan, sekaligus memprovokasi. Berangkat dari kegelisahan serta pengalaman menggugah Hooks mengajak pembaca buku All About Love merenungi dan mempelajari kembali cinta dengan pikiran dan hati yang terbuka. Pantikan refleksi dan kritik dari fenomena bertujuan supaya pembaca mendalami makna cinta dengan tindakan yang komprehensif.
Hooks mengingatkan pada hal yang seringkali kita lupa yaitu cinta dan kekerasan sejatinya tidak berjalan beriringan (hal 5). Cinta adalah jalan menuju kebahagiaan bukan membawa pada hal yang menyakitkan. Kritik Hooks atas hal ini mengacu pada hal utama dan penting yaitu kita harus memiliki makna akan cinta yang kemudian berlanjut dengan praktik cara mencintai. Saat kita telah paham akan makna cinta, seharusnya kita tidak lagi bertindak dengan hal-hal yang justru bertolak belakang dengan cinta itu.
Hooks memantik kesadaran bahwa banyak orang telah salah kaprah akan persepsi mereka terhadap cinta. Sedari kecil, kita diajarkan untuk paham bahwa patuh menerima hukuman dan kekerasan dari orang tua adalah bentuk ekspresi cinta. Namun demikian, luka-luka warisan yang kita terima sejak kecil dapat terbawa sampai hubungan dewasa yang dapat menjadi faktor penyebab problem kekerasan dan penganiayaan banyak terjadi dalam relasi cinta.
All About Love dalam 13 bab menggali cinta bukan hanya sebatas perasaan untuk romantis, terluka, dan sembuh. Melainkan tindakan sadar bahwa cinta menjadi ruang berproses menumbuhkan jiwa diri sendiri dan orang lain. Tiap bab tersebut, Hooks menguraikan rentetan serupa kata kunci membahas hal-hal yang substansial dari cinta. Cinta sebagai tindakan sadar yang berdasar pada kejujuran, komitmen, keterhubungan yang terbuka, maupun tanggung jawab emosional.
Menurut Hooks, cinta sejati adalah proses berkelanjutan belajar menjadi diri yang lebih baik versi diri masing-masing. Terkadang, baik laki-laki maupun perempuan harus menipu diri—mengikuti kehendak pasangan agar tetap dicintai. Cinta adalah pilihan murni dari kehendak hati. Ketika kita merasa mencintai pasangan kita, hargai pilihannya selagi itu adalah hal yang baik.
Hooks juga berpendapat bahwa kita perlu memiliki porsi yang sama besar, baik ketika mencintai ataupun dicintai. Baginya, penting untuk dari kita mempertanyakan relasi kuasa dalam hubungan. Selama salah satu pihak merasa lebih berkuasa dari pihak yang lain, hubungan yang sehat tidak akan terjalin. Begitu pula, dalam relasi bersama orang tua yang merasa lebih berkuasa terhadap anak-anaknya.
Baca juga:
Lebih jauh dari itu, Hooks juga menggali pertalian kompleksitas manusia melalui cinta dari gerakan sosial komunitas yang menumbuhkan jiwa-jiwa individu sebagai proses bertumbuh dengan kesadaran utuh. Relasi persahabatan juga memungkinkan antar individu membangun praktik cinta yang jujur tanpa syarat dan saling mendampingi dengan tulus. Dengan realitanya yang miris, cinta nyaris dapat dibentuk tapi dirusak oleh keluarga, luka-luka masa kecil, relasi kuasa, budaya patriarki yang mengaburkan makna, agama, serta lingkungan sosial.
Tidak seperti kebanyakan buku bertema cinta lainnya, Hooks dengan amat intim mengupas patriarki sebagai problem dalam relasi. Kebanyakan laki-laki tidak diberi tahu bahwa mereka perlu dikuatkan cinta setiap hari. Laki-laki ditahan untuk tidak boleh menangis dan harus kuat. Kerja-kerja perawatan dan pengasuhan yang merupakan bagian dari cinta hanya diperuntukkan perempuan. Patriarki ini menjelma dominasi dan keinginan mempertahankan kekuasaan.
Melalui spiritualitas sebagai landasan cinta yang menurut Hooks mampu membuka kehadiran individu yang utuh dan penuh dengan kepercayaan, perhatian, dan pertumbuhan. Spiritualitas menuntun pada etika cinta yang baik nan indah semata sebagai cara utama untuk mengakhiri dominasi dan penindasan. Bukan untuk memberikan kepuasan hidup yang lebih besar dari kekuasaan yang timpang.
Kita dapat menikmati buku ini bukan hanya sebagai panduan belajar mencintai untuk sembuh dan tumbuh. Akan tetapi juga bagaimana dapat mengakhiri manipulasi cinta yang merusak dalam masyarakat kita. Hooks tak lupa mengingatkan bahwa kita harus berani mengakui betapa sedikit yang kita tahu tentang cinta baik dalam teori maupun praktik dengan membuka hati lebih lebar pada kekuatan cinta dapat menyembuhkan luka dan mendorong individu tumbuh sebagai pribadi yang utuh. (*)
Editor: Kukuh Basuki
