Ziarah ke Ujung Langit dan Puisi Lainnya

Muhammad Raza Pahlawan

2 min read

Ziarah ke Ujung Langit

Dalam kepakan sayap abadi yang tak pernah mampu untuk lebih awal kudengar, aku menghampar pada padang luas puisi-puisi yang kehabisan umur

Mereka semua mati dibunuh tanganmu yang keji
Berlumuran hening, bermandikan api
Di ujung langit aku berangkat untuk berziarah
Ke kuburan-kuburan para pahlawan, keluarga, atau mimpi-mimpi yang redup seiring dewasa—tepat seperti yang kau katakan

Sebelum bunuh diri dalam kepalaku
Aku cemas pada hari itu, pada malam itu
Di kamar yang menjadi bengkel tempatmu kubangun susah payah dengan diksi
Bahwa setelah di kepalaku bunuh diri, kau berbahagia di kehidupan bersama orang lain yang kucoba singkirkan darimu di isi kepala
Tapi kau memutuskan riang gembira

Tak apa, barangkali
Ketika aku turun ke bumi
Ternyata kau sudah menjelma siapa saja yang kucintai
Hingga tidak ada narasi besar yang menggenggamku lagi
Kecuali harap dan imajinasi untuk mewujudkan kemungkinan-kemungkinan
Membangkitkanmu hanya untuk dicumbu sampai mati untuk kedua kali

Berhenti Mengembaranya Ahasveros

Katanya kau berhenti menjadi Ahasveros
Katanya kau ingin berhenti mengembara
Tapi pada berbagai jalan, harapmu kian membara
Ternyata kau seperti orang bingung, linglung dengan tanda baca

Kau datangi stasiun-stasiun, mencarinya yang mungkin ada
Seakan-akan semuanya bukan perihal isi kepalamu saja
Kau sakit
Begitu pula aku

Kau mencari apa? Dalam riuh-riuh bintang segala
Katamu, kau tak ingin apa-apa
Tapi kau telan alam semesta
Hingga kau mendapati kekosongan adalah perihal makna dan asa

Ya, kau berbohong pada dedaunan yang gugur
Pada burung-burung yang berhenti mendengkur dan
Gunung-gunung yang mengoceh, bicara melantur
Hingga akhirnya kau berhenti juga ikut campur

Kau baru sadari betapa sebenarnya kau kutuk diri sendiri
Kau paksa dirimu berjalan berhari-hari
Hanya untuk ketiadaan, hanya untuk kemustahilan, hanya untuk mati berkali-kali
Kala kau berjalan kaki, baru kau ingat

Kau lupa diri sendiri
Kau bukan Ahasveros
Bukan Kristus yang membuatmu mengembara hari di itu

Di Balik Rumah Itu

Kau memandangi rumah itu dari jauh
Bukan rumahmu, bukan rumahku juga
Tapi senantiasa membuatmu penasaran karena
selayaknya pikiran
Kita semua tak dapat terlihat sepenuhnya

Kau bertanya-tanya apa yang dilakukan orang-orang itu di dalam selepas matamu menangkap cerita-cerita Charles Dickens
Di balik tirai-tirai yang menutup jendela
Perihal cahaya-cahaya yang mengintip dan berusaha menempus dinding-dinding kewarasan kita

Kau menyerah
Kau kembali pulang saat itu
Setelah kau menyadari, seperti selayaknya manusia
Kau tak akan mengerti apa-apa

Simulasi dan Karya yang Kauanggap Fiksi

Merdu-merdu malam itu mengalun dari simulasi yang dipancarkan teknologi-teknologi
Menciptakan alam semesta lain yang kau jelajahi dari kamarmu yang sepi, jiwamu yang kosong atau cintamu yang patah hati
Kau lihat bintang-bintang di langit sudah bermigrasi ke dunia yang dikecilkan gawai sepanjang hari

Dalam tatapan-tatapanmu itu, kau berusaha berperan sebagai dirimu yang lain
Yang gagah, yang dicintai, yang dicari-cari
Kau pun menyayangi mereka semua
Walaupun bintang di sana bukanlah bintang yang sesungguhnya, matahari di sana bukanlah matahari yang sesungguhnya, kehidupan di sana bukanlah yang sesungguhnya

Ah, kau mengomel karena
hidup persoalan alternatif
Kau menyebut esai-esai Vargas Llosa
Mengatakan mengapa kau ingin hidup dalam karangan
Hidup di dalam karangan

Kau mengalun dalam karangan seperti kau mencintai simulasi-simulasi
Kau mencintai apa saja yang ternyata mencintaimu untuk tenggelam
Walaupun bintang di sana bukanlah bintang yang sesungguhnya, matahari di sana bukanlah matahari yang sesungguhnya, kehidupan di sana bukanlah yang sesungguhnya

Pemodelan

Foto-foto bertebaran dalam
pertanyaan-pertanyaan yang mengawan
Memendungi sesuatu, kabar awam
Ah, aku cari pemodelan, contoh-contoh dan luapan,
terbatas disambar pedang

Bulan terbelah
Laut terbelah
Harap terbelah, tapi tak suci dan bukan nabi pula yang berserah

Masih sesak oleh suara-suara
Menyentuh kulitku dengan pecahan-pecahan engkau yang sudah terbagi-bagi ke dalam berbagai manusia
Aku pungut satu-satu

Kau katakan
Aku menunggalkanmu dengan sia-sia

Muhammad Raza Pahlawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email