Kampung Halaman
setibanya di kampung halaman
kau tercengang memandang
barisan orang-orang yang
menunggu dengan wajah gusar
tersadar tak sehelai benang pun
ada pada tubuh mereka
juga di tubuhmu, yang dulu
gemar menumpuk baju
kau rasa nyeri di sekujur kulit
dan kau saksikan
bola api yang tak asing itu
hanya sejengkal di atas kepalamu
(2022)
–
Kota 4.0
/1/
kota tempat kita tinggal
lama disesaki bau pengap
dari kuda-kuda besi
yang hentakan kakinya
bergetar-getar, setiap waktu
sepanjang waktu, seperti
segerombolan monster yang
congornya menjorok ke langit
tak henti-hentinya memekikkan
suara-suara yang aneh
bau busuk dari muntahannya
mengalir menuju sungai
lewat pipa-pipa durjana
/2/
lewat pesan whatsapp
kau dan aku kerap berkeluh
perihal malam gigil, dan meski
kerlap lampu kota senantiasa terjaga,
tapi cahayanya tak pernah sampai
pada ragu langkah kaki kita
juga perihal mimpi-mimpi buruk
babi dengan perut buncit
bermulut lebar berjas
di jarinya melingkar emas
menunjuk-nunjuk muka kita
liur di bibirnya berterbangan
beriring berjuta caci maki
memuntahkan target produksi
yang tak pernah terpenuhi
/3/
kota tempat kita tinggal
bertabur seribu mimpi
seelok bunga-bunga
yang rapi tertata di sebidang
taman impian, tetapi
mimpi tetaplah mimpi
yang nyata; hanyalah keping
kegelisahan, rasa sepi, alienasi,
dan kesehatan yang tergadai cicilan
/4/
kota tempat kita tinggal
makin berlari ke arah yang tak nyata
menjelma hologram-hologram
sedang kita mulai lupa
asal dan tujuan
tak lagi punya makna
tak lagi punya makna
tak lagi
manusia
(2022)
–
Yang Mahamelukis
ada daku sebab dikau
kau pelukis, daku lukisan
daku ingin warna biru
tapi kau tarik warna hitam
dari ujung ke ujung
daku ingin rona pelangi
tapi kau lukis segumpal mendung
daku mau warna ini dan itu
kau bilang jangan begitu
daku sadar,
tak begini dan begitu
tetapi
goreslah daku dengan kasihmu
gores daku sebagaimana
engkau berkehendak
mungkin
daku akan mengeluh
mungkin
daku akan tak terima
mungkin
daku akan berprasangka
tapi hanya kepadamu
daku ingin percaya
(2022)
–
Dunia
dunia nan merona
seelok wanita berwajah tirus
dan pipi merahnya, senantiasa
menggoda berjoget di hadapan kita
dunia nan merona
seelok wanita berpinggang biola
dan kaki jenjangnya
ia suguhkan ragam kenikmatan
dari surga-surga buatan,
ia denguskan siasat-muslihat
kepada adam, kepada hawa
dengan serius, tanpa sangsi
seolah hidup bakal abadi
berjuta tahun lagi
dan berjuta tahun
lagi
(2022)
–
Belajar dari Puisi
untuk: alm. Iman Budhi Santosa
telah kau tinggalkan jejak,
untuk menyusuri jalan-jalan puisi
kau ajarkan mendengar kicau kutilang
ketika senja berangsur pulang
kau ajak menyimak koak gagak
pada ranting pohon kering
lalu malam
dengan kebekuan datang,
menjadi sunyi
dan kau berbisik tafakuri
segala yang naik
dan turun di sepanjang hati
(2021)
*****
Editor: Moch Aldy MA