Harry:
“What does this song mean? My whole life, I don’t know what this song means. I mean, ‘Should old acquaintance be forgot’? Does that mean that we should forget old acquaintances, or does it mean if we happened to forget them, we should remember them, which is not possible because we already forgot?”
Sally:
“Well, maybe it just means that we should remember that we forgot them or something. Anyway, it’s about old friends.”
Ingat dialog di atas? Bagi generasi yang besar di era akhir tahun 80 atau 90 awal tentu mengenal penggalan dialog dari film When Harry Met Sally (1989) ini, pun demikian dengan penyuka genre komedi romantis atau pemuja para pemerannya; Meg Ryan atau Billy Crystal. Dialog itu adalah reaksi ketika Harry usai mendengar lagu Auld Lang Syne.
Tidak hanya When Harry Met Sally, lagu Auld Lang Syne bahkan telah diperkenalkan dalam film sejak Charlie Chaplin menggarap Gold Rush (1925) dan semakin jelas terdengar ketika film itu dirilis ulang tahun 1942 dalam format film bersuara. Frank Capra juga memperdengarkan lagu yang sama dalam film It’s a Wonderful Life (1946). Lagu ini kembali kita dengar dalam The Apartment (1960), Ocean’s Eleven (1960), The Poseidon Adventure (1972), Forrest Gump (1994), hingga Sex and the City (2008). Auld Lang Syne menjadi lagu pengiring scene momen tahun baru, lagu yang juga umum dinyanyikan di berbagai belahan dunia di momen yang sama.
Auld Lang Syne adalah lagu yang berasal dari Skotlandia, dipopulerkan oleh Robert Burns dalam database Roud Folk Song Index (1788), bagian dari Scots Musical Museum (1787-1803), kumpulan lirik dan puisinya yang juga merangkum berbagai kesenian lisan dari Skotlandia dan Inggris. Jika diartikan, Auld Lang Syne berarti Old Long Since atau frasa for old times’ sake. Di satu versi, liriknya menceritakan tentang proses melupakan memori di masa lalu dengan segelas bir. Di versi lain, lagu ini untuk mengenang hal-hal baik di masa lalu dan mengajak pendengarnya beralih ke masa yang lebih baik lagi. Di Skotlandia, Auld Lang Syne yang dibawakan beramai-ramai sambil bersuka cita dan bergandengan tangan bersilang satu sama lain. Agaknya, momentum kebersamaan inilah yang menjadikan lagu ini diterima oleh banyak orang di banyak tempat.
Baca juga Editorial: Yoko Effect
Mendunia
Auld Lang Syne tidak hanya milik Skotlandia, tetapi sudah menjadi milik dunia. Lagu ini, pertama kali dinyanyikan pada tahun baru yang dirayakan publik di One Times Square, New York, ketika gedung itu diresmikan pada tahun 1904, sekaligus sebagai perayaan tahun baru pertama dalam masyarakat modern. Tahun 1927, Guy Lombardo bersama bandnya, His Royal Canadians, membawakan lagu ini di Roosevelt Hotel, New York. Dua tahun setelahnya, lagu ini direkam secara profesional, sekaligus menjadikan Guy Lombardo sebagai Mr. New Year’s Eve.
Konon, lagu Auld Lang Syne mendunia seiring dengan perpindahan warga Skotlandia ke Kanada dan Amerika Serikat di abad ke-19. Ketika mereka berkumpul di sebuah acara, lagu ini dinyanyikan untuk mengenang negeri asal mereka beserta orang-orangnya. Keterlibatan orang-orang Skotlandia dalam Civil War (1861-1865) makin membuat lagu ini dikenal luas, tidak terbatas pada orang-orang Skotlandia saja.
Jika versi tersebut benar, lalu bagaimana nada lagu ini bisa mampir ke India dalam lagu Purano Sei Diner Kotha berdasarkan lirik Rabindranath Tagore, menjelma menjadi lagu kebangsaan Korea Selatan berjudul Aegukga di tahun 1919 hingga 1948, bahkan dinyanyikan sebagai lagu wajib Hotaru no Hikari di Jepang sejak tahun 1881? Tentu bukan suatu kebetulan jika nada lagu-lagu tersebut menyerupai Auld Lang Syne. Lagu ini telah menyebar bak serbuk sari dengan mudahnya ke mana arah angin bisa berhembus. Lebih jauh lagi, liriknya memenuhi unsur theatricality, repeatability, musicality, dan simplicity.
Baca juga
Secara dramaturgi, terdapat plot yang terstruktur dengan baik, tentang bagaimana akhirnya kedua tokoh dalam lagu mengalami perpisahan dan dipertemukan dalam suasana yang bahagia. Rima di lagu Auld Lang Syne di beberapa bagian, seperti syne, dine, thyne, fine, dan mind menjadikannya mudah diingat karena sifatnya yang “diulang”. Walaupun secara judul dan di dalamnya terdapat kata dalam bahasa Skotlandia, namun tidak selalu menggunakan kata-kata yang puitis, Auld Lang Syne mudah untuk dimaknai. Nada yang mudah diingat dan lirik yang mudah dihafal atau dimaknai menjadikan lagu ini diterima banyak orang.
Persahabatan dan Penjajahan
Auld Lang Syne yang diawali kalimat “Should auld acquaintance be forgot, and never brought to mind?” memberi kesan hangat akan persahabatan sedari awal.
Tapi bagaimana kemudian kolonialisme dan imperialisme memanfaatkannya? Bagaimana lagu ini digunakan untuk masuk ke dalam kultur lokal di negara-negara jajahan? Seperti halnya kuda Troya yang digunakan prajurit Yunani untuk menguasai daerah Troya dalam puisi epos Aeneid karya Virgil dan Odyssey karya Homer.
Memang tidak mudah untuk segera menyimpulkan bahwa Auld Lang Syne mengalami transkulturasi dalam proses ini. Dalam lingkungan yang dualkultur atau bahkan multikultur, transisi budaya memang bisa dengan mudah terlihat. Melalui buku Cuban Counterpoint; Tobacco and Sugar (1995) Fernando Ortiz mengatakan istilah transkulturasi sebagai proses menjadi dekulturisasi untuk selanjutnya menjadi neokulturasi.
Baca juga Superhero yang Bertarung, Politik Identitas yang Diusung
Bagaimana dengan konsep hibriditas kultural seperti yang dikonsepkan Bhabha dalam The Location of Culture (2004)? Ruang ambivalen tempat budaya saling bersinggungan dan beririsan ini membuat semacam “ruang di antara” (space in between), sehingga budaya tidak bertukar, melainkan berpotensi untuk terpengaruh di satu sisi saja dengan tidak mengabaikan proses negosiasi sebelumnya.
Kita juga tentu tahu bahwa kebudayaan tidak bersifat statis, melainkan sebuah fenomena dinamis yang dipengaruhi oleh kontak dan interaksi antar orang atau kelompok yang berbeda dalam ruang yang sama. Baik transkulturasi atau hibriditas budaya sama-sama mempersoalkan munculnya budaya baru atas budaya sebelumnya yang sudah ajeg dan memiliki identitasnya sendiri. Auld Lang Syne dibawa oleh Barat sebagai penjelajah dan penjajah. Di sisi lain, Auld Lang Syne juga mungkin saja dibawa oleh salah satu agen lokal yang terpukau oleh Barat sebagai acuan dunia modern yang diyakini lebih beradab dan bersahabat.
Nyanyian dan gumaman Auld Lang Syne sebagai lagu pengiring tahun baru, bahkan sejak dinyanyikan perdana secara masif di Times Square, menyimbolkan dunia modern yang bersahabat dan supremasi Barat yang dikonstruksikan (juga diamini secara kolektif) sebagai sahabat yang hangat. Lupakan segala yang buruk, destruktif, gagal, represif, dan traumatis di masa lalu. Jika boleh, mari kita bergandengan tangan bersama sambil tersenyum dan bernyanyi, “And there’s a hand, my trusty fiere, and gie’s a hand o’ thine, and we’ll tak a right gude-willy waught… for auld lang syne.” ***
PS: Jangan lupakan juga Auld Lang Syne digubah menjadi lagu bola Wij houden van Oranje bagi tim Belanda sejak 1988 atau digubah dalam lagu rohani berbahasa Indonesia Kini Tiba Saatnya.