Menulis musik dan beberapa pernik-pernik budaya populer lainnya

Why do You Love Me: Hak Seks bagi Disabilitas

Kukuh Basuki

5 min read

Di tengah tren semakin seragamnya perfilman Indonesia yang getol mengangkat tema mistik dan komedi percintaan, masih ada beberapa film yang bisa memberi kesegaran bagi penonton khususnya dalam hal ide. Salah satunya adalah film drama Why Do You Love Me. Film yang mulai tayang di bioskop pada 29 Juni 2023 ini mengangkat tema seksualitas dan disabilitas. Sebuah kombinasi tema yang masih tabu dan jarang dibicarakan masyarakat kita.

Kalau mungkin ada argumen yang berseberangan dengan membandingkan film garapan sutradara Herwin Novianto ini dengan film-film panas era 80-an dan 90-an sehingga dianggap pengulangan tren saja, saya kira itu juga kurang tepat.

Banyak film panas di era 80-an dan 90-an menempatkan seks bukan pada pokok permasalahan, tapi sebagai bumbu penyedap cerita semata. Walaupun judul-judulnya sangat click bait seperti Birahi Perempuan Halus (1997), Gairah yang Panas (1996), dan Skandal Binal (1995), tak satupun dari film-film tersebut yang berfokus pada seksualitas sebagai benang merahnya. Film-film panas di era itu malah menempatkan horor, kriminal dan balas dendam sebagai pokok permasalahan dan puncak konfliknya.

Film panas di era 90-an juga masih menempatkan seks dalam perspektif negatif. Walaupun menonjolkan sensualitas dalam poster dan judulnya, justru para sutradara di era itu memperlihatkan seks dari sudut pandang negatif. Seks sering dipadukan dengan ritual ilmu hitam, pemerkosaan, bahkan pembunuhan. Mereka menempatkan seks sebagai biang permasalahan, akar kejahatan, dan sumber bencana. Intinya setelah menonton film-film tersebut, kita akan sangat mungkin merasa ngeri dan jijik dengan seks karena yang digambarkan identik dengan pemaksaan dan hubungan yang mengakibatkan penyakit bahkan kematian.

Pada film Why Do You Love Me isu seks ditempatkan sangat berbeda. Film yang berlatar di beberapa kota besar di Pulau Jawa ini justru menempatkan seksualitas sebagai titik inti permasalahannya, selain juga menempatkan seks pada perspektif positif. Seks menjadi bagian kehidupan yang lumrah dan sehat. Keberadaannya membawa kebahagiaan.

Sinopsis Cerita

Film Why Do You Love Me menceritakan tentang persahabatan tiga pemuda penyandang disabilitas, yaitu Baskara (Adipati Dolken), Danton (Jefri Nichol), dan Miko (Onadio Leonardo). Ketiga pemuda ini berteman sejak kecil sehingga sangat mengenal satu sama lain.

Baskara mengidap kelumpuhan syaraf atau biasa disebut ALS (Amyotropic Lateral Sclerosis) yang mengharuskannya duduk di kursi roda karena tangan dan kakinya tidak bisa digerakkan. Danton juga duduk di kursi roda karena mengidap kanker otak, sehingga kakinya lumpuh tapi tangannya masih bisa bekerja. Miko adalah penyandang disabilitas sensorik yang mengakibatkannya tidak bisa melihat. Ketiganya sering kali saling membantu dalam kegiatan sehari-hari.

Permasalahan muncul ketika Baskara mengajak Miko dan Danton untuk mulai berpikir tentang masa depan seksualitas mereka. Melihat teman-teman sebaya mereka sudah mempunyai kekasih bahkan sudah ada yang merencanakan untuk menikah, Baskara mencoba menyadarkan kedua sahabatnya untuk bersama mencari pasangan juga. Mereka tidak ingin selamanya menjadi ‘pecundang’ yang sampai mati tidak pernah mengalami hubungan seks.

Keinginan Baskara tersebut didebat oleh Danton. Ia menganggap keinginan Baskara untuk berusaha merealisasikan dorongan seksnya itu berlebihan. Kondisi disabilitas yang mereka sandang dianggap akan mempersulit usaha mereka. Tidak akan mudah bagi mereka menarik perhatian lawan jenis apalagi membuat mereka suka dan akhirnya jatuh cinta.

Akhirnya Baskara mempunyai ide menyewa jasa PSK untuk memuaskan hasrat mereka. Baginya itu adalah jalan yang paling realistis untuk bisa merasakan seks tanpa harus melewati tahapan emosional dengan lawan jenis. Melalui pencarian daring akhirnya Baskara menetapkan tujuan ‘tamasya’ mereka ke Gang Dolly yang ada di Kota Surabaya.

Bagi mereka penyandang disabilitas, bepergian ke luar kota adalah keputusan besar. Mereka harus meminta izin kepada keluarga masing-masing. Maka sangat tidak mungkin mereka jujur apa adanya dalam menjelaskan tujuan tamasya tersebut. Mereka juga tidak mungkin pergi ke Gang Dolly dengan orang tua mereka. Mereka akhirnya membuat cerita bahwa mereka akan ikut tur menjelajahi kota-kota di Pulau Jawa dengan tujuan akhir Kota Surabaya.

Setelah rapat bersama tiga keluarga, mereka akhirnya mendapat persetujuan asalkan agen perjalanan menyediakan perawat khusus bagi mereka bertiga. Setelah orangtua mereka mengetahui bahwa agen perjalanan itu menyediakan perawat khusus, mereka bertiga mendapatkan izin untuk berangkat.

Pada saat jadwal keberangkatan tiba, kondisi Danton memburuk. Ia diperiksa intensif di rumah sakit dan didiagnosa bahwa kanker otaknya semakin parah dan akan membawa risiko kematian dalam beberapa hari ke depan. Karena berita buruk itu akhirnya rencana tur mereka batal.

Namun, atas desakan Danton dan dorongannya untuk menikmati sisa hidup, mereka bertiga menjalankan lagi rencana tamasya dengan menggunakan agen travel lain, tentunya tanpa sepengetahuan orangtua mereka bertiga.

Seksualitas bagi Disabilitas

Film Why Do You Love Me mempunyai sudut pandang yang unik, yaitu untuk membuka ketabuan seksualitas khususnya bagi para penyandang disabilitas. Sang sutradara seperti ingin mengajak penonton untuk mempertanyakan kembali apakah prasangka masyarakat terhadap penyandang disabilitas selama ini sudah benar.

Mayoritas masyarakat menganggap penyandang disabilitas itu aseksual, tidak mempunyai hasrat seksual. Kondisi disabilitas membuat kemampuan seksual mereka tidak berfungsi.

Ironisnya pandangan inilah yang membuat masyarakat semakin acuh tak acuh dengan kebutuhan seksualitas penyandang disabilitas. Sebuah sikap yang membuat penyandang disabilitas semakin sulit merasakan hak personal yang sama seperti anggota masyarakat pada umumnya.

Kisah Baskara, Danton dan Miko juga menggambarkan bahwa penyandang disabilitas masih dipandang sebelah mata dan diabaikan hak-haknya sebagai anggota masyarakat.

Eksistensi para penyandang disabilitas memang sering mengundang empati. Namun, di sisi lain masyarakat seolah mengisolasi mereka sehingga tidak bisa turut serta dalam pergaulan dan kegiatan publik.

Film Why Do You Love Me berhasil mengangkat tema seksualitas secara segar dan lugas, tetapi jauh dari kesan vulgar. Semua aktor dalam film ini juga sangat piawai dalam memainkan perannya, sehingga dapat menghadirkan jalinan cerita yang rapi sekaligus menghadirkan berbagai nuansa dan emosi yang tak jarang membuat air mata susah dibendung.

Ada 2 alasan utama atas keinginan menonton film ini. Pertama, ide film ini merupakan kombinasi yang benar-benar segar di jagad perfilman Indonesia. Kedua, bagaimana hasil akhir dari eksekusi ide yang segar itu.

Film Why Do You Love Me adalah adaptasi dari film Belgia karya Sutradara Geoffrey Endhoven berjudul Hasta la Vista (2011) atau dalam versi bahasa Inggris-nya berjudul Come as You Are.

Saya kira adaptasi film ini cukup berhasil karena sutradara Herwin Novianto mampu menghadirkan konteks Indonesia dan memasukkan unsur-unsur budaya seperti bahasa Jawa Timuran yang sangat kental dibawakan oleh sopir tur Endang (TJ Ruth). Karakter Endang berhasil menghidupkan kesan multikultural dalam film ini.

Pesan Tersembunyi

Sejak awal hingga akhir sebenarnya film ini menghadirkan nilai dan pesan tersembunyi. Beberapa di antaranya adalah isu gender, standar kecantikan, dan tentunya yang utama bagaimana seksualitas itu diinterpretasikan oleh ketiga tokoh utamanya yaitu Baskara (Adipati Dolken), Danton (Jefri Nichol) dan Miko (Onadio Leonardo).

Gender dan Kecantikan

Walaupun hanya tokoh pendamping, Endang mempunyai peran sentral yang mempengaruhi jalan cerita. Endang sangat profesional dalam memberi pelayanan terbaik pada tiga klien turnya. Ia sangat sabar menghadapi sifat angkuh Baskara dan juga dalam merawat Danton ketika penyakitnya kambuh. Bahkan pada saat ketiga kliennya menghadapi ancaman penganiayaan, Endang dengan sigap datang melindungi.

Postur dan bentuk tubuh Endang jauh dari stereotipe standar kecantikan masyarakat Indonesia masa kini, yaitu, putih, langsing, dan berambut lurus. Endang mempunyai postur tubuh gemuk, kulit sawo matang, dan berambut ikal. Namun hal itu tidak membuat Endang minder.

Sebagai sopir tur, Endang mempunyai kuasa penuh dalam menentukan rute perjalanan ataupun tempat-tempat yang hendak mereka dituju. Endang tidak akan begitu saja menyetujui permintaan kliennya walaupun ia sudah dibayar. Di sini tampak adanya upaya representasi sosok perempuan sebagai pemegang kendali keputusan.

Karakter Endang yang kuat dan penuh percaya diri ini seperti sebuah pesan pentingnya kesetaraan gender dalam masyarakat. Endang juga mendekonstruksi paradigma masyarakat tentang standar kecantikan. Tanpa bentuk tubuh yang good looking Endang tetap bisa eksis dan percaya diri dalam bekerja.

Seks dan Disabilitas

Bagi penyandang disabilitas, seks bagaikan suatu pengalaman yang mustahil dicapai. Hal itu digambarkan pada adegan Baskara yang mimpi bercumbu, tetapi pada akhirnya ia terbangun dengan penis yang ereksi. Karena seluruh tubuhnya lumpuh, bahkan untuk melakukan masturbasi saja Baskara pastinya tidak bisa.

Oleh sebab itu, keinginan Baskara untuk menyewa pekerja seks adalah pilihan yang sangat realistis. Walaupun bagi sebagian orang apa yang dilakukan Baskara ini adalah dosa besar, di sisi lain Baskara juga mempunyai hak untuk menentukan caranya sendiri untuk mendapatkan pengalaman seksual.

Hal itu juga yang terjadi pada Danton. Usianya yang hanya tersisa beberapa hari saja membuat ia benar-benar ingin melewati waktu terakhirnya untuk merasakan kesenangan yang belum pernah ia rasakan, salah satunya adalah berhubungan seks. Mengingat stereotipe masyarakat yang masih memandang rendah dan menganggap penyandang disabilitas tidak menarik, maka sangat realistis bila Danton memilih untuk menyewa jasa pekerja seks.

Di jepang ada sebuah profesi yang bernama medical sex worker. Mereka bekerja di bawah instansi resmi yang menyediakan jasa memberi pelayanan seks khusus penyandang disabilitas yang tidak mempunyai pasangan dan benar-benar tidak bisa melakukan aktivitas seks karena kelumpuhan tangan atau kaki. Mereka datang ke rumah penyandang disabilitas yang memesan jasa mereka. Beberapa cuplikan aktivitas medical sex worker bisa dilihat di film dokumenter berjudul Medical Sex Worker oleh Vice Japan.

Paradigma dan Fasilitas

Selain masalah seksualitas, kendala dan kesulitan lainnya yang dialami oleh penyandang disabilitas adalah paradigma negara dan masyarakat tentang penyandang disabilitas. Walaupun sudah mulai berbenah, paradigma penyandang disabilitas sebagai orang lemah, tidak mampu, dan tidak normal membuat penyandang disabilitas menjadi objek empati. Apakah hal itu tepat? Tidak.

Di balik rasa iba itu ironisnya juga menjadi penolakan terhadap penyandang disabilitas untuk dapat ikut serta dalam kegiatan masyarakat. Mereka sering kali tidak diberi kesempatan turut serta dalam aktivitas publik karena dianggap merepotkan dan kerjanya tidak akan beres. Hal itu juga terlihat dalam adegan ketika Baskara, Danton dan Miko ingin tur secara mandiri. Seluruh anggota keluarga awalnya melarang mereka untuk berangkat, khawatir kalau mereka tidak bisa mengurus diri sendiri saat jauh dari keluarga.

Kekhawatiran mereka sebenarnya bukanlah tanpa alasan. Fasilitas umum di negara kita memang banyak yang belum ramah disabilitas. Hal-hal yang vital seperti kamar mandi, alat transportasi dan petunjuk jalan banyak yang belum dilengkapi dengan fasilitas bagi orang berkebutuhan khusus. Hal ini juga akibat dari paradigma negara yang belum serius memberikan kesetaraan pada masyarakatnya.

Secara umum film Why Do You Love Me sukses menyampaikan pesan-pesan dan nilai yang tentunya akan menjadi bahan pemikiran para penonton.

Sayangnya film ini masih berkutat pada potret masyarakat ekonomi menengah ke atas di perkotaan. Tentunya permasalahan seksualitas penyandang disabilitas kelas menengah ke bawah dan yang tinggal di desa atau pedalaman akan semakin kompleks dan berlapis karena kondisi ekonomi dan fasilitas umum (dan kesehatan) di sekitar mereka pastinya lebih terbatas.

***

Editor: Ghufroni An’ars

Kukuh Basuki
Kukuh Basuki Menulis musik dan beberapa pernik-pernik budaya populer lainnya

One Reply to “Why do You Love Me: Hak Seks bagi Disabilitas”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email