"๐˜๐˜ข๐˜ต๐˜ข ๐˜ท๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ค๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต, ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ ๐˜ต๐˜ณ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต." -Seneca, ๐˜Œ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ด๐˜ต๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ด 107.11.

Wayang Kulit Mengajarkan Moral dan Kontrol Diri

Aditya R

2 min read

Perdebatan soal wayang beberapa hari belakangan ini bermula dari beredarnya video lama seorang ulama salafi bernama Khalid Basamalah yang menjawab pertanyaan salah seorang jemaah tentang halal-haramnya wayang kulit. Khalid menyatakan wayang bertentangan dengan syariat sehingga lebih baik ditinggalkan. Pada beberapa kalimat terdengar sensitif bagi pegiat budaya, khususnya seniman dan pecinta wayang, meskipun pernyataan tersebut diawali dengan โ€˜tanpa mengurangi penghormatan terhadap tradisi dan budaya semua suku.โ€™

Perdebatan di linimasa media sosial kian memanas ketika, untuk menanggapi pernyataan tersebut, ada pemuka agama lain yang mengadakan pentas wayang kulit untuk memfasilitasi aspirasi para seniman dalang yang tersinggung atas pernyataan Khalid Basamalah.

Mulanya, saya mengapresiasi inisiatif tersebut, karena saling menanggapi, mengkritik, bahkan berdebat merupakan hal yang perlu untuk terus dirawat. Akan tetapi realitanya terbalik ketika beredar potongan video dalang yang sedang mementaskan adegan figur wayang kulit Khalid Basamalah sedang diolok-olok dan ditandingkan dengan Prabu Baladewa. Pementasan itu berlangsung di Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta.

Saat melihat Prabu Baladewa menghajar tokoh sabrang atau raksasa antagonis dalam pakeliran dengan wataknya yang keras di pagelaran umum biasanya saya merasa terhibur. Tapi menonton video yang beredar itu justru membuat saya sedih.

Moral Wayang

Ada banyak cara untuk menunjukkan sikap ketidaksetujun yang justru bersumber dari falsafah wayang. Dalam ajaran Jawa, kita justru diingatkan untuk tidak perlu menanggapi kelompok yang dianggap ngubak-ubak banyu bening (adagium Jawa untuk ‘pembuat huru-hara’) dengan sadumuk bathuk sanyari bumi (adagium Jawa untuk ‘pertengkaran yang harus dipertaruhkan dengan nyawa’).

Baca juga:ย Kebangsaan dan Kebajikan Manusia Jawa

Penolakan orang pada wayang kulit, selain didasarkan pada pemaknaannya atas sebuah dalil, juga banyak disebabkan oleh ketidaktahuannya tentang wayang itu sendiri.

Misalnya, ketika disebut wayang kulit tidak sesuai dengan moral agama, apa yang menjadi dasar pendapat tersebut? Apakah karena latar belakang dan identitas wayang yang semula disadur dari epos Mahabharata dan Ramayana peninggalan kebudayaan pra-Islam? Apakah karena setiap percakapan dan adegan dianggap tak sesuai syariat? Atau karena wayang dianggap mengajarkan hal yang tidak baik dan tidak bermoral?

Wayang kulit adalah pembentuk moral saya sejak belia. Nenek dan kakek saya begitu getol mengenalkan saya pada kesenian tersebut, bahkan membelikan saya beberapa tokoh wayang untuk dikenali dan dipelajari. Lakon-lakon senantiasa didongengkan, dan saya adalah pendengar yang baik. Kisah-kisah keprajuritan, kesetiaan seorang pasangan, budi pekerti, bahkan nilai religiositas ketuhanan yang universal tercantum dalam wayang.

Filsafat Jawa, kata Abdullah Ciptoprawiro, telah diejawantahkan di dalam bentuk seni wayang . Walaupun isi cerita wayang itu berasal dari India, namun terdapat perbedaan hakiki dalam perwujudannya. Di India isi cerita dianggap benar-benar terjadi dalam jalur mitos, legenda dan sejarah, sedang di Indonesia ceritera-ceritera itu mengiaskan peri laku watak manusia dalam mencapai tujuan hidup, baik lahir maupun batin. Pemahaman kias ini tidak semata-mata dilakukan dengan akal pikiran, melainkan dengan seluruh cipta-rasa-karsa tergantung kepada kedewasaan orang masing-masing.

Penangkapan dan penghayatan seorang anak pada waktu menyaksikan pagelaran wayang tentu akan berlainan dengan mereka yang sudah lanjut usia. Namun mereka semua dapat โ€˜menikmatiโ€™ suasana pagelaran.โ€ (dr. Abdullah Ciptoprawiro, 1986)

Ketika penolakan atas wayang disebabkan oleh keawaman dan ketidakpahaman, maka, langkah paling tepat untuk itu adalah mempopulerkan khazanah wayang kulit kepada orang-orang awam yang dianggap menentang adanya kesenian tersebut. Bisa dilakukan upaya persuasif melalui penggiatan acara-acara tradisi, meluruskan miskonsepsi yang terlanjur beredar pada masyarakat tanpa perlu dihakimi dengan emosi.

Sebagai seorang penonton pasif dalam kesenian wayang kulit yang biasanya menonton pertunjukan semalam suntuk melalui konten streaming yang ada di YouTube, menonton dari televisi, atau dengan membeli vcd dan dvd yang masih beredar di pasaran, saya bisa mengerti bagaimana perasaan dalang dan seniman yang terlibat dalam kesenian wayang, ketika mendengar wayang dianggap bertentangan dengan syariat Islam. Padahal jelas-jelas Sunan Kalijaga menggunakan wayang untuk berdakwah dan mengajarkan syariat Islam. Beragama dengan mengikutsertakan wayang kulit adalah upaya pendalaman nilai kemanusiaan yang filosofis dan esensial.

Namun, tak ada cara lain untuk mempertahankan wayang selain dengan mengupayakan tumbuh kesadaran untuk saling menjaga seni tradisi. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana melanjutkan estafet rasa cinta pada wayang, bukan melanjutkan tongkat estafet dendam dan kebencian. Meskipun ora ana kukus tanpa geni (adagium Jawa untuk ‘tidak ada masalah tanpa penyebab’) ditinjau dari Etika Jawa (Penerbit PT. Gramedia, 1984) didapati kesimpulan berikut:

โ€œBetapa pun kepentingan dua pihak bertentangan, apa pun yang dirasakan oleh seseorang atau yang menjadi penilaiannya, masyarakat Jawa menuntut agar ia selalu dapat mengontrol diri, dapat membawa diri dengan sopan, tenang dan rukun, pokoknya dapat membawa diri sebagai orang yang dewasa.โ€ (Franz Magnis-Suseno, 1984)

Aditya R
Aditya R "๐˜๐˜ข๐˜ต๐˜ข ๐˜ท๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ค๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต, ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ ๐˜ต๐˜ณ๐˜ข๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต." -Seneca, ๐˜Œ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ด๐˜ต๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ด 107.11.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email