Wahana Peziarah
/1/
Para peziarah
mengendarai angin
menaiki puncak pegunungan
merasakan getar ombak lautan
: Berlembar-lembar daun
setangkai bunga
gugur di taman;
Jauh dari barat
menggapai utara
dekat dengan timur
menempuh selatan
/2/
Para peziarah
bukan seorang yang menaiki kuda
seperti ksatria atau kendaraan-kendaraan
yang nampak oleh mata
: Baris-baris catatan
tumpukan doa
tersimpan di perpustakaan
jiwa dan raga;
Kisah pagi hari
menyambut nyanyian surgawi
kasih malam hari
menyusuri cahaya mimpi
/3/
Para peziarah
tak berjalan dari kota ke kota
tak berumah pada rumah ke rumah
tak menjeda pencariannya
: Kata-kata
berisi waktu
pulang dan pergi
tak usai dicari;
Jalan setapak
menuju bukit
menaiki tangga
pintu rohani
/4/
Para peziarah itu bersemilir tak menentu
memasuki lubang-lubang gelap
sumber-sumber cahaya
menyusuri sela-sela samudra
dan menggapai rahasia cakrawala
: Sebuah rumah
tanpa jendela
beratap batu
berselimut kabut
Sebuah rumah
bertiang akar
berwarna tanah
menghadap cakrawala
/5/
Wahana peziarah
adalah kendaraan pengembara
yang mencari arah jalan pulang…
: Jalan bercabang
tanpa ruang
menikam waktu
Para peziarah
terbaring kaku.
Labirin Tuhan
(1)
Inikah labirin-Mu, Tuhan
Kata-kata yang mencoba mengungkap rahasia-Mu
mengalami kesesatan tak kunjung usai
dan tak bisa menemui pintu jalan keluarnya
(2)
Sekian lama – semakin tak terang
arah jalan keluarnya
Puncak pikiran hanya menemui kemungkinan
kepada ketidakberdayaan
Dan lembah hati hanya sanggup
membuahkan keresahan yang mengubur
jauh ke dasar perasaan
Tuhan, inikah labirin-Mu
Jejak-jejak tanda dan lika-liku perjalanannya
tak pernah menemui cahaya
(3)
Labirin-Mu, Tuhan
Inikah labirin-Mu
Kata-kata yang merangkul ilmu-pengetahuan
bagaikan pohon tanpa daun
Dan jejak-jejak tanda yang mempelajarinya
bagaikan pohon tanpa akar;
Semua sia-sia mencari jalan keluar labirin-Mu
Inikah labirin-Mu
Ya labirin-Mu, Tuhan
Labirin rahasia yang ditempuh
para pengembara.
Bersama Menempuh Ruang
Bersama menempuh ruang
perahu dan sampan para nelayan
arah ombak lautan berbintang
dan ikan-ikan yang berenang
jauh ke tepi kematian
Bersama menempuh ruang
kendaraan yang dipakai pengembara
di ruas-ruas jalanan
Memaknai isi buku harian
dan pucatnya wajah kepulangan
Bersama menempuh ruang
angin sepoi membelai hutan
yang mulai dibangun tempat peristirahatan;
jalan panjang pencarian dan keresahan
merindu-rindu bersama angan tak tergenggam.
Sedang Menunggu Waktu
Sedang menunggu waktu
Benih-benih pada tunas
Dan tunas-tunas mengembang akar;
Pohon menjulang
berbuah harapan
Sedang menunggu waktu
Bayi-bayi merangkak
Dan berjalan dewasa menempuh persimpangan;
Kematian badan
menuju keabadian jiwa
Sedang menunggu waktu
Matahari akan terbenam
Dan bulan bersama bintang-bintang
menyanyikan lagu perpisahan;
Bahagia dan sedih
mengubur rasa.
Seketika Melihat Kejadian
Seketika melihat kejadian
tangan-tangan gaib menggoreskan
pena dalam kertas kosong yang lesu
Menyanyikan mantra rahasia
yang lama bersembunyi, merebah dan
tenggelam di pusara bumi
Seketika melihat kejadian itu
roh keluar dalam raga mengembara
entah ke mana arah dan kediamannya
seperti hilang tanpa jejak, tanpa tanda
hanya rasa penasaran yang terus mendekati
rimba angin beserta persoalan tak bernama
tak tercatat, tak terungkap oleh mata
Seketika melihat kejadian selanjutnya
masih saja arah berupa arah
tak tercapai pada tujuan;
Roh masih memainkan raga
Sebab jalan masih tak merelakan
kepergian.