Suara ketok palu yang dinanti itu akhirnya bergema juga di ruang DPR RI. Sahnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) setelah lebih dari sepuluh tahun diperjuangkan membawa perasaan haru, lega dan bahagia. Tak tergambarkan sudah berapa banyak kasus dan korban yang menderita, pontang-panting mencari keadilan. Belum lagi perjalanan perjuangan para aktivis, lembaga, komisi dan yayasan yang tak bosan dan lelah mendorong para pemangku kebijakan untuk segera mengesahkan. Hingga akhirnya 12 April 2022 UU TPKS disahkan oleh Ketua DPR, Puan Maharani.
Baca juga:
Penolakan demi penolakan dan juga penundaan rancangan undang-undang di tengah makin tingginya kasus kekerasan seksual menjadi satu proses panjang penuh perjuangan. Selama ini kasus kekerasan seksual selalu menemui stigma hukum terutama oleh para penegak hukum. Tagar #PercumaLaporPolisi yang naik akibat banyaknya kasus kekerasan seksual yang meluap namun selalu menemui jalan buntu dan malah melanggengkan trauma menjadi salah satu alarm betapa susahnya mencari keadilan bagi para korban kekerasan seksual.
Perlindungan korban oleh negara, tanggung jawab pelaku, pembaharuan definisi kekerasan seksual untuk menjangkau kasus kekerasan seksual secara lebih luas menjadi tujuan utama rancangan undang-undang ini diperjuangkan. Ibarat menemui setitik cahaya setelah sekian lama dalam kegelapan, adanya undang-undang yang telah diperjuangkan oleh berbagai aktivis perempuan, aktivis HAM, aktivis kesetaraan gender, lembaga bantuan hukum, yayasan perlindungan hukum, komisi perempuan dan anak dan sebagainya yang tak henti menyuarakan aspirasi, mendesak ditegakkannya keadilan, mengedukasi masyarakat luas dan yang senantiasa mendampingi para korban serta penyintas kekerasan seksual yang intensitasnya tidak hanya sekali dua kali.
Di tengah suasana suka cita bahagia, ada fenomena menarik pasca diketoknya palu sebagai pertanda sahnya undang-undang TPKS. Fenomena tersebut adalah masuknya tagar #TerimaKasihMbakPuan dalam trending topic Twitter dengan narasi berhasilnya Mbak Puan mengesahkan undang-undang TPKS sebagai wujud berpihaknya ia dan negara dalam kasus kekerasan seksual. Sambil menyebut narasi keberhasilan Mbak Puan lain yang tidak terkait dengan isu kekerasan seksual, misalnya salah satu tweet oleh akun @JesiccaJessicaca “Sebagai menteri, Puan dinilai berhasil menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran hingga menjadi yang terendah dalam sejarah indonesia. #TerimaKasihMbakPuan Akhirnya UU TPKS Disahkan”
Baca juga: Tolong, Saya Diserang Buzzer!
Hadirnya tagar dengan narasi konstruksi positif citra politik Mbak Puan di tengah masih hangatnya obrolan perihal UU TPKS merupakan upaya tim Puan Maharani untuk mencari peluang dengan memanfaatkan momentum.
Media sebagai ruang pertarungan simbolik, apalagi media sosial yang makin dekat aksesnya dengan masyarakat mampu membawa arah citra politik seseorang atau lembaga politik. Dengan munculnya tagar tersebut di momen yang pas beserta narasi yang mengandung konstruksi citra positif politik Puan Maharani menjadi stategi yang bagus untuk mengarahkan opini publik.
Perjuangan Belum Usai
Masih ada kewajiban tugas bagi para pemangku kebijakan untuk menjamin tegaknya hukum UU TPKS. Setelah palu di “tok” bukan berarti “oke sudah selesai”. Sahnya UU TPKS ini bukan hanya momentum bagi para pejabat sebagai pemangku kebijakan. Lebih luas dan menyeluruh, sahnya UU TPKS ini adalah babak baru masih berlanjutnya perjuangan atas kasus kekerasan seksual baik dari segi penegakan keadilan dan edukasi hukum perihal isu kekerasan seksual. Apalagi masih ada poin yang diajukan dalam RUU TPKS namun tidak masuk dalam pasal UU TPKS, padahal kasusnya sangat krusial. Poin tersebut adalah kasus pemerkosaan dan pemaksaan aborsi.
Pengesahan UU TPKS pada 12 April 2022 bukan momentum semata. Bukan juga sebagai hadiah pemerintah kepada rakyatnya. Sahnya undang-undang ini adalah hasil perjuangan mereka yang tak hentinya menyuarakan keadilan, yang senantiasa mengawal sejauh mana RUU Kekerasan Seksual dibahas, dan yang senantiasa mendampingi para penyintas dan korban. Sudah seharusnya pemerintah begitu, mendengarkan dengan seksama suara rakyat dan seharusnya pula tanggap membuat kebijakan atas permasalahan yang ada apalagi yang mencakup hak asasi manusia.