Sadarlah!
Apakah kesadaran hanya
terbuat dari kerumitan?
Takkah kerumitan
menghentikan kegiatan?
Lagi pula, kerumitan terbuat
dari diri sendiri yang sudah tahu,
tapi tak pernah mau.
Sadarlah!
Kau yang mencipta.
Maka harus kau
yang menghadapinya.
Bukan orang yang tak tahu kondisinya.
Sadarlah!
Orang memakai bikini
Tak mungkin berjemur di kutub utara
Orang berbusana rapi
Tak juga akan pergi ke sana.
Sadarlah!
Usia bukanlah kunci dewasa
Manusia boleh saja menerka-nerka.
Tapi, pada siapa dia berserah,
Bukan sesuatu yang harus ditanya.
(Malang, 2022)
–
Orangtua Pelit
Tak pernah kusangka
Orangtua sangat pelit.
Pelit bercerita yang sebenarnya
Bahwa ia sedang tak baik-baik saja.
Sakit yang dialami
Stres karena anaknya
Membuatnya pelit memedulikan dirinya.
Pelit. Orangtua sangat pelit kepada anaknya.
Coba tanyakan kepada orangtua.
Kapan ia bangun dari tidur?
Apa yang ia sematkan dalam doa?
Pelit. Orangtua tak pernah menjawab kita.
Rasa sakit adalah bahagia
Perasaan stres adalah bahagia
Kita tak akan pernah tahu apa kebahagiaannya.
Pelit. Orangtua menyembunyikan kebahagiaannya.
Kukira
ketika seorang anak telah dewasa.
Orangtua akan memberi tahu semuanya.
Tak juga, ia masih pelit.
Orangtua,
Dengan tubuh yang mulai bau tanah
Kukira, ia akan berhenti bekerja.
Tak juga, orang tua masih pelit
dengan istirahat.
Tolong!!!
Berikan aku kata kunci bahagia.
Anak yang sudah dewasa berusaha,
Tapi, tetap saja. Pelit.
(Malang, 2022)
–
Biarlah Bakti yang Membuktikan
Semua bekal telah dibisikkan,
semua kasih telah dikisahkan.
Orangtua menjadi surga,
kecewanya menjadi neraka.
Minyak ikan memang
stimulus semangat belajar.
Susu memang
dapat memberi semangat.
Tapi, bakti yang harus kau lakukan.
Bukan keangkuhan
karena jenjang pendidikan.
Biarlah bakti yang membuktikan.
(Malang, 2022)
–
Tuli dan Buta
Kata sejarah, Hiroshima dan Nagasaki
dibom atom oleh sekutu.
Kawanku yang satu itu
tetap saja mengira sekutu itu kiriman Tuhan.
Pengetahuanku memang tak seberapa,
intensitas membacaku belum seperti dia.
Bahkan, ritual vertikalku pun jauh sekali daripadanya.
Tapi, setidaknya aku masih takut kebodohan.
Bangunan yang katanya suci,
apabila terkena gempa bumi,
apalagi tsunami,
Apakah akan tetap berdiri?
Suci berarti murni,
bukan tempat yang mengikat.
Apalagi wangi yang menyengat.
Tempat dan wangi hanyalah ilusi.
Untuk mengakui, apa harus berjumpa?
Dengan menerima pesan, masih tak cukup?
Menyeru kebaikan dan menghindari larangan.
Bukankan itu yang namanya percaya?
Tuli kupingnya,
buta matanya.
Tuli dari bisikkan penggoda,
Buta tak peduli rupa.
Untuk mendengar nasihat orangtua,
tuli dan buta adalah kuncinya.
Tuli dari godaan ilmu dan tahu.
Buta dari segala perubahan dunia.
(Malang, 2022)
–
Menuju Titik Terendah
Berdiri di atas kaki sendiri.
Merasa angkuh karena begini.
Siapa yang tahu,
ternyata bisanya hanya begitu.
Budaya bekerja dari budi
Daya bekerja dengan listrik
Kau yang tak bisa makan,
Ternyata karena tak berkebudayaan
Oleh pikiran kita berkegiatan.
Oleh Tuhan kita diciptakan.
Kau yang tak bisa menyelesaikan,
mengapa aku yang kau salahkan?
Oleh orangtua kita dididik.
Oleh alam kita diracik.
Kau yang ditugaskan
mengapa aku yang kau serahkan?
Terus saja kau begitu!
Oleh dirimu
Kau akan diarahkan
menuju titik terendah.
(Malang, 2022)
*****
Editor: Moch Aldy MA