Tuhan di Sana dan Puisi Lainnya

Sul Ikhsan

1 min read

tuhan di sana

tuhan di sana, katamu
mengeja nama kita

setiap kali pagi
mata kita membaca takdir
melalui jendela

anak-anak doa kita keluar
sepanjang waktu
mengalir ke langit
mencari asal mula kesepian
diciptakan

jauh di sana, katamu
tuhan memerhatikan
setiap gerak dan geliat
bahasa; kesedihan dicatat
sebagai satu buah amal
yang balasannya entah apa

dan kita, mungkin sengaja tak dikaruniai
kecerdasan mengerti akan
maksud tuhan mengganti setiap
yang hilang dan yang datang

supaya hidup diisi lebih banyak mencari maksud
dibanding tertawa menghadap langit
yang sedang muram, mungkin

tiap kali kesepian hendak
meregang nyawa, katamu
tuhan jauh di sana
menggeliat di tubuh kita
menanam doa-doa kita
di rumahnya

(Jakarta, 2023)

jalan menuju tubuhmu

di jalan menuju tubuhmu
pada suatu hari
aku ditarik-tarik rintik gerimis
diombang-ambing siur angin
dihempas ke jalan yang alamatnya
tak terbaca oleh angka dan
bahasa

aku luntang-lantung
terseok-seok
tak berdaya
tak punya penanda apa-apa

kecuali kesunyian
yang menjelma apa saja

ketika ingin kembali pulang ke tubuhku
pada suatu petang yang diam
aku gagal menjumpai apa-apa
kecuali kecemasan
yang lalu lalang di ingatan
menggenang di kepala

(Jakarta, 2023)

pada akhirnya

sayangku,
hari-hari menjeram kita entah ke mana
waktu tak pernah libur bahkan ketika kita
membencinya berkali-kali

asal kau tahu, tak ada yang berubah dari bau
hari, berikut musim-musimnya
ingatan kita saja yang mungkin berbeda
berpindah dari satu kelelahan ke kelelahan yang lain
dan dari kelupaan ke kelupaan yang lain

sayangku,
tak ada jeda untuk kita menenangkan diri, mengeja nama-nama rindu di kepala kita
yang nyaris tak dikenali bahasa kita sendiri

setiap orang, termasuk kita, sibuk menghafal
jalan mana yang lengang dari kesepian
semua yang kita alami
pelan-pelan ragu dan asing
diam-diam jauh dan pikun

sayangku, hidup memang punya rute
tetapi apa kita mengerti mengapa
dari sekian banyak manusia dan cerita
kau dan aku yang saling menerima
pelajaran hidup?

tak ada yang mau bertanggungjawab
atas keributan di kepala kita
pagi dan sore, siang dan malam
enggan mengulur waktu untuk
kita duduk dan menjawab pertanyaan

hari selalu percaya diri
memberi kita kelelahan demi kelelahan
dan kelupaan demi kelupaan

pada akhirnya, sayangku
waktu tak pernah menunggu kita
meski kita menangisinya
berkali-kali

(Jakarta, 2023)

di hadapan maksud waktu

sayangku, beginilah hidup
manusia seperti jatuh dari langit
tak mengerti apa-apa;
kesepian

juga, keadaan kita yang serba
rahasia ini selalu saja tak berdaya
di hadapan maksud-maksud waktu

keinginan sedang merakit jalan
menuju depan pintu rumahmu
yang tiap musim hujan datang;
kau menunggu

mari bercerita kapan-kapan
ada lebih dari satu miliar kalimat
yang seharusnya kita bagi rata
di atas meja makan

sayangku, mau kau menunggu aku?
kelak ketika hari mulai membaik
mari kita rayakan dengan
menonton kota diguyur nyiur angin

menyaksikan air laut
melambai-lambai
jari-jemari kita

dan tubuh kita
dihujani cinta
sederas-derasnya;

setiap hari

(Jakarta, 2023)

demikian rindu ini

asal kau tahu
sepanjang waktu
keinginanku penuh
akan suatu kebetulan
kita bertemu di suatu tempat;
di suatu hari

mungkin kita akan terkejut—
mungkin juga tidak
aku sendiri lupa
bagaimana seharusnya reaksi
tubuh ini
bekerja di depanmu
apa kau sama?

kita mungkin akan
duduk; menceritakan
seluruh kisah
yang masing-masing kita
kunyah setiap hari;
dengan perasaan aneh

aku merasa yakin
pada saat itu tiba
waktu mendadak tak punya arti
di hadapan ingatan kita berdua

lidah seperti baru saja belajar bicara
dan mengenal bahasa

(Jakarta, 2023)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Sul Ikhsan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email