Hamba lokal Brebes || @adityablly

Mengusut Tuntas Tragedi Kemanusiaan di Kanjuruhan

Aditya Billy Y Susanto

3 min read

Stadion Kanjuruhan menjadi saksi pilu sejarah kelam sepak bola Indonesia. Laga yang seharusnya menjunjung tinggi sportivitas, justru memakan seratus lebih korban jiwa. Awal Oktober tahun ini menjadi salah satu bulan berpita hitam dalam sejarah sepak bola Indonesia. Dinas Kesehatan Kabupaten Malang mengonfirmasi korban tragedi ini mencapai 125 jiwa. Negara seharusnya melakukan aksi tanggap cepat terhadap korban jiwa yang berjatuhan.

Tak dapat dipungkiri, sepak bola merupakan salah satu hiburan rakyat yang bisa dimainkan oleh semua kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa. Sederhananya, sepak bola adalah hiburan untuk semua orang. Dan ini berlaku di seluruh dunia.

Salah satu aspek penting dalam sepak bola adalah supporter. Supporter dapat dikatakan sebagai salah satu nyawa dalam dunia sepak bola, baik supporter yang langsung datang ke stadion maupun supporter layar kaca. Adanya supporter menandakan bahwa setiap lapisan masyarakat sungguh antusias terhadap olahraga sepak bola. Perlu digarisbawahi bahwa supporter sepak bola bisa sangat militan dan loyal dalam membela klub kebanggaannya. Setiap pertandingan klub kesayangannya, biasanya supporter menyanyikan lagu semangat atau yel-yel dan melakukan berbagai aksi koreografi untuk memberikan semangat dan energi positif kepada para pemain.

Ultras vs Hooligan

Masyarakat juga perlu tahu bahwa dalam dunia sepak bola, supporter sepak bola bisa terbagi menjadi dua kubu, yakni Ultras dan Hooligan. Ultras, dalam bahasa Latin memiliki arti “di luar kebiasaan dari yang biasa dilakukan supporter. Ultras merupakan salah satu supporter yang sangat setia dan fanatik terhadap klub sepak bola kesayangannya. Hal yang kerap kali dilakukan oleh Ultras dalam pertandingan sepak bola antara lain meneriakkan lagu-lagu dan yel-yel selama 90 menit pertandingan.

Berdasarkan pengertian yang dikeluarkan oleh Cambrige University, Hooligan merupakan salah satu supporter yang sering melakukan aksi kekerasan dan perusakan dalam setiap pertandingan sepak bola. Selain itu, kelompok ini juga gemar melakukan away dalam pertandingan di kandang lawan. Istilah Hooligan berkembang dalam dunia sepak bola Inggris. Antara kubu Ultras dan Hooligan, sering kali terjadi bentrok dalam pertandingan.

Di Indonesia pun terjadi hal demikian, terdapat kubu “Ultras” dan “Hooligan”. Sejatinya, kedua kubu ini sama-sama memiliki niat untuk membela klub kebanggaanya, tetapi perlu digarisbawahi bahwa setiap klub sepak bola memiliki musuh bebuyutan yang sangat esensial. Hal ini berdampak pada aspek emosional antara pemain dan supporter klub.

Di Indonesia, dua klub dengan supporter terbanyak dan dapat dikatakan paling bebuyutan adalah Persija dan Persib. Mungkin masyarakat tidak awam lagi dengan nama Persija dan Persib. Kedua klub tersebut berasal dari Jakarta dan Bandung. Sebutan pendukung Persija adalah The Jak Mania, sementara pendukung Persib disebut Bobotoh atau Viking.

Selain Persija dan Persib, ada pula dua klub sepak bola dari Jawa timur yang mempunyai supporter militan dan sangat terkenal, yaitu Arema Malang dan Persebaya Surabaya. Aremania adalah sebutan supporter Arema Malang. Sementara supporter Persebaya akrab disebut Bonek. Adanya empat klub dengan massa pendukung yang masif ini membuktikan bahwa fanatisme dan rivalitas hadir di dalam sepak bola Indonesia.

Pada 23 September 2018, derbi bebuyutan yang mempertemukan Persija Jakarta dengan Persib Bandung menjadi tolok ukur rivalitas sekaligus ujian kedewasaan supporter selama 90 menit pertandingan. Tak disangka, pada pertandingan yang dilaksanakan di Gelora Bandung Lautan Api itu terjadi peristiwa paling tragis dalam perkembangan sejarah sepak bola Indonesia. Salah satu pendukung Persija Jakarta, Hairlangga Sirila, tewas mengenaskan setelah dikeroyok oleh sejumlah oknum Bobotoh atau Viking. Korban tewas secara mengenaskan sebelum laga dimulai. Video pengeroyokan Hairlangga tersebar luas di media sosial dan menjadi pemberitaan paling mengerikan sepanjang sejarah sepak bola Indonesia.

Empat tahun setelah kepergian mendiang Harilangga Sirila, pada awal Oktober 2022, kejadian naas yang menimpa supporter terulang lagi. Musibah ini menimpa suporter Arema Malang dalam laga yang mempertemukan klub tersebut dengan Persebaya Surabaya.  Peristiwa ini menjadi pemberitaan paling viral di jagat maya dan juga media sosial saat ini.

“Tak ada sepak bola yang sebanding dengan nyawa, kemanusiaan di atas segalanya.Ungkapan tersebut banyak diutarakan netizen dalam pemberitaan peristiwa di Kanjuruhan, Malang.

Duka Sepak Bola Dunia

Pemberitaan tentang tragedi Kanjuruhan sudah terdengar ke tingkat internasional. La Liga Spanyol melakukan aksi mengheningkan cipta selama satu menit sebelum pertandingan dimulai dalam laga Espanyol kontra Valencia di stadion RDCE, markas Espanyol. Presiden Real Madrid pun melakukan hal yang sama untuk menghormati korban-korban yang berjatuhan dalam tragedi Kanjuruhan.

Baca juga:

Kini Indonesia berada di bawah bayang-bayang sanksi dari FIFA (Federation Internationale Football Association). Perlu dipahami bahwa FIFA telah mengeluarkan peraturan yang melarang aparat keamanan pertandingan melemparkan atau menembakkan gas air mata kepada penonton. Peraturan ini tertuang dalam peraturan FIFA Pasal 19b, yang tertulis “No firearm or crowd control gas shall be carried or used”.

Aturan tersebut sudah jelas-jelas ditegaskan oleh federasi sepak bola dunia itu, tetapi dalam tragedi Kanjuruhan, terekam jelas bahwa pihak aparat menembakkan gas air mata ke arah penonton atau supporter. Ini menjadi hal yang perlu dievaluasi dari pihak keamanan. Pasalnya, penonton dan supporter yang berbondong-bondong mencari pintu keluar untuk menyelamatkan diri malah ditembaki gas air mata yang menyebabkan rasa perih dan sesak nafas.

Akibat peristiwa ini, seluruh pertandingan liga Indonesia terancam dibekukan 8 tahun, selain itu Piala Dunia U20 yang rencananya akan digelar di Indonesia berpotensi dibatalkan. Sanksi lain dari FIFA adalah ranking Indonesia akan dikurangi. Mengingat sanksi tersebut, tentu timnas Indonesia harus bersiap menerima hukuman. Terlebih peristiwa ini merupakan tragedi kemanusiaan.

Siaran pers YLBHI dan LBH seluruh Indonesia dengan tegas menjelaskan bahwa negara harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban jiwa. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (SSR) juga menyuarakan “usut tuntas tragedi kemanusiaan Kanjuruhan”. Dalam hal ini, negara jelas-jelas harus bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan. Terlebih FIFA juga sudah melarang pemakaian atau penembakan gas air mata di dalam stadion.

Sebaiknya semua pihak berkaca atas peristiwa-peristiwa sepak bola yang merenggut nyawa manusia, terlebih lagi di Indonesia. Ini olahraga bukan olahnyawa. Rasanya pernyataan demikianlah yang dapat dievaluasi oleh pemerintah, pemain sepak bola, tim, seluruh masyarakat, dan penikmat sepak bola di Indonesia.

Aditya Billy Y Susanto
Aditya Billy Y Susanto Hamba lokal Brebes || @adityablly

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email