Penanam kesan di Work Ti Farm.

Tipu Daya Citra Gemoy

Tenu Permana

5 min read

Rasanya saya sudah masuk ke tahap resah. Banyak kawan dan Gen Z seumuran saya di mesia sosial yang sudah terperdaya untuk percaya bahwa Prabowo adalah sosok yang menggemaskan alias gemoy.

Saya kira itu mungkin hanya momen yang memang lucu aja. Masuk masa kampanye, ternyata citraan gemoy dengan joget-jogetnya makin berseliweran di lini masa saya. Bahkan, “jogetin aja” dan “senyumin aja” menjadi jargon politik mereka.

Oh jelas, tak ada yang salah dari orang joget-joget. Toh semua strata masyarakat kita memang tengah didera virus jogetan. Mulai Rungkad di desa-desa, Peggy Gou di club-club mewah di kota.  Dari joget TikTok di rumah sampai joget-joget pejabat di Istana Negara saat peringatan hari resmi nasional.

Baca juga:

Balik ke soal citra gemoy Prabowo yang diamini oleh banyak Gen Z. Saya jadi kepikiran, ini pasti bukan suatu kebetulan. Apalagi kebenaran. Sosok Prabowo di kepala saya dan mungkin banyak aktivis 98 kebanyakan (kecuali Budiman), pasti bertolak belakang dengan citraan gemoy yang disandangkan.

Makanya, setiap ada yang bilang Prabowo itu gemoy, saya langsung ingat satu kutipan dari Mirek, tokoh utama dalam novel The Book Of Laughter and Forgetting (1971) karya Milan Kundera, penulis Cekoslowakia yang berpulang bulan Juli kemarin:

“Perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa.”

Dalam Novel The Book of Laughter and Forgetting, ada semacam pesan sederhana yang terdengar ambivalen, seperti ingatan dan lupa, sejarah dan kekinian, sampai pada otoriterianisme dan demokrasi. Gampangnya Kundera mau bilang, semua kejadian itu harus dicatat dan semua peristiwa harus selalu diingat.

Lalu, apa hubungan novel tersebut dengan citra gemoy Prabowo? Hubungannya adalah untuk mengingat dan melihat sosok Prabowo secara menyeluruh. Kita harus melihat Prabowo dari rekam jejaknya. Jauhnya, untuk bisa memonitor kapan citraan Prabowo yang garang—karena bekas Ketua Tim Mawar yang membadani penculikan aktivis 98—menjadi gemoy dan disenangi oleh milenial sekarang.

Self Marketing Prabowo

Jika ditanya kapan citraan gemoy ini mulai mendapatkan perhatian publik, sehemat saya adalah sewaktu Prabowo menggugah dirinya di akun Twitter miliknya dengan menggenakan hoodie putih berlatar langit cerah. Kemudian puncaknya saat diwawancarai oleh Najwa Shihab dalam rangka Mata Najwa “3 Bacapres Bicara Gagasan” di kampus UGM. Saat ditanya Najwa soal eks napi koruptor yang menjadi caleg Gerindra, Prabowo tak langsung menjawab cecaran Najwa. Ia malah berjoget dan bertingkah layaknya anak muda saat makan-makanan yang enak. Selain itu ia melengkapi citra dirinya sebagai cat lovers.

Tapi citraan gemoy yang jadi personal branding Prabowo sekarang bisa dilihat mulai terbentuk saat dirinya bergabung dalam pemerintahan. Prabowo menjadi sosok yang jauh lebih lunak dan jauh dari apa yang ia tampilkan di Pilpres 2014 dan 2019. Di dua geleran kontestasi elektoral sebelumnya, Prabowo memang menampilkan dirinya sebagai sosok yang kaku, keras, dan meledak-ledak

Perubahan citra Prabowo makin kuat pada momen-momen menjelang pilpres. Setiap acara yang ia hadiri dengan banyak sorotan media, ia selalu melakukan aksi joget, bernyanyi, berpantun, dan menampilkan aksi-aksi lucu, seperti lari-lari kecil untuk menunjukkan kegemoyan dalam diri, dengan pipi yang chubby dan tubuhnya yang tambun.

Melihat dari analisis Cakra Data, marketing gemoy yang dipakai Prabowo terhitung berhasil. Pertanggal 1-21 November 2023, Prabowo unggul dalam popularitas percakapan, yakni sebanyak 1,2 juta percakapan. Data dihimpun melalui analisis di kanal Twitter, Instagram, YouTube, Facebook, TikTok, hingga pemberitaan media. Dari percakapan tersebut, sentimen positif sebanyak 36% dan netral 38%.

Prabowo sendiri, saat ditanya oleh media soal pergemoyannya, berulang kali menjawab bahwa gaya jogetnya muncul begitu saja, dari alam bawah sadarnya, “dari kenangan di masa lalu,” katanya.

Saya percaya, jawaban itu pun telah ia persiapkan bersamaan dengan perubahan citra yang tengah ia kontruksikan. Mengingat Prabowo telah mengikuti tiga kontestasi pilpres sebelumnya. Kendati selalu kalah, ada mesin politik yang terawat dengan baik, yakni perubahan citra yang sedang dicangkokkan ke kepala-kepala Gen Z sudah dipersiapkan sejak lama.

Meminjam Doxa dari Pierre Bourdieu, personal branding gemoy yang melekat pada sosok Prabowo adalah satu ingatan yang sedang dihabituskan.

Yang Bahaya dari Tipu Daya

Jika banyak anak muda sekarang melakukan ATM (amati, tiru, modifikasi) dalam berkarya, Prabowo-Gibran dan koalisinya yang sok anak muda ternyata melakukan ATM juga.

Bisa kita lihat, srategi-strategi yang tengah dilakukan Prabowo pada pilpres 2024, mengamati-tiru-modifikasi apa yang sudah terlebih dulu dilakukan Bongbong Marcos alias Ferdinand Romualdez Marcos pada pilpres di Filipina tahun 2022.

Pertama, rebranding citra. Bongbong adalah anak dari Marcos sang diktator yang digulingkan oleh rakyat pada 1986. Bongbong punya jejak hitam, pernah menggelapkan pajak pada 1995. Saat penggulingan ayahnya, Bongbong menyelamatkan diri ke Hawaii. Sama halnya dengan Prabowo, ia punya jejak hitam. Saat masa kediktatoran Soeharto yang mengandalkan militer, Prabowo adalah salah satu mantu dan sekaligus Pangkostrad yang mengepalai Tim Mawar, divisi yang bertanggung jawab terhadap banyak penculikan dan penghilangan aktivis 98. Saat kediktaktoran Soeharto dilengserkan, Prabowo juga mangkat ke luar negeri.

Dengan sejarah hitam yang mereka punya, dan empat modal kehidupan, yakni kapital, kultural, relasi, dan simbolik, mereka rebranding citra. Mereka menjadi sosok gemoy dan tak jarang memosisikan diri sebagai korban, baik korban sejarah maupun korban keadaan.

Kedua, pernyatuan dua kekuatan dinasti politik. Bongbong merangkul anak dari Rodrigo Duterte, presiden yang sedang menjabat, yakni Sara Duterte, sebagai wakil presiden Bongbong. Prabowo merangkul anak dari Jokowi, Gibran Rakabuming, dengan modifikasi pelolosan batas usia di Mahkamah Konstitusi Keluarga.

Dua strategi di atas telah berhasil dilakukan oleh Bongbong untuk memenangi pilpres di Filipina, dan saya pribadi berharap jangan sampai berhasil juga dilakukan Prabowo di Indonesia.

Lalu pertanyaannya, bagaimana strategi itu mampu berhasil?

Selain melalui kekuatan kekuasaan, Bongbong dan Prabowo memanfaatkan betul gap sejarah yang ada. Semua strategi citra yang masif mereka kampanyekan menyasar ke generasi muda yang tak merasakan dan memahami karakter jahat mereka di masa lalu. Generasi muda mengenal sosok Prabowo hanya melalui media, dengan citraan yang dirancang. Hal ini akan membuat kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Prabowo menjadi variabel yang tidak dianggap penting lagi.

Di dunia digital yang sekarang mengepung hidup kita, pemberitaan citra di media dapat menyulap impresi kita. Citra berpijak pada persepsi, dan perspesi dibangun atas bayangan tentang realitas. Citra dapat memengaruhi selera massa, yang akhirnya berpengaruh langsung pada keberhasilan pemilihan.

Terlebih target market yang disasar adalah pemilih muda, yang pada pemilu tahun 2024 menjadi suara terbanyak, yakni 60% dari 204.807.222 pemilih. Dari jumlah tersebut, sebanyak 66,8 juta pemilih berasal dari generasi milenial, dan untuk Gen Z  yang kelahiran 1998 dan 2000-an ke atas ada sebanyak 46,8 juta.

Dari data di atas, tak heran jika arena dari selfbrand gemoy Prabowo banyak dilancarkan di TikTok dibanding Twitter dan Instagam. Hal ini lantaran banyak dari pengguna aktif TikTok lahir pada tahun 2000-an. Hal lainnya bisa dilihat dari baliho Prabowo-Gibran yang diedit mengunakan AI untuk menciptakan kesan menggemaskan. Ditambah sekarang Prabowo sudah menggaet Raffi Ahmad, influencer berpengaruh dan bapak dari Cipung dan Rafathar, dua simbol gemoy di media sosial.

Dengan melihat peluang dan memanfaatkan momentum, seperti Jokowi dengan populismenya, rasanya Prabowo percaya bahwa kekuatan masa berkuasa beserta merek politik gemoynya memungkinkan untuk menciptakan keterlibatan emosional dengan pemilihnya dan menggaet setiap influencer dengan dana kampanye yang besar dapat mengubah opini publik.

Selalu Bisa Lebih Buruk

Strategi gemoy yang dilakukan Prabowo bersama tim pemenangannya tak ubahnya seperti buah durian. Ada yang sangat menyukainya, ada juga yang sangat membencinya, bahkan sudah mual hanya dengan mencium baunya.

Begitulah kiranya sewaktu melihat fenomena citra gemoy Prabowo. Yang mengkritik mengatakan bahwa hal tersebut adalah tindakan sesat dan pembodohan, mementingkan sensasi dibanding esensi.

Tetapi harap diingat, di media sosial sesuatu yang semakin dikritik akan semakin dapat perhatian dan viral. Apalagi dalam pesta demokrasi kita yang levelnya masih di permukaan, yang narasi kuatnya hanya “one man, one vote”. Aspek kualitatif (visi, gagasan, program) menjadi barang yang dinomorsekiankan.

Saya sadar, kita tidak boleh putus harapan untuk menggaungkan esensi perbaikan, tapi saya sudah tidak percaya lagi pemilihan demokrasi yang menentukan perwakilan representatif. Jadi ini hanya soal waktu saja. Anggaplah strategi gemoy Prabowo gagal, saya rasa dua dinasti yang sedang menjalin persekongkolan jahat, akan mengerahkan semua kekuasaannya. Alat negara, seperti aparat birokrasi, pertahanan, dan keamanan, juga akses kepada modal dan media massa, membikin mereka tetaplah raksasa yang sukar dilawan.

Baca juga:

Selalu ada diskurus yang diputarbalikkan dan dikendalikan, maka butuh tekad dan tali solidaritas yang kencang untuk membuat kita sebagai masyarakat terus waras.

Selain pemilih muda yang mendominasi dengan 60% pada Pemilu 2024, pada masa presiden Indonesia ke-8 jugalah seorang presiden akan memimpin satu generasi di bawahnya. Bagaimana komunikasi yang akan diciptakan? Apa hanya akan mengandalkan pidato-pidato, joget-joget, atau terus menggaungkan kesatuan nasionalisme, seperti gombalan tiga capres sekarang?

Komunikasi semacam apa yang dapat menyatukan untuk menjadi kekuatan? Kita tahu, ada gimik semangat muda, tapi itu sebatas gimik saja, anggaplah Gibran-Kaesang dan PSI mengidentikkan diri sebagai kaum muda, tapi kita paham mereka masih berpikir dengan bahasa yang jompo, penjilat, dan sama feodalnya.

Jika boleh menyederhanakan permasalahan generasi muda, setidaknya ada tiga yang menjadi masalah bersama: lapangan pekerjaan, mental health, dan lingkungan. Ini adalah inti dari kegelisahan hidup generasi muda. Lantas apa ada kebijakan yang akan menjembatani permasalahan kita?

Generasi di atas kita memandang mental health sebagai sifat cengeng dan manja. Isu lingkungan? Semua capres masih mendukung pembangunan yang didahului dengan merusak alam. Tidak ada etika lingkungan di kepala mereka.

Tidak ada satu pun kebijakan progresif yang menyentuh masalah anak muda. Siapa yang berani memasukkan hubungan asmara dan cinta dalam pertimbangan kebijakan?

Lapangan pekerjaan? Lihat agustus 2022 lalu, Badan Pusat Statistik mengeluarkan data jumlah pengangguran bersadarkan usia, dan nyatanya Gen Z yang mendominasi, dengan jumlah pengganguran 2,5 juta orang. Padahal pendidikan sudah berorientasikan pada pasar, tetapi lapangan pekerjaan tidak mampu menyerap setengah dari tenaga kerja.

Adakah kebijakan negara untuk mengurusi orang tua (senior citizen)? Terlebih orang tua yang menjadi beban ekstra anak muda yang menjadi generasi sandwich. Soal rumah, properti, pelindungan data pribadi?

Apakah generasi muda dalam pemilu kali ini dilihat hanya untuk diambil suaranya saja, tidak dengan permasalahan dan isu-isunya. Mereka dilihat dan dianggap sebagai warga negara hanya ketika pemilihan suara, lalu dilacurkan ketika sudah berkuasa.

Seperti yang dikatakan juga oleh Milan Kundera, di negara mana pun, kapan pun, politik dan kuasa memang selalu berhubungan dengan ingatan dan lupa.

 

Editor: Prihandini N

Tenu Permana
Tenu Permana Penanam kesan di Work Ti Farm.

3 Replies to “Tipu Daya Citra Gemoy”

  1. Ending dari opini ini, justru membawa 3 capres dan kebijakan pmerintah. Tapi awal dan topik opini ini, prabowo yg dibahas. Ini juga teknik marketing. Membawa-bawa nama org yg sedang “viral” untuk mnyampaikan point diakhir narasi. Kemudian, Soal kejahatan masa lalu, itu adalah hal yg selalu digoreng 5 tahun sekali. Tak ada eksekusi jelas dari presiden yg sudah2. Sya yakin Anda tau soal itu. 😉Kemudian soal “gemoy”, itukan disampaikan pendukungnya. Jika itu sampai kepada msyarakat, brrti teknik brandingnya berhasil. Kemudian ditanya, dengan esensinya apa? Saya jawab “branding”jelang kontestasi. Lalu substansinya apa? Bukankah hal2 substansi dibahas pada forum2 ? Semakin viral, semakin naik naik namanya. Ah, anda ini kadang2.. 😆 Skrg saya tanya balik, kenapa tulisan Anda tdk bahas capres 01 ? 03 ? Kenapa sya tanya begitu? Ya supaya kami pembaca tdk menebak bahwa tulisan Anda adalah serangan dr pihak 01 atau 03 😆 bolehkan saya menduga2? Kalaupun Anda bukan di salah satu pihak dari ketiganya, bolehkah anda menulis ini? Oh tentu boleh, bebas kan? Jadi point sya adlah, Anda menaikkan traffic di website dengan menggandeng nama prabowo yg sedang viral dgn kata “gemoy”.
    Kemudian Soal dinasti? Akan jadi tulisan panjang jika sya jawab skrg. Kapan2 ngopilah kita ini bang😃

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email