Berita Komisi IV DPR studi banding untuk mempelajari program makan siang dan susu gratis ke Swedia selama tiga hari, 19-22 Mei 2024, sungguh membuat kita masyarakat Indonesia geleng-geleng kepala. Jauh-jauh ke Eropa hanya untuk melihat bagaimana program pembagian makanan dan susu adalah hal yang absurd. Tidak adakah hal yang lebih berharga, yang lebih urgen, untuk dipelajari di sana?
Oke, saya berusaha untuk netral dengan tidak ikut dalam perdebatan program makan siang itu bagus atau tidak. Namun, pastinya kita tahu, banyak sekali hal-hal mutakhir di Eropa yang seharusnya dipelajari DPR dan pejabat negara daripada hanya melihat sistem penyaluran makanan. Juga, banyak permasalahan yang lebih urgen untuk segera diselesaikan yang solusinya bisa mencontoh negara-negara Eropa.
Baca juga:
Berikut saya berikan saran kepada DPR tentang program studi banding yang jauh lebih substansial, urgen, dan potensial jika dilakukan ke Eropa ketimbang hanya makan siang dan susu gratis.
1. Studi banding pengolahan sampah
Sampah saya kira masih menjadi masalah urgen di beberapa kota besar di Indonesia. Mulai dari tempat pembuangan akhir yang sudah melebihi kapasitas, sistem pemilahan sampah yang masih amburadul, hingga kesadaran masyarakat membuang sampah dengan tertib yang masih lemah. Banyak perusahaan besar dan pengelola wisata kuliner yang masih kesulitan mengolah limbahnya membuat alam menjadi tercemar. Sampah-sampah plastik juga semakin memenuhi sungai dan lautan. Jika dibiarkan, maka masalah limbah dan sampah ini jauh lebih berbahaya daripada tidak tersedianya makan siang gratis di sekolah-sekolah.
Banyak sekali negara Eropa yang mempunyai program pengolahan sampah terbaik di dunia. Pada tahun 2022, Luksemburg menjadi negara dengan indeks sistem pengolahan sampah terbaik (79,1), disusul Austria (77,4) dan Swiss (76,4). Penilaian itu didasarkan pada tiga indikator, yaitu tingkat daur ulang, polusi plastik di laut, dan tingkat limbah padat yang terkendali. Dengan berkunjung ke tiga negara ini, setidaknya Indonesia jadi tahu bagaimana caranya menyiapkan mitigasi untuk sampah-sampah tambahan dari program makan siang gratis kalau memang jadi.
Selanjutnya, untuk perilaku membuang sampah dengan benar, anggota DPR bisa studi banding ke Jepang. Di sana, masyarakatnya terkenal tertib membuang sampah ke tempatnya. Bahkan, tak ragu mereka memungut sampah yang ada di sekitarnya seperti yang diperlihatkan oleh suporter Jepang seusai menonton sepak bola di Piala Dunia Qatar.
Ketertiban ini tidak terjadi dengan sendirinya. Ada program sistematis yang dijalankan secara nasional di sekolah-sekolah Jepang, yaitu Tokkatsu. Tokkatsu adalah singkatan dari tokubetsu kkatsudo yang dalam arti harfiahnya adalah periode yang mencakup aktivitas non kognitif. Di dalamnya ada kegiatan toban dan kakari, yaitu menghidangkan makan siang, mencuci piring, dan membersihkan kelas secara berkelompok. Saya kira ini program yang lebih penting untuk memitigasi sampah yang tertumpuk efek samping dari program makan gratis.
2. Studi banding penghijauan dan pengelolaan hutan
Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai masalah dalam mempertahankan luas hutan dan lahan hijau. Menurut BPS, selama periode 2017-2021, luas hutan di Indonesia berkurang 956.258 hektar. Banyaknya pembalakan liar dan perusahaan tambang yang membuka lahan untuk penambangan, serta lambatnya proses reboisasi membuat kondisi penyusutan luas hutan di Indonesia tidak terelakkan.
Untuk itu, saya sarankan anggota DPR, daripada studi banding sistem makan dan susu gratis, studi banding pengelolaan hutan ke Prancis. Mengapa Prancis? Negara Prancis termasuk dari satu dari beberapa negara di Eropa yang mempunyai sistem pengelolaan hutan yang bagus. Jika luas hutan di Indonesia perlahan tapi pasti tergerus dan terkikis tiap tahun, hutan di Prancis justru semakin luas. Sejak tahun 1990 hingga 2015, luas hutan di Prancis bertambah luasnya sebesar 7%.
Jepang juga bisa menjadi destinasi studi banding kehutanan yang representatif. Jepang pernah mengalami krisis penggundulan hutan sangat parah di abad ke-17 karena penggunaan kayu yang berlebihan untuk bahan bangunan, juga karena kebakaran hutan. Namun, dengan program dua arah dalam melindungi hutan yang melibatkan masyarakat dan undang-undang negara, perlahan tapi pasti luas hutan di Jepang terus meningkat. Kini, hingga 70% daratan Jepang adalah hutan.
Studi banding tentang sistem kehutanan di Jepang urgen dan akan sangat bermanfaat bagi Indonesia. Selain untuk mengatasi permasalahan pencemaran udara, hutan yang lebat juga mencegah bencana alam erosi ataupun banjir bandang. Gambaran rimbunnya hutan di Jepang juga merupakan antitesis bagi pemerintah indonesia yang gemar membuka lahan untuk pembangunan. Jepang membuktikan bahwa pembangunan dan modernisasi tidak berarti harus mengurangi lahan hijau.
3. Studi banding sistem pendidikan gratis
Di saat negara-negara di dunia sudah mulai menggratiskan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, Indonesia malah masih dilanda masalah pendidikan mahal dan UKT yang semakin naik. Sekolah gratis yang dulu pernah digembar-gemborkan negara seolah menguap perlahan digantikan oleh sekolah-sekolah berbiaya mahal.
Untuk itulah saya menyarankan anggota DPR studi banding ke Jerman, Prancis, Slovenia, Denmark, dan Norwegia. Kampus negeri di negara-negara tersebut tidak dipungut biaya alias gratis sepenuhnya. Mampu menjalankan sekolah gratis sekaligus berkualitas tentunya butuh strategi yang mungkin rumit, tapi bukan berarti tidak mungkin untuk diterapkan di Indonesia.
Baca juga:
Saya kira tiga usul tema studi banding di atas akan lebih urgen dan substansial daripada program makan siang gratis. Indonesia Emas 2045 tidaklah mungkin tercapai jika negara kita masih penuh dengan sampah, tandus, dan pejabat pemerintahannya menganggap pendidikan sebagai kebutuhan tersier.
Editor: Emma Amelia