seorang biasa yang punya hobi belajar menulis dan sedang iseng membantu riset di Pusat Kajian Otonomi Daerah

Takut OTT, Tak Takut Korupsi

Daniel Pradina Oktavian

3 min read

Ada pernyataan unik dari Bupati Banyumas, Achmad Husein, mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang biasa dilakukan oleh KPK. Ia meminta adanya pemberitahuan dahulu kepada kepala daerah bersangkutan, sebelum dilakukan OTT. Ia juga mengaku takut terjaring OTT. Meskipun belakangan telah diklarifikasi, pernyataannya yang beredar lewat potongan video itu sudah terlanjur ditonton banyak orang.

Ketakutan Bupati Banyumas bisa jadi juga dimiliki oleh banyak kepala daerah lain. Selama ini, OTT yang dilakukan KPK memang banyak meringkus kepala daerah yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang umumnya terkait penyuapan. Penyuapan yang dimaksud sering berkaitan dengan proses perizinan yang ada di daerah. Hal ini membuat kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun walikota, harus ekstra hati-hati dalam menjalankan roda pemerintahan.

Kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan di daerah tentu memiliki kewenangan yang besar. Kewenangan yang besar ini memicu kekawatiran adanya penyalahgunaan kekuasaan dengan bertindak korup. Seperti kata John Acton, power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Maka,diperlukan berbagai instrumen yang mengatur tata kelola pemerintahan, agar kewenangan yang dimiliki kepala daerah dapat digunakan secara adil, proporsional, dan bertanggung jawab. Berbagai instrumen juga dipakai untuk mengukur kinerja pembangunan daerah di beragam aspek. Semuanya ini harus dijalankan kepala daerah sesuai dengan amanat otonomi daerah yaitu pembangunan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, peningkatan pelayanan umum, dan peningkatan daya saing daerah.

Dalam hal ini ancaman operasi OTT KPK bisa dilihat sebagai bagian dari pengawasan serta checks and balances terhadap besarnya kekuasaan para kepala daerah sehingga ada deterrent effect buat mereka untuk melakukan korupsi.

Menimbang hal tersebut, tentu pekerjaan kepala daerah tidaklah ringan. Selain harus memenuhi beragam instrumen dan pengukuran, kepala daerah juga dihadapkan dengan pengawasan yang berlipat dan berbagai macam tuntutan masyarakat. Kita tahu bahwa dinamika otonomi daerah berjalan begitu cepat dan banyak hal tak terduga terjadi. Maka wajar jika ketiga amanat otonomi daerah tadi, tak sekaligus dapat dicapai. Apalagi, pembangunan daerah yang dilakukan harus memperhatikan agenda pembangunan nasional yang disusun, baik jangka menengah maupun jangka panjang.

Mahar dan Mahalnya Ongkos Politik

Selain bagian dari aparat negara yang mempunyai kewajiban untuk Kita tahu bahwa jabatan kepala daerah juga merupakan jabatan politik. Kepala daerah dipilih dan ditetapkan melalui mekanisme pemilihan umum. Cara ini yang membuat ongkos politik begitu mahal. Apalagi, sebagian besar dari calon kepala daerah yang pernah ada, berasal dari partai politik. Kepala daerah terpilih seperti memiliki kewajiban untuk melunasi berbagai utang politik yang telah berhasil menyokongnya.

Sebagai negara demokrasi, kita tak bisa dengan mudah menghindari ekses tersebut. Demokrasi mensyaratkan partisipasi masyarakat yang besar yang diakomodasi oleh partai politik melalui sistem proporsional terbuka seperti pemilihan umum. Maka, politik transaksional seperti ini akan terus hidup selagi demokrasi diwujudkan dengan modal politik yang besar. Runtutan ini membantu kita untuk sedikit memahami mengapa banyak kepala daerah yang merasa harus menerima suap atau mencuri uang negara, serta dengan mudahnya banyak dari mereka tertangkap tangan menerima suap ataupun tindak pidana korupsi lainnya.

Namun, bukan berarti tulisan ini hendak menormalisasi perilaku korupsi kepala daerah ataupun memakluminya. Tidak juga untuk tidak mendukung OTT yang dilakukan KPK. Kita sepakat bahwa korupsi merupakan kejahatan yang merugikan dan perlu upaya pemberantasan yang serius. Lalu, bagaimana menghadapi realita politik sedemikian rumitnya di atas?

Evaluasi Otonomi Daerah

Selain menggariskan kewenangan urusan pemerintahan, otonomi daerah juga menggariskan demokratisasi dalam pelaksanaannya. Maksudnya, pemerintah pusat juga menjamin keleluasaan kepala daerah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Sayangnya, seringkali pemerintah pusat lebih dominan dan banyak mengambil alih pembangunan. Sinergitas pembangunan bukan lagi dimaknai sebagai sebuah keselarasan, melainkan kesamaan pembangunan. Hal ini sangat memberatkan daerah yang pastinya memiliki cita-cita pembangunan yang kontekstual dalam koridor undang-undang.

Demokratisasi harusnya juga menjamin adanya partisipasi aktif kepala daerah dalam sinergitas pembangunan. Kepala daerah memiliki ruang untuk menyampaikan perspektif pembangunan demi terwujudnya tiga amanat otonomi daerah. Jika pembangunan yang dilakukan selalu menggunakan prioritas-prioritas terpusat, banyak daerah hanya akan gigit jari dan tidak menikmati kue pembangunan yang berjalan. Padahal, berbagai instrumen kebijakan dan instrumen pengukuran kinerja pembangunan, banyak dibebankan kepada daerah. Kalau sudah begitu, daerah dan masyarakat lokal hanya akan menanggung kerugiannya. Kepala daerah yang terhimpit situasi demikian mengalami dilema yang besar. Maka, kecenderungan untuk melanggar ketentuan yang ada akan sangat besar.

Perbaikan tata kelola otonomi daerah juga harus dimulai dari penyederhanaan pemilihan umum. Pemerintah perlu mencari konsensus yang tepat agar pemilihan umum yang dilaksanakan berbiaya yang rendah dengan tetap menghadirkan calon berkualitas. Pemerintah perlu menetapkan ambang batas biaya kampanye agar tidak terjadi timpang relasi modal. Biaya kampanye yang tak terbatas hanya akan menguntungkan calon kepala daerah dengan modal besar yang dengan mudah mendulang popularitas. Sedangkan calon kepala daerah lain yang bermodal rendah tidak akan mampu bersaing. Ambang batas biaya kampanye juga akan membuat ruang kompetisi menjadi lebih ketat dan sehat.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan penguatan antarlembaga terkait dengan upaya pencegahan politik uang dan mahar politik. Pemerintah harus dengan tegas melakukan intervensi terhadap partai politik dalam pencegahan terjadinya politik uang dan mahar politik yang harus dibayarkan bakal calon kepala daerah. Pemerintah, melalui instansi terkait, juga harus melakukan pengawasan ketat agar kepala daerah yang dihasilkan tidak memiliki utang politik yang harus dibayar selama menjabat. Upaya memutus lingkaran setan ini memang perlu usaha keras dan rumit. Tapi, jika hal ini berhasil, ketakutan Bupati Banyumas kecil kemungkinan terjadi, kecuali memang sudah ada niat jahat untuk melakukan korupsi atau menerima suap untuk memperkaya diri sendiri.

Daniel Pradina Oktavian
Daniel Pradina Oktavian seorang biasa yang punya hobi belajar menulis dan sedang iseng membantu riset di Pusat Kajian Otonomi Daerah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email