Pernah makan belut

Surat Terbuka untuk Windah Basudara, Calon Menkominfo

Gusti Aditya

4 min read

Halo, Bang Windah!

Perkenalkan, saya adalah salah satu Bocil Kematian yang tiap sarapan selalu sambil menonton replay streaming Bang Windah. Ketika kanal YouTube Bang Windah diretas sampai-sampai semua video Bang Windah hilang, saya tidak sarapan selama beberapa hari. Ketika tidak ada live streaming juga, saya bingung hendak absen ke mana. Bagi Bocil Kematian seperti saya, sarapan tanpa nonton replay streaming Bang Windah sama saja seperti sayur tanpa garam—hambar.

Baca juga:

Saya juga menentang Komunitas Bocil Caper Indonesia (KCI). Jadi, suara saya tidak terafiliasi dengan KCI. Saya pun tidak ikut aksi report massal apa-apa yang membuat Bang Windah dirugikan. Bagi saya, aksi report massal untuk merespons peretasan kanal YouTube Bang Windah justru membuat nama Bang Windah tercemar dan imej komunitas Bocil Kematian amat toksik. Sebagai Ketua Komunitas Bocil Kematian Cabang Bantul, saya menyayangkan hal tersebut.

Intinya, suara saya lahir dari kejujuran, ya, Bang. Dalam rapat mendadak dan mendesak dengan Komunitas Bocil Kematian Cabang Bantul dan beberapa kabupaten lainnya, serta rapat besar dengan Bocil Sus, Bocil Replay, Bocil Boros, dan Bocil Sebut Nama, kami sepakat untuk satu suara: Windah Basudara untuk Menkominfo selanjutnya!

Suara itu lahir dari muara, Bang. Kami semua prihatin dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang malah dipegang oleh orang yang pah-poh masalah komunikasi dan informasi. Jujur, ini miris sekali. Lantas, kenapa kami mengajukan nama Bang Windah?

Kata mereka yang pernah magang di Kominfo, untuk bisa jadi bagian dari kementerian itu tidak harus pintar dan melek teknologi. Cukuplah bisa main Zuma—Bang Windah malah sudah pernah menamatkan gim ini, ‘kan? Kalau kualifikasi bisa main Zuma terlalu sepele, saya yakin orang-orang di sana juga bisa memasukkan kabel USB ke PC—ini pun Bang Windah jelas amat bisa.

Kualifikasi berikutnya mungkin orang-orang di kementerian itu harus bisa mengoperasikan telepon dan hafal nomor telepon penyedia jasa servis komputer. Menurut keterangan mereka yang pernah magang di Kominfo, kasus internet mati karena kabel LAN tercabut di sana bukannya diatasi dengan mencolokkan lagi kapel yang tercabut, tapi malah memanggil teknisi.

Dari anekdot-anekdot itu, saya paham bahwa syarat untuk menjadi bagian dari Kominfo gampang sekali. Tidak perlu menguasai HTML, JavaScript, maupun bahasa pemrograman lain yang mendukung kustomisasi aplikasi. Teknisi jaringan di sana juga tidak perlu paham konsep OSI Layer, routing, dan VLAN. Mereka juga tidak harus paham mikrotik dasar karena masalah apa pun bisa selesai hanya dengan menghubungi teknisi dari luar.

Sebagai streamer yang acap dimaki-maki oleh penontonnya, Bang Windah tentu sudah hapal masalah-masalah minor dalam live stream. Bahkan, kejadian kena retas oleh hacker internasional pun Bang Windah bisa mengatasi. Urusan memasang kabel LAN, saya kira Bang Windah tidak akan kesulitan.

Kanal Youtube Bang Windah yang diretas saja bisa pulih kembali. Ini karena Bang Windah mengedepankan aksi, bukan cuma omong kosong. Bang Windah tentu juga tidak sekonyol itu untuk bilang ke hacker, “Kalau bisa, jangan menyerang!” layaknya Dora dalam kartun Dora the Explorer yang menyuruh Swiper si Pencuri membatalkan aksinya dengan kata-kata andalan, “Swiper, jangan mencuri! Swiper, jangan mencuri!”

Bang Windah juga paham permasalahan dunia internet kiwari. Tidak seperti bapak-bapak sok milenial yang manfaat Steam dan PayPal bagi generasi muda dan para freelancer saja tidak tahu. Bang Windah hidup bersama kami, freelancer (pekerja lepas) yang mengais dolar memakai PayPal. Bang Windah tidak mungkin mencetuskan kebijakan norak semacam memblokir PayPal.

Sama seperti kami, Bang Windah berasal dari generasi yang memerlukan akses internet cepat, bukan generasi yang menganggap lumrah pembredelan media-media karena tidak sesuai dengan selera pihak atas. Nama boleh sudah berubah jadi Kementerian Komunikasi dan Informatika, tapi tindakannya tidak jauh berbeda dengan leluhurnya—Departemen Penerangan—yang hobi memberedel media. Bisanya cuma asal memblokir situs, tapi tidak bernyali menyenggol mafia judi online.

Bang Windah tentu paham, ‘kan, apa bedanya permainan, judi, dan gacha? Bapak-Ibu Pegawai Kominfo yang sekarang mana paham bedanya tiga hal itu. Wong QiuQiu saja dianggap permainan, kok. Untung mereka tidak kenal dengan yang namanya Draw Party Box Mobile Legends, Sugo Festival One Piece Treasure Cruise, dan sebangsanya. Maklum, sih, orang tua paling tahunya cuma Zuma.

Steam, tempat mengunduh gim secara legal, pernah kena sikat kebijakan asal blokir Kominfo. Sementara itu, situs judi online seperti Topfun, Ludo Dream, dan Pop Poker justru lolos dari blokir. Ini apa coba namanya kalau bukan mendukung judi online? Oh, iya, judi online itu, kan, tergolong permainan menurut Kominfo. Pantas saja, hidup freelancer seperti kami yang penuh pertaruhan ini mereka main-mainkan sebagai bahan perjudian.

Baca juga:

Masalah tidak berhenti di judi online. Masih ada pinjol yang semakin keji menancapkan cakar-cakarnya pada masyarakat kelas bawah seperti kami. Tawaran pinjaman dan penipuan via telepon datang silih berganti menggoda jiwa miskin kami. Saat kami bisa berpikir agak jernih di tengah impitan urusan finansial, ingin rasanya mendesak Kominfo untuk melacak dan memblokir nomor-nomor pinjol dan penipuan. Memblokir Steam dan PayPal saja mampu, masa memblokir nomor penipu dan pinjol ilegal saja tidak bisa? Atau, jangan-jangan… Ah, sudahlah.

Juga, mana tanggung jawab Kominfo atas pemerataan internet hingga ke seluruh pelosok negeri? Di Jogja, bergerak beberapa kilometer ke selatan dari pusat kota saja koneksi internet sudah ndlap-ndlup. Koneksi internet yang baik dan stabil jauh dari kata merata. Ini masih di Pulau Jawa, lantas bagaimana dengan pulau lainnya?

Kemudian, gimana dengan masalah kebocoran data? Kominfo getol menggaungkan yang canggih-canggih seperti metaverse dan 4.0, tapi tidak paham dasar-dasar etika dan keamanan berinternet. Pihak-pihak berkuasa enteng melakukan doxxing, bahkan membiarkan adanya jual-beli data pribadi masyarakatnya. Dihadapkan dengan hacker seperti Bjorka pun para boomer di Kominfo masih bisa berlagak tengil tanpa solusi. Kalau Kominfo abai begini, ke mana kita bisa menuntut internet yang aman dan bebas dari perundungan?

Bang Windah sering plesir ke Bali dan Jogja. Saya duga, ini adalah upaya Bang Windah untuk melakukan survei secara diam-diam. Hasil surveinya bisa untuk mengonfirmasi dugaan bahwa internet cepat adalah kebutuhan mutlak bagi banyak orang di berbagai daerah. Omong kosong bila kebutuhan akan akses internet yang bisa diandalkan berbeda-beda antara daerah satu dengan daerah lainnya.

Bang Windah pernah jaga warnet sehingga pasti paham betul apa-apa saja yang sering dikeluhkan oleh para pengunjung warnet. Bang Windah sudah kenyang dimaki-maki maupun diprotes halus perkara teknis di warnet. Mau tidak mau, Bang Windah harus menanggapi semua itu dengan solusi, bukan malah meretas WhatsApp pengunjung warnet yang menyampaikan keluhannya. Perkara mengelola krisis dan bersinggungan dengan “pelanggan” tentulah Bang Windah lebih bijak ketimbang para pejabat Kominfo sekarang.

Baca juga:

Hidup dan kerja Bang Windah bukan untuk kemewahan. Bang Windah hanya ingin menghibur orang lain dan membuat diri Bang Windah sendiri bahagia. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika yang sekarang kekayaannya bertambah 1,2 miliar rupiah selama setahun belakangan. Padahal, kita semua tahu, kinerjanya haduh sekali.

Menghibur bocil-bocil seperti kami, Bang Windah tentu ahli. Mengurus masalah komunikasi dan informasi di Indonesia yang kelihatannya tidak butuh kualifikasi harus pintar IT, Bang Windah tentu jauh lebih ahli. Untuk itu, saya usulkan adanya petisi agar Windah Basudara jadi Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia berikutnya. Bagi yang setuju, ketik “Brando Windah for Menkominfo” pakai emot!

 

Editor: Emma Amelia

Gusti Aditya
Gusti Aditya Pernah makan belut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email