Siul Burung Kenari dan Puisi Lainnya

WD Gafoer

1 min read

Seperti Kalimat Itu

ingin sekali kutulis kalimat yang tak terlalu berliku, yang tak tentu-tentu
tetapi, bahkan nasibku; nasib puisi-puisiku masih tak kutahu ke mana menuju
ingin sekali kucintaimu dengan cinta yang tak selalu berlalu melulu begitu
tetapi, bahkan hatimu tak kutahu pada perahu mana kan kau labuhkan semua ragu
sebegitu inginku kekasihku, sungguh-sungguh mencintamu
dengan cinta berliku yang tentu, tak tentu-tentu, bertalu-talu; terus menerus
seperti kalimat ini dan itu dan aku dan makna yang akan selalu meluruh mewaktu

Siul Burung Kenari

mari redup ke dalam sepi
yang tak boleh jemu
oleh siul burung kenari
biar malam meleraimu sampai
sirna bersama-Nya yang terakhir
karena telah kau sebut namaku
dalam mimpimu malam itu
bagaimana dapat kukira, puisi-puisi
akan terselip
di antara gagapmu juga gugupku.
sentuhku juga sentuhmu
nyaris. tak reda-reda. tapi… akhirnya…
kau hempaskan mata pena ke
sudut sebuah keluh tangis
rintik-rintik, merintih, meluruh,
mewaktu;

melengkung bersama hujan
yang bingung
mari redup ke dalam sepi
yang harus selalu
tak jemu-jemu pikun
tapi kau boleh bertanya-tanya!
bertanya pada api yang mati
ke mana ia pergi setelah-Nya
siul burung kenari

Semua Semata Sementara

semoga kau sahaja dengan milikmu
kini tak seorang di antara kita dapat mereka-reka
bahwa semua semata sementara
kelak kau akan mustahil bertanya
doa macam apa lagi yang harus
kutitip kepada deru ombak; merenungi nafas lautan nun jauh membiru itu
jika kau bukan miliknya tapi milikku
memang semua semata sementara

Gigi Kelinci

aku adalah jam dinding yang melamun
membimbing tidurmu menuju halimun mimpi
melambai-lambai tangan itu untuk foto-foto butut
di tempat sampah—saat jari manismu terluka
tak ada teh hangat pagi ini sayangku!
untuk sedihmu, kuhadiahi detik-detik yang sakit
untuk bahagiamu, kuhadiahi sepi-sepi yang sembuh
nikmatilah belahan roti hangat itu sayangku!
pupur terigu, tabur gula dipeluk ragi dan bibirmu
kunyah ia dengan sungguh-sungguh—
demi gigi-gigi kelincimu,
seruputlah teh hangat ini
lesaplah bersama doa & …
leleplah!

Padamu yang Tak Punya Sepi

bohong? bohong!
setelah pesta kita dilerai seonggok tembakau
dan kisah-kisah klise tentang luka hati dan bunuh diri
tersenyum!
kau sungkup wajahmu dengan kegembiraan semu itu; derita…
bohong? bohong!
perempuan belia yang kau sembunyikan
di lubuk dadamu terhimpit seorang lelaki dewasa yang bertanya pada dunia:
“Besok-besok kita makan apa?”
“Sepi!”, kata perempuan belia
“Tapi ayah-ibu tersedu di tempat tidur, apalagi?”
“Sunyi”, tegas perempuan belia.
setelah pagi terurai dalam serumpun pertanyaan yang menyebrangi masa lalu
batu-batu, kerikil-kerikil, rumput-rumput,
bunga-bunga, lilin dan sisa-sisa api kecil
lantas mengubah wajahmu dengan kegembiraan semu itu;
derita… bohong!
sepi selalu milikmu, selalu

*****

Editor: Moch Aldy MA

WD Gafoer

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email