Andrea Hirata adalah novelis yang dikenal berkat karya fenomenalnya, Laskar Pelangi. Berkat Laskar Pelangi pula dia banyak mendapat penghargaan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Setelah sukses dengan Laskar Pelangi, Andrea Hirata terus menerbitkan karya lainnya, seperti Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov, yang secara garis besar semuanya bercerita tentang kekuatan mimpi. Novel lainnya seperti Padang Bulan, Cinta Dalam Gelas, Sebelas Patriot, serta Ayah, juga banyak bercerita tentang perjuangan dalam hidup dan diselingi kisah romansa.
Sirkus Pohon yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka tahun 2017 sedikit berbeda. Ia lebih imajinatif, lebih kaya konflik, dan yang mengejutkan, buku ini tidak hanya berisi pesan kehidupan, seperti mimpi dan percintaan saja, di dalamnya ada isu politik yang disampaikan dengan komedi yang begitu cerdas. Seperti yang dikatakan langsung oleh Andrea Hirata,”fiksi adalah cara terbaik menceritakan fakta.”
Sirkus Pohon memiliki tiga tokoh utama yaitu Hobri, Tegar, dan Tara. Seperti biasa Andrea Hirata di sini masih menampilkan permasalahan terkait kemiskinan dan pendidikan. Kehidupan Hobri, Tegar, dan Tara tidak baik-baik saja. Hobri hanya lulusan SMP sedang pusing mencari pekerjaan tetap untuk membanggakan Ayahnya dan agar tak dihina oleh adiknya, Azizah. Karena diusia yang sudah 28 tahun masih menumpang di rumah Ayahnya dan pekerjaannya hanya sebagai seorang kuli serabutan di pasar, itupun masih harus bersaing dengan lulusan SMA.
Baca juga:
Kemudian Tegar, anak laki-laki tertua dalam keluarganya yang harus menanggung beban hidup akibat perceraian orangtuanya. Ibunya kehilangan semangat hidup setelah ditinggal ayahnya, hanya melamun sepanjang hari. Selain itu Tegar juga masih harus memikirkan adik-adiknya. Selanjutnya ada Tara, anak perempuan yang nasibnya kurang lebih seperti Tegar, menjadi korban perceraian orangtuanya. Hanya saja, Tara sedikit beruntung karena ibunya tetap memiliki semangat hidup dan terus berjuang untuk anaknya.
Novel ini memiliki pesan tentang pentingnya memiliki keinginan dalam hidup. Seperti dikatakan salah satu tokohnya yang bernama Hobri, “kemauan adalah segala-galanya dalam hidup ini. Tanpa kemauan, orang tak dapat terkejut, curiga, iri, cemburu, gembira, mellow, golput.”
Dalam Sirkus Pohon juga dikisahkan bagaimana Tegar dan Tara dua orang anak yang menjadi korban broken home, hidup bersama ibu yang ditinggalkan oleh ayah mereka, namun terus bertahan hidup dengan tetap memegang mimpi-mimpinya.
“Hukum pertama bumi: gravitasi selalu menjatuhkan! Namun mereka memegang teguh hukum pertama manusia: elevasi selalu bangkit kembali.”
Meskipun pada awalnya kisah antara Hobri, Tegar, dan Tara terpisah pada akhirnya mereka bertiga bertemu dalam satu pekerjaan, yaitu sirkus keliling. Mereka tergabung dalam satu kelompok sirkus keliling bernama Blasia. Dari sirkus mereka mampu melihat sisi-sisi indah dari segala sesuatu, termasuk kepahitan hidup. Dari sirkus mereka belajar bahwa jiwa berani membuat mereka selalu berbesar hati. Dan jiwa menghargai membuat mereka memendam mimpi besar untuk menciptakan masterpiece.
Kisah romansa adalah suatu hal yang sulit dipisahkan dari novel. Andrea Hirata menyuguhkan kisah tentang kekuatan cinta pertama. Ada tiga tokoh yang terus berjuang dan bertahan pada keyakinannya bahwa mereka akan bertemu kembali dengan cinta pertama mereka. Mereka adalah Hobri alias Sobrinudin bin Sobirinudin yang harus sabar menunggu cinta pertamanya. Hobri dengan sabar selama dua musim terus bersabar menuggu Dinda. Dinda yang tiba-tiba menghilang saat hari pernikahannya dengan Hobri, selang beberapa hari dia ditemukan dalam keadaan linglung, tidak mengeluarkan sepatah-katapun kepada siapapun.
Sedangkan Tara jatuh cinta pada Pembela, terus mencari cinta pertamanya tersebut dengan mengandalkan kemampuannya melukis wajah. Tegar yang jatuh cinta pada Si Layang-layang, terus mengejar cinta pertamanya tersebut, dengan hanya mengandalkan ingatan tentang aroma tubuh dari gadis yang digilainya tersebut dibantu seorang teman yang memiliki kemampuan penciuman yang tajam bernama Adun.
Dalam kisah tersebut digambarkan bahwa orang jatuh cinta sebenarnya jatuh cinta dengan imajinasinya sendiri. Dan sering kali orang yang sedang jatuh cinta gemar melakukan hal-hal bodoh. Seperti Tara yang dengan sengaja membuat ban sepedanya kempes, agar memiliki alasan untuk bertemu montir sepeda di bengkel, namun apesnya bengkel tersebut tutup dan dia harus berjalan sambil menuntun sepedanya sampai rumah yang jaraknya kurang lebih 4 km.
Terkait isu politik, Andrea Hirata menciptakan sebuah kisah konspirasi di balik sebuah pemilihan kepala desa. Dalam kisah ini banyak diceritakan intrik-intrik dalam dunia politik (yang banyak dilakukan oleh politisi di Indonesia), namun disampaikan dengan komedi. Gastori adalah seorang rentenir rakus bin tamak yang sangat berambisi menjadi kepala desa, namu gagal. Lebih parah lagi, yang berhasil mengalahkannya adalah Debuludin, kandidat yang tidak diperhitungkan sama sekali.
Debuludin adalah seorang calo yang ditinggal isterinya, tidak memiliki program apa pun untuk memajukan desa, karena memikirkan hidupnya saja sudah susah. Namun ia berhasil mengalahkan Gastori dalam pemilihan kepala desa. Selain itu banyak celetukan yang berisi kritik namun dibalut komedi dari tokoh-tokohnya. Seperti yang celetukan Gastori,”Bukannya bekerja, kau terlalu banyak bertukar pikiran. Akibat kau sering bertukar pikiran, pikiranmu sudah tertukar dengan sapi-sapimu.”