Aku tak percaya lagi dengan apa yang kau beri/
Aku terdampar di sini tersudut menunggu mati/
Aku tak percaya lagi akan guna matahari/
Yang dulu mampu terangi sudut gelap hati ini.
Byurrr….
Kenapa ada derita bila bahagia tercipta/
Kenapa ada sang hitam bila putih menyenangkan.
Plung….
Aku pulang. tanpa dendam/
Kuterima kekalahanku/
Kusalutkan kemenanganmu.
Jeburrr….
Baiklah, itu sudah cukup. Matikan keran air ledingnya, sekarang saatnya kamu berhenti. Bukan, ini bukan soal kesedihanmu. Sampai saat ini kamu punya hak untuk menyangkal kenyataan berat yang sedang kamu hadapi. Tapi, di luar kamar mandi, ibumu menahan pipis sejak setengah jam yang lalu. Ibumu sudah membawa palu besi yang ia dapatkan dari laci pertukangan mendiang bapakmu.
Kakak perempuanmu sudah berteriak kepadamu sebanyak lima kali. Teriakannya yang terakhir sudah berisi kata-kata yang tidak akan masuk ke dalam KBBI. Segera bersihkan tubuhmu dari sabun. Letakkan timbamu di tempatnya. Dan cobalah membesarkan hatimu untuk berhenti berharap bahwa lagu Berhenti Berharap-nya Sheila on 7 akan memberimu harapan.
Mantan kekasihmu baru putus denganmu dua bulan yang lalu, perempuan yang kamu kagumi seperti kekaguman para maniak batu bacan. Dia akan menikahi laki-laki berponi, si expert jounin dalam gim Ninja Saga. Sore nanti, akad nikahnya akan digelar dan namamu tertera dalam undangan, dikirim lewat pesan WhatsApp. Hatimu memang hancur tapi raihlah handukmu dan keluarlah dari kamar mandi, sekarang juga. Sebentar lagi ibumu akan menjelma Jack Torrance dalam film The Shining.
“Kau lama sekali, tongolo.” Begitu ibumu berkata sebelum membanting pintu kamar mandi.
“Kau pikir kamar mandi itu ruang karaoke. Kukasi taukko nah, air keran yang kosso-kosso saja jauh lebih merdu dari suaramu,” dan itu yang dikatakan kakakmu.
Kamu sudah berusaha untuk membagikan kepada mereka tentang kesedihan yang kamu alami dan berharap mendapatkan belas kasihan. Tapi, kamu tahu, mereka pasti akan menjawabnya seperti ini: Ibumu akan berkata, “sudah kubilang dari dulu kau itu hanya dijadikan tukang ojek gratisan.”
“Makanmie itu mantelnya yang kojahit sampaiko habiskan dua gulung benang,” dan kakakmu akan mengungkit momen yang sangat tidak laki-laki itu.
Menangis? Boleh saja. Tapi akan jauh lebih baik jika kamu nikmati kesedihanmu seperti mendiang bapakmu menikmati lagu-lagu Iwan Tompo setiap pagi. Sura’ Tappu Singainta atau Pamma’risinnu. Biarlah air matamu tersimpan dalam lirik-liriknya yang kuat. Sepeninggal bapakmu, kamu menjadi satu-satunya laki-laki di rumahmu. Mendiang bapakmu pernah bilang, “lukamu adalah lukamu bukan luka orang lain.”
Usap rambutmu. Keringkan tubuhmu. Berpakaian. Bersisirlah. Jemur handukmu di luar, sinar matahari masih cukup terik. Awan mendung masih cukup jauh di ufuk timur. Prakiraan cuaca pada hari Minggu menduga akan hujan sore nanti, dan kamu berharap bencana datang karenanya. Kemungkinan besar pernikahan mantan kekasihmu akan dibatalkan. Tapi, sialnya, meski lukamu sudah sangat dalam, kamu masih sangat menyayangi mantan kekasihmu itu.
Setelah berpakaian, lebih baik sekarang kamu duduk dan menenangkan diri di meja belajarmu. Kamu harus mulai mewajarkan keadaan dan mengganti fase penyangkalanmu ke fase penerimaan diri. Bersyukurlah, karena kamu pernah mempelajari buku Elisabeth Kübler-Ross yang berjudul On Death and Dying. Kamu harus melompati tahap kemarahan dan perdebatan. Lalu mulai melapangkan dada dengan berpikir bahwa kamu bukan orang pertama yang gagal dalam percintaan.
Ingatlah sahabatmu—laki-laki bucin kualitas 24 karat itu. Kamu pernah berkata kepadanya, “cinta akan lebih berani daripada yang lain setelah tergelincir ke dalam kenangan. Seperti perenang amatir yang pernah tenggelam di mata lautan.”
Anjing. Umpatmu. Kamu jijik dan senyum-senyum sendiri mengingat nasihatmu yang kamu lucuti dari puisi Kebangkitan Roberto Bolano, kepada sahabatmu yang juga ditinggal nikah. Kamu jadi tahu, nasihat itu omong kosong.
Kamu boleh menyalakan laptopmu, tapi jangan membuka folder 1010 itu lagi. Kamu sudah cukup melihatnya. Folder yang kamu namakan dari tanggal jadianmu bersama mantanmu itu hanya berisi gambar-gambar kalian berdua, para cules Barcelona, maniak Blaugrana yang menjunjung tinggi mes que un club. Kamu melihat pose-pose di dalam folder itu; berpelukan, beradegan tik-tok, ber-boomerang, duduk berdampingan, saling menggenggam tangan dalam balutan baju yang selalu couple, didominasi seragam biru merah tim Barcelona, dari berbagai latar tempat hiburan dan wisata yang menghabiskan seluruh tabunganmu. Semakin kamu melihat pose itu, wajahmu terlihat sama buruknya seperti kekalahan Barcelona dari Liverpool pada pertandingan leg kedua Liga Champions 2019.
Kamu sebaiknya menghapus folder itu. Setidaknya penyimpanan laptopmu bisa bernapas lebih lega, sebanyak 8 GB. Lagi pula kamu sudah pernah membaca kalimat David O Seiznik, tentang fotografi. Jika mengikuti konteksmu kurang lebih kata-katanya akan seperti ini: “Setelah kehidupan dipotret, kehidupan yang asli telah berakhir.”
Kehidupan yang berlangsung setelahnya hanyalah simbol-simbol yang diromantisasi. Folder 1010 itu, tidak lagi memiliki ruang. Hal yang tersisa hanyalah eksterior yang dapat dinikmati dari luar. Dengan kata lain, folder itu tak lebih dari sekadar folder sampah yang tidak akan menambah apa pun lagi ke dalam hatimu.
Menghayati kata-kata David O Seiznik juga akan mendidikmu untuk tidak meluapkan amarahmu seperti para fetis pengecut yang membagikan seluruh aib mantan kekasihnya ke media sosial. Jangan pernah melakukannya, realitas virtual akan menghancurkanmu, lagi pula kamu tidak sebodoh itu.
Di folder itu kamu mengeklik kanan dan mengarahkan kursor ke kotak delete. Kamu menyiapkan jari telunjukmu di atas mouse. Jantungmu berdetak kencang seperti piston mobil balap. Dadamu lalu panas. Kenangan-kenangan dari masa lalumu tampil satu persatu. Kamu tersenyum tetapi juga marah. “Kupikir dia emas dalam genggamanku, tapi rupanya tembaga di timbangan,” pikirmu saat memaknai janji kalian berdua, sambil menimpalinya dengan kata umpatan “cilaka”.
Kamu menarik jari telunjukmu dari ujung mouse ke dalam kepalan tinju. Kamu memukul permukaan meja dengan keras yang membuat ibumu kaget dan hampir membuatmu babak belur. Tidak apa-apa. Kamu bisa mencobanya lagi nanti.
Tinggalkan laptopmu di dalam kamar. Bukan ide yang buruk untuk menenangkan diri dengan sekaleng Coca-Cola dari dalam lemari es. Referensimu soal minuman keras sama sekali tidak ada. Pengetahuanmu soal zat-zat psikotropika, nol besar. Rokok terakhir yang kau isap hampir membuatmu dihapus dari kartu keluarga. Mencoba semua itu sekarang karena alasan patah hati sudah cukup terlambat. Lagi pula Coca-Cola dingin sudah memberimu glukosa kapitalisme yang lebih dari cukup untuk merusak organ dalam tubuhmu. Nikmatilah produk itu sambil duduk di sofa dan tenangkan dirimu.
Jangan mencoba meraih ponselmu. Karena kabar pernikahan mantan kekasihmu, sejak kemarin pesan-pesanmu di WhatsApp menumpuk. Ditambah lagi teman mantan kekasihmu adalah temanmu juga, ucapan bela sungkawa yang datang menjadi berlipat ganda. Pesan dari teman-teman seangkatanmu di kampus di dalam grup “Filsafat Tikung Kiri Gas Poll” sudah mewakili pesan lainnya.
“Kami turut berduka cita atas nasib motor Honda 125 cc-mu yang telah ditikung Vespa Sprint 150 cc-nya. Jangan terlalu dipikirkan kawan. Masih banyak jie tikungan lain.”
“Kami atas nama pemerintah akan mencabut subsidi BBM premium Anda, setelah Anda membuang-buangnya sepanjang jalan, selama empat tahun lebih. Kami berharap Anda beralih ke bahan bakar non subsidi. Masih banyak jomblo miskin yang butuh makan”
“Kukirimkan lagu Lapang Dada untuk hatimu yang sangat Betapa agar Pasti Kau Bisa Berhenti Berharap menjadi Asal Kau Bahagia atau Benci Untuk Mencinta yang kau nyanyikan secara Naif di story WhatsApp-mu. Ingatlah Sheila on 7 selalu lebih easy listening untukmu yang patah hati.”
“Kau ingat nasihatmu, cinta lebih berani daripada bla bla bla. Sekarang mutau mie rasanya, toh. Sakit, njim. Tapi relakan saja.”
Masih ada;
“Patah hati boleh saja. Tapi jangan pernah berteriak Tuhan Telah Mati di tengah-tengah pasar. Ingatlah keluargamu. Lagi pula bulu kumismu tidak cukup Nietzschean untuk menjadi Ubermensch. Singkirkan obsesimu untuk menjadi Zarathustra, kami tidak ingin melihat wajahmu viral di media sosial.”
“Meski kau selalu mengataiku sebagai maniak mistisisme tapi sekarang kau tahu dunia bukan hanya soal ukuran positivistik. Sudah kuperingatkan, begitu tabunya mengajak kekasihmu ke Bantimurung sebelum kau menikah. Lihat hasilnya, aku harap dengan cobaan ini kau bisa segera bertobat dari positivisme dan mulai membaca Heidegger.”
“Hala Madrid! Wkwkwkwkwk.”
Biarkanlah WhatsApp munumpuk pesan-pesanmu. Biarkan teman-temanmu mengirimkan bejibun bela sungkawa dengan cara yang brengsek untuk menghiburmu secara jujur. Daripada melihat mereka tampil sebagai elit-elit oligarki yang akan memakanmu bulat-bulat tanpa permisi.
Lewat cara mereka menghiburmu kamu bisa merasakan cerita pendek Fernando Sorentino yang berjudul Going Back to Our Roots, bahwa apa yang kamu dengar di awal akan kamu pahami di akhir. Lebih baik kamu merasa dirimu seperti lelaki mabuk dalam cerita pendek You Were Perfectly Fine-nya Dorothy Parker. Untuk sementara biarkanlah orang lain menjelaskan dirimu. Kamu akan baik-baik saja.
Sore telah tiba, akad nikah mantan kekasihmu akan segera dilangsungkan dan sekarang saatnya untuk serius. Kamu menelusuri laman pencarian Google dan mengetik cara menghadiri pernikahan mantan. Salah satu pilihan artikel, dari Hipwee.com akan memberimu Tujuh Tips Elegan Saat Menghadiri Pernikahan Mantan. Singkatnya untuk kebaikan masa depanmu, jangan datang bersama teman-temanmu. Dan walaupun kamu merasa suaramu mirip suara Andrea Bocelli, jangan pernah menyumbang lagu. Jangan membahayakan masa depanmu.
Namun keadaanmu masih riskan. Perasaanmu belum berhenti bergejolak. Kamu perlu siasat jika kamu memang mau menghadiri pernikahan mantan kekasihmu. Untuk membuktikan bahwa kamu akan baik-baik saja seperti yang telah kamu katakan secara terbata-bata, sedetik setelah hubungan kalian putus.
Kamu memang perlu siasat. Akan tidak mudah menghadapi keluarganya. Bapaknya adalah guru SMA-mu untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dialah yang selalu menyapamu dengan kata-kata yang disesuaikan dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Adik laki-lakinya adalah teman mabar-mu di gim Mobile Legend. Ibunya seorang melow yang tidak akan berhenti memelukmu begitu tahu kamu datang. Kamu yang masih punya banyak persediaan air mata bisa dibuat menangis. Agar kamu tidak mempermalukan dirimu, keluargamu dan keturunanmu, kamu harus memiliki siasat.
Pertama, Tanyakan Kepada Dirimu Sendiri Apakah Kamu Ingin Hadir?
Jika tidak, maka kamu harus berhenti di sini. Namun jika iya, maka tegarkan hatimu dan biarkan pikiranmu mengambil alih keadaan. Soal persiapan mental, kamu harus ingat kisah dari mendiang bapakmu tentang seorang matador yang sudah menyiapkan segalanya untuk masuk ke dalam gelanggang. Tapi setelah waktunya tiba, tidak ada banteng yang dikeluarkan dan tidak ada penonton yang bersorak. Kisah aneh itu akan mengingatkanmu agar selalu mempersiapkan diri, apa pun risikonya.
Periksa Tubuhmu Baik-Baik
Jika kamu merasa tubuhmu lelah seperti sedang masuk angin, demam dan batuk, sebaiknya kamu membatalkannya dan tinggallah di rumah saja. Tapi, jika kamu merasa baik-baik saja, kamu berhak melanjutkannya.
Tanyakan Sekali Lagi Kepada Dirimu Sendiri, Apakah Kamu Serius Ingin Hadir?
Jika kamu masih merasa risau dan kamu merasa tidak berhak dilukai, turunkan egomu dan ingatlah pendapat Slavoj Zizek. Ego hanyalah ilusi yang melekat pada konsep individu yang tidak pernah ada. Jika kamu memperluas pemahaman tentang “aku”, kamu akan menyadari bahwa “ini aku” hanyalah bentukan “itu aku”. Dengan kata lain, apa yang terjadi pada dirimu sekarang hanyalah hasil kerja lingkungan di luar dirimu yang akan segera berlalu cepat atau lambat. Sulit memang memahami pendapat Slavoj Zizek sesingkat ini, namun setidaknya kamu sudah memiliki alternatif pikiran untuk mengatasi kerisauan hatimu. Jadi apakah kamu memang ingin hadir?
Baiklah, jika kamu memang bersikeras, kamu harus melanjutkan siasat selanjutnya.
Jangan Lupa Berdandan
Masuklah kembali ke kamar mandi, gunakan sampo dan sabun wajah. Kali ini jangan membuat ibumu menunggu. Lakukanlah sesegera mungkin sebelum kakak perempuanmu ikut campur. Berdirilah di depan cermin, seka tubuhmu, keringkan rambutmu lalu sisirlah baik-baik. Gunakan waterbased pomade agar rambutmu tidak sekaku bulu kucing yang menceburkan diri ke selokan. Beri wajahmu bedak dan usap secara merata. Gunakan deodoran spray dan sedikit lipstik bila perlu.
Dresscode
Ingat! Kamu memiliki siasat, kamu memiliki pesan yang perlu kamu kirim kepada mantan kekasihmu. Teman-temanmu dijamin akan salut, setelah mengetahui bahwa kamu datang ke acara akad nikah mantan kekasihmu menggunakan kaus Real Madrid original bernomor punggung 10 dengan jogger pants hitam dan sneakers putih.
Menambahkan gelang dari bahan stainless steel ke tanganmu bukan ide yang buruk. Di sana kamu akan menjadi pusat perhatian. Bapak dan ibu mantan kekasihmu tidak akan mendekatimu. Kamu jadi tidak perlu repot-repot menjawab sambutan bapaknya dengan bahasa Indonesia-mu yang patah-patah. Dan jika ibumu curiga, kamu bisa mengatasinya dengan alasan menonton siaran ulang pertandingan sepak bola di rumah temanmu.
Kendaraan
Kamu tidak punya pilihan. Kamu harus menggunakan sepeda motor Honda 125 cc yang penuh dengan kenangan itu. Jangan lupa untuk mengantongi sebuah sisir kecil, karena helm reyot yang kamu pakai akan merusak tatanan rambutmu. Menggunakan kaca mata bisa menyelamatkanmu dari serangga kecil di jalan yang bisa merusak seluruh siasatmu hanya karena kelilipan. Melajulah di jalan dengan aman dan berpura-puralah memperhatikan rambu-rambu lalu lintas.
***
Rumah mantan kekasihmu adalah jenis rumah panggung kayu yang diberi cat kuning cerah. Di depannya, ada empat buah mobil yang dibiarkan parkir berjauhan. Beberapa motor bersandar di bawah pohon mangga di belakang masjid yang tidak akan terlihat dari jalan raya.
Parkir motormu baik-baik. Masuklah ke dalam rumah mantan kekasihmu. Cat hitam di pagar rumahnya belum kering. Bau thinner akan menguap ke hidungmu begitu kamu melewatinya. Jangan terlalu dekat ke pagar, bajumu bisa terkena cat.
Langkah pertama setelah memasuki pintu adalah saat-saat yang sangat menegangkan. Akad nikahnya sudah selesai. Sekarang ia sudah sah menjadi istri orang lain. Tidak apa-apa. Tenangkan dirimu. Jangan tundukkan kepalamu, angkatlah dan tatap setiap orang yang menatapmu.
Adik lelaki mantan kekasihmu mendekatimu dan memuji pakaianmu, “Wets Real Madrid jie. Kerenta’ kak,” begitu katanya dan ucapkanlah yoi bro! Lalu ia akan menuntunmu untuk duduk. Beberapa orang yang tidak kamu kenali akan memberimu ruang. Tapi jangan terlalu banyak bicara karena kamu tidak cukup lihai berbasa-basi dengan orang asing. Seperti dugaanmu bapak dan ibunya hanya menatapmu dari jauh, kamu jadi tidak perlu repot-repot bersandiwara.
Tidak usah berdiri mengambil hidangan di meja prasmanan, atau meraih kue di atas meja atau minum dari segelas air. Kamu hanya boleh berada di sana selama setengah jam. Lebih dari itu, kamu hanya merusak siasatmu. Sekarang fokuslah merasakan suasananya. Pasangan pengantin atau mantanmu tepat berada di hadapanmu.
Kamu pernah melihat performance art-nya Marina Abramovic dalam tajuk The Artist is Present. Kamu kagum melihat pertunjukan Marina yang hanya duduk setiap hari dalam rentan waktu tiga bulan di atas sebuah kursi kayu dan membuat siapa saja yang duduk di hadapannya menangis. Kamu berniat menirunya, kamu berpikir bisa mengirim kesenduan yang sama. Kamu sangat percaya, mata adalah jalan keluar bagi rasa sakit yang tidak dapat dikatakan oleh lidah.
Kamu lalu berusaha mencuri perhatian mantan kekasihmu yang sedang sibuk menghindari kehadiranmu. Kamu mengacuhkan suaminya yang sedang sibuk mengipasi dirinya sendiri. Setelah empat kali mencoba menatapnya, ia masih malu-malu. Apabila pada percobaan yang ke tujuh, ia telah menyinggahkan matanya untuk menatapmu, itulah saatnya kamu mengumpulkan semua kenangan dan lukamu ke dalam tatapanmu. Kamu membakar tatapannya dan tidak membiarkannya padam. Ketika matanya mulai berkaca-kaca, kamu lalu menuntaskan tatapanmu dan mengirim pesanmu.
“Yang kini tidak berumah, tidak perlu menegak tiang. Untuk yang tak sampai singgah, bukalah jalan, aku pamit pulang.”
Dan kamu sangat yakin ia akan menangis dan membuat suaminya kebingungan.
Namun, kenyataannya tidak berjalan seperti itu. Untung kalau ia mau menatapmu dalam-dalam. Melambaikan tangan kepadamu saja, tidak. Mantan kekasihmu bertingkah seperti orang yang tidak pernah kamu kenali. Biasanya ia mudah menarik perhatian orang dengan senyumannya yang ajaib. Tapi kali ini, senyumannya justru membuatmu ingin muntah. Kamu tidak tahu lagi apa yang harus kamu lakukan. Setengah jam telah habis. Betismu kesemutan. Lebih baik kamu pulang. Tidak ada siasat yang cocok. Adalah ide yang buruk menghadiri pernikahan mantan.
Jadi sebaiknya, sebagai langkah penutup, pamitlah ke bapak dan ibunya. Jika kamu masih sanggup, salim tangan mereka seperti yang selalu kamu lakukan saat menjemput dan mengantarnya pulang dari kampus. Jika tidak, cukup melambai saja dari jauh. Lalu berjalanlah keluar membelakangi mantan kekasihmu. Atau dalam perspektif lain berjalanlah keluar memunggungi masa lalumu.
Seekor monyet tua dalam cerita pendek Confession of A Shinigawa Monkey-nya Haruki Murakami akan menenangkan hatimu, resapilah sambil kau berjalan keluar, bahwa “cinta adalah api. Darinya para manusia berlomba membuatnya bara agar dapat bertahan di tengah dinginnya kehidupan.”
Jangan menoleh dan teruskan ayunan langkah kakimu, sebarkan kepada semua orang, “Tetapi adakalanya cinta memudar dan padam. Ada yang membekas sebagai makna, ada yang tidak berarti apa-apa.”
***
Editor: Ghufroni An’ars