Setajam Silet, Lidah yang Bercabang Itu

S. Salamun

1 min read

Selembar Kartu Pos

Dari buku Misa Arwah, selembar kartu pos terselip
Ular dalam kepalaku menggeliat
Lidahnya yang bercabang mencoba mencari kata-kata
Penuh Muslihat

Kutulis juga surat untukmu
Dengan kata-kata yang penuh bisa

Aku telah belajar bagaimana
sepucuk surat menjadi senjata
di masa lampau dan
tiga dasawarsa sulur-sulur kuasa
menghunjam begitu dalam.
Teramat tajam

Ah, kehidupan adalah perulangan
kisah-kisah yang telah dituliskan juga
dongeng-dongeng para penghulu
Bijak berperi

Tapi dalam kepalaku
Dendam berputar-putar
Mendesis lewat lidahku
Yang gemetar

(2022)

Lidah yang Pandai Bermuslihat

“Jangan membaca Lidah Orang Suci!”, dia berseru

Kami tahu siasat dagang
Perihal larangan yang membuat kami penasaran
Kami warisi sifat bocah Musa
Yang mengulum bara
Ketika memilih menjadi keharusan

Hm, baiklah
Lidah telah kami sucikan

Kami sediam batuan candi
Menatap pendatang merekam fragmen
Tangan-tangan pemahat purba
Dalam kepalanya

Tapi tangan kami sungguh lihai
Mengasah belati
Mengiris nadi begitu presisi

(2022)

Setajam Silet, Lidah yang Bercabang Itu

Kami telah saksikan
Tubuh-tubuh yang terpotong
Dalam kantong plastik
Membusuk di TPA

Lalat-lalat berdengung. Mengerubung
Dengan sayapnya yang bergetar

Bagaimana kami sembahyangkan
Jasad Fulan
Kami tak temukan agam
Sementara bau kebusukan
Menjadi keharusan segala yang membangkai
Dan kami, pemulung apa yang terbuang
Hanya menduga tentang kehilangan
Tawa atau tangis yang terbit sejak
Berita kami temukan pada potongan koran

Kami telah laporkan
Penemuan potongan tubuh itu
Pada pemilik lidah yang bercabang

Lalat-lalat mengerubung
Kami ikuti suara dengung
Kami pemulung berjubah
Kami lihai menggetarkan lidah

(2022)

Kelakar Sorga

di dalam sorga
kami berebut
menjadi tetangga
Adam

kami ingin menjadi
yang pertama tahu
segala sesuatu
tentang keluarga Adam
anak, cucu, dan cicitnya
yang hingga kini masih
kami pertentangkan

kami tak peduli
ketika para malaikat
menggunjingkan kami dan
dunia yang kami bawa
hingga sorga

di dalam sorga, kami
berebut merayu Adam
perihal manuskrip
yang kami susun
tentang sejarah
kejadian sorga

(2022)

Sebuah Gambar Karikatur

Kau tentu paham tentang karikatur yang
kugambar. Di atas kertas buku tulis
bergambar Rano Karno, pada lembar polos
sampul, di halaman terakhir

Segalanya hitam bukan?
Tapi di kepalaku segala warna tubuhmu aku
rekam. Sebelum kematian datang dengan
isyarat kupu-kupu. Juga mimpi yang sama
dalam tiga tidurku, seperti mimpi-mimpi
orang suci.

Aku gemetar menggambar dirimu
Kelucuan yang kulekukkan dengan
bayangan alir sungai kecil di hutan perawan
Gemericik yang kuteteskan pada hitam
rambutmu. Ah, tentu alis matamu yang lebat
dan hujan di deras dahimu.

Kusimpan di laci mejamu
Sebelum tinta mengering sebab
lonceng begitu buru-buru

Aku gemetar membayangkan dirimu
Membuka buku itu seperti
Tanganku getar tanganku
Menatap tiga gambar partai
Pada pemilu pertamaku

(2022)

S. Salamun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email