Nahdliyin, alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Menyukai kajian-kajian keislaman dan filsafat.

Sesajen untuk Kaum Intoleran

Salman Akif Faylasuf

3 min read

Video viral seseorang yang sengaja menendang sesajen adalah contoh terbaru intoleransi dalam masyarakat kita. Ketika sudah jelas bahwa perilaku itu adalah hal yang salah, masih saja ada yang membela dengan berbagai dalih. Sebuah cermin bagaimana pluralisme dalam kehidupan berkeyakinan masih belum menjadi dasar hidup dalam masyarakat kita.

Pluralisme agama dan keyakinan pada dasarnya merupakan sebuah realitas dalam kehidupan dunia. Al-Qur’an mengakui secara tegas adanya pluralisme atau “al-ta’addudiyyah”  dalam berbagai aspek kehidupan dengan berbagai argumentasi ayat al-Qur’an.

Islam memberikan kebebasan untuk memilih dan meyakini serta beribadah menurut keyakinan masing-masing. Pemilihan sebuah keyakinan merupakan pilihan bebas yang bersifat personal. Meski demikian, manusia diminta untuk memilih dan menegakkan agama. Tapi, pluralisme juga harus diartikan sebagai sebuah upaya memahami yang lain melalui sebuah pemahaman yang konstruktif. Artinya, karena perbedaan dan keragaman merupakan hal yang nyata, maka yang diperlukan adanya pemahaman yang baik dan lengkap tentang hal lain, sehingga tercapainya kehidupan yang damai. Karena makna pluralisme secara fundamental adalah, menolak berbagai macam tindakan kekerasan, karena tindakan tersebut secara nyata tidak sesuai dengan prinsip kemanusiaan universal, yaitu antara satu agama dengan lainnya harus saling menghargai dan menghormati.

Baca juga Marapu, Agama Leluhur yang Tersingkir dan Terasing

Hakikat Pluralisme

Secara harfiah pluralisme berarti jamak, beberapa, berbagai hal, keberbagaian atau banyak. Oleh karenanya sesuatu dikatakan plural pasti terdiri dari banyak hal jenis, pelbagai sudut pandang serta latar belakang. Pluralisme sendiri sesungguhnya adalah istilah lama yang hari-hari ini kian mendapatkan perhatian penuh dari semua orang. Dikatakan istilah lama, karena perbincangan mengenai pluralisme telah dielaborasi secara lebih jauh oleh para pemikir filsafat Yunani secara konseptual dengan aneka ragam alternatif memecahkannya.

Pluralisme dianggap oleh banyak kalangan sebagai tahapan lanjutan dari inklusivisme. Pluralisme makin memperjelas dan meyakini adanya perbedaan dalam agama-agama. Pluralisme dianggap sebagai lompatan praksis dari sekedar inklusivisme pemahaman keagamaan. Pluralisme telah menjadi realitas dari agama-agama itu sendiri. Setiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak orang lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan, guna tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan. Melalui pemahaman tentang pluralisme yang benar dengan diikuti upaya mewujudkan kehidupan yang damai seperti inilah, akan tercipta toleransi antar umat beragama di Indonesia. Toleransi yang dimaksud tentu saja bukan toleransi negatif, tetapi toleransi yang benar adalah toleransi positif.

Pluralisme berusaha mengajak kita agar lebih realistis, bahwa hakikatnya setiap agama adalah berbeda. Perbedaan tersebut dilihat dari segi penghayatan terhadap agama dan yang lebih penting adalah dimensi simbolik dan sosiologisnya. Kendati ada kesamaan dalam ranah ritual sekalipun, karena agama ibarat sebuah rumah, tetap saja ada perbedaannya. Bagi kalangan yang menganut teologi inklusif, menghendaki titik temu agama-agama. Tetapi bagi penganut pluralisme, harus diakui sejak awal bahwa agama-agama pada hakikatnya adalah berbeda antara satu agama dengan yang lain. Lalu, apakah perbedaan tersebut kita diabsahkan untuk saling membenci dan menebarkan konflik antara satu agama dengan agama yang lain?.

Pluralisme hadir dalam rangka membangun toleransi di tengah perbedaan dan keragaman tersebut. Pluralisme memandang, karena perbedaanlah pada umumnya manusia lebih mungkin untuk berseteru antara komunitas dengan komunitas yang lain. Oleh karena itu, diperlukan pluralisme untuk menjadikan perbedaan sebagai potensi tolerasi, bahkan lebih dari itu untuk memajukan masyarakat dari keterbelakangan dan keterpurukan.

Ada beberapa poin penting yang terkandung dalam pluralisme. Pertama, pluralisme adalah keterlibatan aktif di tengah perbedaan dan keragaman. Pluralisme meniscayakan munculnya kesadaran dan sikap partisipatif dalam keragaman. Pluralisme sesungguhnya berbicara dalam tataran fakta dan realitas, bukan berbicara tentang tataran teologis. Artinya, pada tataran teologis kita harus meyakini bahwa setiap agama mempunyai ritualnya tersendiri, yang mana antara suatu agama atau keyakinan berbeda dengan yang lain.

Tapi dalam tataran sosial, dibutuhkan keterlibatan aktif diantara semua lapisan masyarakat untuk membangun sebuah kebersamaan. Sebab hanya dengan kebersamaan sebuah bangsa akan tumbuh dengan baik dan mampu melahirkan karya-karya besar bagi kemanusiaan universal. Oleh karena itu, pluralisme dalam tataran sosial lebih dari sekadar mengakui keragaman dan perbedaan, melainkan merangkai keragaman untuk tujuan kebersamaan.

Pluralisme secara nyata memberikan pesan penting, bahwa yang direkomendasikan oleh pluralisme adalah model toleransi aktif. Yaitu toleransi yang tidak sekedar mengakui perbedaan dan keragaman, tetapi lebih dari itu juga menjadikan perbedaan sebagai potensi untuk kerjasama dan dialog untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia. Pluralisme hakikatnya bukan hanya sekedar memahami keragaman, melainkan meningkatkan asimilasi dan pastisipasi aktif di semua level masyarakat.

Kedua, pluralisme lebih dari sekedar toleransi. Dalam toleransi akan lahir sebuah kesadaran tentang pentingnya menghargai orang lain. Tapi pluralisme ingin melampui capaian tersebut, yaitu menjadi sebuah upaya memahami yang lain memalui sebuah pemahaman yang konstruktif. Artinya, karena perbedaan dan keragaman merupakan hal yang nyata, maka yang diperlukan adanya pemahaman yang baik dan lengkap tentang hal lain. Harus diakui bahwa entitas dalam masyarakat selalu mempunyai perbedaaan dan persamaan. Karena itu, setiap entitas tersebut harus memahami dengan baik dan tepat tentang perbedaan dan persamaan tersebut.

Ketiga, pluralisme bukanlah relativisme. Pluralisme adalah upaya menemukan komitmen bersama di antara berbagai komimen. Setiap agama dan ideologi mempunyai komitmen masing-masing. Namun, dari sekian komitmen yang beragam tersebut, dicarikan komitmen bersama untuk memfokuskan perhatian pada upaya kepentingan bersama, yaitu kemanusiaan. Disini, keberagaman dan pluralisme tetap dipertahankan dan tidak dihilangkan. Pluralisme mencari komitmen bersama untuk kemanusiaan. Sedangkan relativisme berada pada posisi menghilangkan posisi, bahkan menghilangkan kebenaran itu sendiri.

Bagi sebagian kalangan, keragaman merupakan ancaman. Namun bagi sebagian yang lain, keragaman meruntuhkan paham monoisme yang melekat dalam baju kesukuan, kebangsaaan, dan keagamaan. Bila ada pihak lain yang berbeda dengan komunitasnya, pasti hal tersebut dianggap sebagai musuh yang harus dihadapi dengan tindakan brutal. Pada tataran horizontal, harus diakui ada semacam ketakutan yang bersifat massif untuk hidup bersama.

Pluralisme bukan berarti mencampuradukkan dan memadukan unsur-unsur tertentu saja yang menguntungkan, mengarah pada pengaburan. Lebih dari itu adalah bagaimana perbedaan itu memperkaya solidaritas terhadap sesama.

Salman Akif Faylasuf
Salman Akif Faylasuf Nahdliyin, alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Menyukai kajian-kajian keislaman dan filsafat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email