Series Little Women: Perlawanan Kelas Bawah yang Berkelas

Anisah Meidayanti

2 min read

“Dari tempat yang paling rendah dan gelap ke tempat paling tinggi dan cerah.”

Kalimat di atas adalah kutipan pidato berapi-api Jendral Won, pemimpin pasukan Korea Selatan saat perang Vietnam. Namun, bagi Jae-sang dan istrinya, Won Sang-a kalimat itu tak lebih dari penegasan kekuasaan yang dimiliki oleh orang-orang atas sebagai pemegang kuasa.

Jae-sang adalah kandidat calon Walikota Seoul, ayahnya dulu adalah sopir keluarga Jendral Won. Ia didukung sang istri yang merupakan anak Jendral Won, untuk melakukan beragam cara yang bengis untuk menghilangkan siapapun yang berpotensi merusak rencana dan reputasinya. Bagaimanapun caranya, Park Jae-sang harus menjabat sebagai Walikota Seoul, dan punya jenjang karir yang potensial untuk menjadi Presiden Korea Selatan di masa mendatang.

Kita mengenal Little Women sebagai novelis klasik karya Louisa May Alcott. Tahun 2020 lalu, novel lawas itu diangkat menjadi sebuah film dan berhasil masuk 6 kategori di ajang Oscar. Di tahun ini, Little Women diangkat menjadi series atau drama korea yang bisa dinikmati melalui platfrom Netflix. Dengan tema yang sama, yakni pemberdayaan perempuan, drama dengan total 12 episode ini semakin terasa segar dan unik dengan bumbu misteri, aksi laga, cerita keluarga dan humor.

Series ini tak hanya memperlihatkan bagaimana ketimpangan kelas sosial-ekonomi masyarakat Seoul, tapi juga bagaimana upaya melawan ketidakadilan yang diciptakan oleh pemegang kuasa di sana.

Uniknya, perlawanan di series Little Women ini dilakukan oleh tiga bersaudara perempuan, yakni Oh In-joo, Oh In-kyung dan Oh In-hye. Terasa segar dan unik karena kuatnya kesan women-centric yang jarang sekali diangkat dalam dunia sinema.

Peran tiga bersaudara ini dalam memasuki dunia para pemegang kekuasaan sangat seru untuk diikuti. Melihat bagaimana setiap karakternya tumbuh dengan peran dan posisi masing-masing, sekaligus melihat bagaimana drama korea bertema women empowerment disajikan sesuai porsinya. 

 

Adu Strategi dan Bukti

Dengan segala kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki keluarganya, Jae-sang bisa dengan mudah menghilangkan bukti dan mengadu strategi. Berbeda dengan In-joo yang hanya karyawan biasa yang dikucilkan di lingkungan kantornya. Juga In kyung, seorang reporter yang posisi, kecerdasan dan perannya tak pernah dilirik jajaran direksi. Serta In hye, seorang siswa SMA seni berbakat yang tak memiliki kesempatan untuk ikut karyawisata sekolah karena keterbatasan ekonomi. Tiga bersaudara ini hidup di area penduduk padat, bukan di apartemen, bukan juga di perumahan elite yang luas.

Namun, nasib In-joo berubah setelah kematian misterius rekan kerja dan sahabat dekatnya, Jin Hwa-young. In-joo juga menemukan uang 70 miliar di dalam tas Jin Hwa-young yang rasanya tak mungkin sahabatnya itu miliki.

Akibat penemuan dana gelap 70 miliar itu, In-joo harus berurusan dengan Park Jae-sang yang sedang mencari dana untuk kampanye pemilihan calon Walikota Seoul yang sebentar lagi akan berlangsung. Sebagai seorang reporter yang berupaya menunjukkan kemampuannya, adiknya, In-kyung juga berurusan dengan Jae-sang dalam misinya mengungkap kebusukan politisi yang saat itu gencar membangun citra positif dirinya di media. Kebusukan itu antara lain kasus aliran dana ilegal dan kasus pembunuhan. 

Berbeda dari kedua kakaknya, In-hye tak ingin hidup seperti dan bersama kakak-kakaknya. Ia tak ingin menjadi beban bagi kedua kakaknya itu. Dengan bakatnya melukis, ia ditarik keluarga Jae-sang untuk menjadi teman anaknya, Park Hyo-rin. Atas bakat dan keterbatasan ekonomi inilah, In-hye dimanfaatkan untuk memperkuat citra Jae-sang sebagai pemimpin yang pro-rakyat kecil. 

Ketiga perempuan dengan posisi, peran dan potensinya ini akhirnya menjadi sebuah ancaman bagi reputasi dan ambisi Park Jae-sang dan sang istri yang identik dengan kehidupan sosialitanya. Tiga bersaudara ini pula secara bertahap memahami betapa mengerikan kehidupan politik di negerinya.

Series ini begitu jelas menggambarkan upaya-upaya perlawanan masyarakat kelas bawah terhadap penguasa yang lalim. Selain itu, series ini juga menggambarkan betapa mudahnya bagi seorang penguasa untuk menghabisi nyawa siapapun yang menghalangi karir politiknya.

Series ini begitu lihai menggambarkan relasi kuasa yang menimbulkan kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat marginal urban dengan para pejabatnya. Tampak relevan sebagai cerminan atas kondisi sosial masyarakat di berbagai negara termasuk Indonesia.

Sebentar lagi akan terselenggara pemilu presiden di Indonesia, dan series ini sangat cocok dinikmati sebagai refleksi dan antisipasi atas berbagai situasi yang mungkin terjadi.

***

 

Editor: Ghufroni An’ars

Anisah Meidayanti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email