Di Bawah Pepohonan Getsemani
malam itu aku berada di sisi kota suci
berdiam menyendiri—tanpa anggur dan roti
lantas aku bersimpuh sepi
menghadap raja alam sang pemecah api
di bawah pepohonan Getsemani
maka aku kian menisbi
apakah esok aku memutuskan moksa
atau menghapus tiap air mata manusia
dan bangkit pada hari ketiga
–
Semayam dan Sembahyang
Tuhan
sungguh kau ciptakan ia dari zohrah di tanah
untuk nama-nama dan sahayanda
yang menyata menghidupi pusara
hingga disujudkan aku olehmu kepadanya
sebab ia mahamengetahui yang kau empunya
maka seadanya
kau begitu pasti; aku kian menafi
dan Tuhan
sedang kau ciptakan aku dari zarah cahaya
hingga nyala api dan padam pati
yang berada merajai baluarti
lalu menolaklah aku akanmu karenanya
sebab aku kerap berpatuh pada mahamu semata
maka seberadanya
kaulah yang terpasti; aku tak bersembunyi
–
Moksa
di bawah mantra-mantra Tuhan
aku bertemu sang pemberi ruang
yang kian menenggelamkan diri dalam debur
lalu bersama-sama melebur
dan kerap kali kusadarkan tanya padanya
ihwal siapa berani menemani mati
menebas jarak dengan kau sang pemecah api
Tuhan
apakah aku sungguh bisa mencinta seseorang yang enggan mati untukku?
dan Tuhan
apabila tanda kemahsyuran cinta ialah ia rela mati untuk seseorang
lantas maukah kau mati untukku?
–
Simposium Almasih
wahai orang-orang suci! hendaklah kalian turut bermazmur
dan siapkan cawan anggur untuk menyambut sang pendingin api
sebab pada hari ini, sang Wujud tak akan gugur
wahai sang almasih! kunisbahkan jasadku ‘tuk melebur
dan kurelakan ruhku hancur demi abdi kepada sang dahi terpatri
sebab pada kesekian kali, kau kerap menampakkan markah tasyakur
–
Perangkap Api
di bawah perapalan mantra angin
kau kian menafi dan melelah remuk
berjalan lemah dengan bertepuk amin
yang meredam dendam di tepi ufuk
lalu kau sadari
akan hidup jelma burung dalam sangkar
maka seadanya
peradaban menjadi dingin
setelah Gilgamesh membangun Uruk
di atas perapian mantra liturgi
kau kian mengamati dan menyanyi sepi
akan nubuat mati dan sumpah epifani
yang menabur lebur memecah api
lalu kau pun menyadari
akan antipati yang dinubuatkan baluarti
maka seberadanya
kemanusiaan telah menisbi
setelah diksi dipatri Hammurabi
*****
Editor: Moch Aldy MA