Selepas Senggama
yang gaib telah
menumpahkan tinta hitam,
dan mematahkan bulan
di kanvas langit
sudah tiba di ambang pintu,
ia yang kerap
menatap ringai wajahmu
tujuh puluh kali dalam sehari
sedekap lengan
debar jantung yang gamang,
belalak bola mata
mencari arah cahaya;
bau amis menguar
dari sejumlah ingatan
saat ularmu bersenggama
di antara belitan paha psk
yang kau amini sebagai sorga
maut berdiri di sisi kiri ranjangmu
menghitung detik nadi
dengan sebilah sabit di bahu,
waktu melambat seperti dosa
yang menetes dari bola mata
menimbun jadi busa di mulutmu,
seketika lidah hilang suara
dan wajah hilang darah
di ranjang lendir,
kau bayangkan betapa hidup
tak ubahnya kertas disulut api
padam sebelum derik jangkrik
selesai bernyanyi.
(Lampung, 2023)
–
Pesan Seorang PSK
aku tak hendak menarik
kerah bajumu ke pintu neraka,
dengan sadar kau pasrahkan jiwa
pada geliat paha basah dan
lenguh birahi yang memeluk
mesra tubuh kucingmu
kau yang datang
ketika malam sibuk menata kantuk
di mata putri kecilmu dan seorang
istri menanti dengan pipi merah,
lihat aku—hanyalah manekin
yang meniru gerak nafsu,
lalu apa yang kau dapati
dari tubuh kosong ini?
entah sudah berapa nama terperosok
ke lembah perutku, seusai kutuntun
mereka menuju puncak, dan
malam ini kau penjelajah terakhir
yang meninggalkan jejak
di basah badanku, kau pun
akan dikutuk seperti mereka
kembali untuk mengulang
dosa yang sama
dan sekali lagi kukatakan
aku tak hendak menarik
kerah bajumu ke pintu neraka;
kau sendiri yang mengetuknya.
(Lampung, 2023)
–
Oh Bapak, Oh Mamak
/1/
malam tampak prematur
bulan tak lahir sepenuhnya
atau barangkali ada
makhluk asing yang usil
memotong bulan
sudah pukul segini
bapakmu tak juga pulang,
sedari tadi mamakmu mengeluh
kuota ponselnya nyaris habis
sedang di sofa
kau menangis minta susu,
tapi mamakmu
justru sibuk di depan kamera
sambil joget tiktok
bapak oh bapak
batinmu
mamak oh mamak
batinmu
kenapa kau lahirkan aku
sedang saat itu
di pelataran sorga
aku tengah asik meminum susu
/2/
yang tak kau tahu,
saat itu mamakmu menelan pil
agar kau lekas lahir,
lalu bapakmu bingung
lihat mata mamakmu putih semua
setibanya di rumah sakit
kakek nenekmu berunding
tentang nasib anaknya
yang masih kuliah
ya kakek nenekmu
hanya peduli
nasib mamak bapakmu;
bukan nasibmu.
(Lampung, 2023)
–
Aku Punya Banyak Bapak
langit mirip perasan sunkist
yang pernah bapak jual
di terminal dekat pasar,
sore begini biasanya bapak duduk
di teras memilah jeruk.
kini bapak tak ada lagi
hanya ada lenguhan lelaki
dari bilik kamar
yang kerap kali berganti
di lain waktu ibu selalu bilang padaku,
“salimlah nak ini calon bapakmu kelak.”
setelah sekian bapak kutemui,
terkadang aku pusing ketika bu guru
bertanya siapa nama bapakku,
kujawab sekenanya “banyak bu.”
meski magrib usai kumandang
tapi lampu rumahku
masih saja remang,
di ruang tamu seperti biasa
ibu memainkan ponsel
sedang aku sibuk mewarnai
gambar kupu-kupu.
lonceng pintu berdenting, ibu berdiri
dan bapak baru masuk
melempar senyum ke arahku,
mengelus rambut ibu “bagaimana
dengan pundakmu?” aku tak mengerti
kenapa akhir-akhir ini ibu kerap
mengeluh linu dan berat di bagian pundak,
berbeda denganku yang justru merasa bahagia,
sebab tiap kali ibu masuk ke kamar dengan bapak baru
bapakku yang dulu selalu ikut
menumpang di pundak ibu, lalu melambai ke arahku.
(Lampung, 2023)
–
Sepeda Tetangga
pagi begitu pucat,
sekawanan burung masih terlelap
enggan menyemai benih cahaya,
anak ayam menahan gigil
dalam dekapan sayap induknya,
dari mata seekor kumbang:
bulir embun tergolek
di kerontang daun dan silk jagung.
musim ke tiga,
ibu meniup kayu bakar
menanak nasi,
bapak menyeduh kopi, dan
sebilah arit di meja;
setajam tangis anak mereka
yang selalu bercerita
tentang sepeda jengki teman sekelasnya.
(Lampung, 2023)
*****
Editor: Moch Aldy MA