Selamat Malam
Di kota yang Istimewa
Aku menulis puisi yang beterbangan
Dengan sedikit harap
Tak lupa doa yang mujarab
Betapa aku ingin sekali terdampar di seluruhmu
Meski engkau tak lagi sadar
Aku tetap menjadi kabar
Bagi dirimu yang selalu sabar
Selamat malam cinta
Debar dadaku lebih bergemuruh dari debur ombak
Apabila mengingat bahwa aku dan engkau adalah kita
Yang terpisah oleh kota, tapi tidak dengan kata
Percayalah, cinta! Kita ada sepanjang usia
Garawiksa, 2021
Di Jogja Istimewa
Di Jogja Istimewa
Kulihat orang berlalu lalang sepanjang detak jarum jam
Tanpa pengecualian tanpa pula keluhan
Tak ada siang tak ada malam
Tak ada yang perlu dibedakan
Di Jogja Istimewa
Kafe, bangunan-bangunan, lampu kota yang remang
Bahkan angkringan
Adalah alasan para pendatang tetap bertahan
Para perantau terus berjuang
Hingga yang pulang akan merindukan
Di Jogja Istimewa
Candaan adalah kenyataan
Kesadaran akan kesabaran menjaga keyakinan dan iman
Adalah ikhtiar untuk impian yang kerap dilangitkan
Garawiksa, 2021
Takut
Bila malam mulai datang
Sebelum aku bisa terpejam
Keberanian akan meregang
Seakan kematian segera menantang
Aku bukan perempuan yang takut kegelapan
Aku juga bukan preman yang menguasai jalanan
Tapi aku takut kematian segera datang
Bila di musala terdengar suara azan
Segera aku sembahyang
Menghadap kepada Tuhan
Memohon rahmat dan lindungan
Sedang, waktu siang adalah lebaran
Bagi diriku yang tak tidur semalaman
Sebab ia kerap mengundang bayang-bayang kematian
Garawiksa, 2021
Malam Minggu di Angkringan
Malam minggu di angkringan
Seorang pria duduk berteman kedamaian
Di matanya telah sempurna warna sebuah kerinduan
Tentang kampung halaman
Tempat pulang paling tenang
Ia kembali mengeja kata yang telah menua
Juga potongan-potongan cerita yang masih belia
Malam minggu di angkringan
Seorang pelayan duduk dan bertanya
Tentang apa yang sedang melandanya
Lalu ia menjawab,
“ada yang tertinggal di Jogjakarta.”
Yogyakarta, 2021
Cemburu pada Angin
Di pikiranku
Engkau kerap bermain-main dengan angin
Ketika maatamu terbuka dan ragamu terjaga
Melihat dunia, menyesap udara
Oh, betapa aku ingin membunuhnya
Ketika malam menawarkan ruang kelam
Kau tidur melingkarkan tangan
Memeluk angin yang berhembus kencang
Membiarkannya nyaman
Sedang kau tersenyum ringan dan menawan
Kemudian angin mencipta nyanyian lembut sepanjang malam
Membawamu ke alam mimpi dengan tenang
Sedang, aku hanya mengantarkan doa ke Haribaan
Hingga sampai pada ladang harap yang membentang
Garawiksa, 2021
*) Nibrosi, Mahasiswa Studi Agama Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pegiat literasi di Garawiksa Institute Yogyakarta.