Rutin
atap halte berdentingan
petang diamuk hujan
cemas di wajah karyawan
dalam fantasi kemapanan
seragam lusuh
rutin yang membunuh
obat sakit kepala
nyaris habis di saku kemeja
Rahasia
kusimpan hari itu di saku baju
agar tak ibu lihat bagaimana badai
sempat menahanku di sebuah tempat
ibu yang bilang sendiri
kita harus tegar seperti akar
bahkan saat segala rahasia
memaksa tumbuh di masing kepala
Petak Umpet
seperti anak-anak
yang asyik bermain petak umpet
kita berlarian di jantung kata
menyembunyikan duka
dalam tedeng-tedeng metafora
lalu berharap seseorang di luar sana
memahami seluruh kita,
dari isyarat sekadarnya.
Sebelum Senin
tak ada janji hari ini
hanya kaca berembun
gelas teh melamun
gerimis pertama dalam setahun
datang seperti orangtua
dengan nasihat yang sompong belaka:
bahwa hidup berjalan
seperti musim yang terus berubah
dan kau tak boleh terhenti karena satu kemarau panjang
tetapi Senin tak akan luluh disepuh kata-kata, katamu
lagipula tak ada janji hari ini
kau boleh melepas rutin
seperti mencopot satu-satu kancing kemeja
memasukkannya ke mesin cuci
dan berharap segalanya
bersih dengan sendiri
Buruh Taman
berangkat saban pagi
menakar luas halaman
halaman yang bukan miliknya sendiri
ia seorang buruh yang diupah musiman
untuk mencampur tanah dan kotoran hewan
kalau ada orang bertanya:
apakah saudara juga yang merawat bunga-bunga itu?
tiada yang tahu, jawabnya
kecuali setelah mekar mereka mau mengaku.
Bandar Lampung, November 2021