1. Sebelum Lulus, Setidaknya Aku Pernah Jatuh Cinta
pada 30 halaman pertama,
Meursault
adalah cerita nakal
yang dibacakan
dua mata pemabuk
pada suatu rabu yang sedikit blues;
saya mencari namamu
di babak pertengahan Romeo and Juliet
–
2.
di tepian kantin, hujan menggenangi
sumpah-sumpah komunis
kering dalam tegukan wiski terakhir
di rabu yang sama, hari melantun
sesuai hallelujah
seperti tuhan hadir sungguhan di atas
di nadi Jogja yang mengangkut dingin
beku di jantung
dosen muda dengan gaji kecil
mati pada bait mayor Miles Davis;
meleleh di pertemuan kita pertama kali
kau merayu, memintaku duduk
menjadi musim panas
–
3.
sementara dia bernyanyi,
saya biarkan puisi ini tak pertanyakan
bagaimana kita sudah selesai dengan
kristus
atau surga
atau pembunuhan di Katedral
atau timbangan pahala Padang Mahsyar
bukankah sains akan menemukan kita?
sementara dia masih bernyanyi,
saya biarkan matanya bertemu lagi
saya biarkan suhu mengukur
dinginnya kecupan pertama kita
sementara rabu terus kedengaran blues
di ujung maret,
saya biarkan puisi ini membakar
dirinya sendiri
membaca dengan malu adegan kita
yang tak terekam puisi
–
4.
untuk yang kesekian kalinya,
dari naskah lakon jelek yang
akan segera saya lipat kembali ini,
saya jatuh cinta
seperti dosa pertama Adam
seperti yang ditulis Elliot atau Neruda
tapi seperti hallelujah
di tengah babak Romeo and Juliet,
tak saya temukan bahkan satu dialog
bagi kita untuk tak berdosa
untuk sekadar tidur
di tengah-tengah pertikaian
masa lalu dengan masa depan
benar dan salah
mati atau terus jalan
atau sekadar nafsu
atau sekadar nafsu
–
5.
dalam alegasi hukuman mati,
Meursault,
decit sepatu orang-orang
lalu lalang di plaza BI
adalah juga detak jantung saya
mendengarkan nyanyianmu
untuk pertama kali
dan sekali lagi,
Meursault,
jatuh cinta hanya meninggalkan gigil
jika dan hanya jika dia hadir,
tuhan adalah penjahat lakon
yang ia tulis sendiri
–
6.
inilah dialog terakhir lakon jelek itu:
mungkin tuhan tak seakan-akan ada di atas
mungkin sebaiknya kita tak usah pernah
duduk membahas rencana pembunuhan-nya
Jogja sudah kembali gerimis
–
7.
dengan sumpah Algojo,
Meursault,
sebelum besok kepala kita
sudah tak ada lagi
sebelum alir air menggenangi
sumpah-sumpah komunis lagi
biarkan kisah ini dibaptis
dalam lakon penuh dosa
seperti hallelujah,
hidup adalah kentut bahasa.
*****
Editor: Moch Aldy MA
What a piece, dang!