Sedang di Jogja, kadang di Madura.

Sajak untuk Nona dan Puisi Lainnya

Moh. Husain

1 min read

Sajak untuk Nona

I
Nona, di antara alis dan bibirmu
kutulis takdirku
tanpa campur tangan siapa pun
bahkan Tuhan sekalipun
sebab segala yang mengarah
padamu harusnya hanyalah aku

Nona, di antara mata dan dagumu
kuterpa dukaku
tanpa campur tangan siapapun
bahkan Tuhan sekalipun
sebab segala yang tertuju padamu harusnya cukuplah aku

II
Nona, di matamu
kutitipkan air mataku
simpanlah dalam-dalam
jangan biarkan ia berjatuhan
namun bila kelak kau hendak pergi
segeralah kembalikan ia
pada sepasang mata ini
agar kesedihan punya bahan
untuk merayakan kehilangan

Nona, di garis bibirmu
kutitipkan baris-baris doaku
sembunyikanlah dalam-dalam
jangan biarkan ia lantang terdengar
namun bila esok niatmu
untuk menjauh sudah utuh
segeralah kembalikan ia
pada bibir yang pernah kau sentuh
semoga berkat sebaris doaku itu
kepergianmu tertuju pada pelukan
yang tabah menyelamatkanmu.

(Yogyakarta, 2022)

Perihal Mimpi yang Menuai Perih

I
Setiap berkunjung ke rumahmu
aku selalu memimpikan
kelak pulangku adalah ke pelukanmu

setiap melintasi halaman rumahmu
aku selalu mengharapkan sepi
yang kurasa juga melintasi lamunanmu

II
suatu hari aku ke rumahmu
dan kutemukan pelukan orang lain
telah menjadi arah kepulanganmu

sedangkan di halamannya sepiku masih berserakan mengaharap belas kasihmu
sial, sepiku sia-sia dan penantianku
hanyakah kesia-siaan lain yang tertunda

(Yogyakarta, 2022)

Kosong

Kepalaku tak lagi menyimpan kata
kubolak-balik ingatan
hanya ada abjad
membentuk namamu
menggiringku pada kalimat singkat
aku mencintaimu
semacam kalimat paling fasih
yang bisa diucapkan manusia
lalu kenapa aku gugup dan perih karenanya?

(Yogyakarta, 2022)

Han

I
Semakin panjang jalan terjal kita
segala kata semakin terkikis cinta
segala kalimat memuncak pada pelukmu
segala madah singgah di tubuhmu

II
Di rambutmu yang terurai
tersisip cinta yang tak akan usai
entah bersama atau berpisah selamanya
ia hanya memutih setelah legam
cinta pun hanyalah bahaya yang diam

III
Tangismu tanda bahwa cinta itu tragis
tragedi segala bibir mengemis takdir
mengapa pada bibirmu
cintaku tak bertakdir?
padahal di pelukmu
cinta selalu luput
dari segala bentuk penderitaan
yang paling akut.

(Yogyakarta, 2022)

Sekali Lagi

Aku ingin jatuh cinta
sekali lagi
setidaknya
pada air mataku sendiri
sebab selain pada doa
biarlah air mata
yang mengurus
sisa-sisa
luka kita.

(Yogyakarta, 2022)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Moh. Husain
Moh. Husain Sedang di Jogja, kadang di Madura.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email