Saat Padi Menjadi Instan dan Puisi Lainnya

Muhammad Akmal Firmansyah

1 min read

Pasar yang Diciptakan

Pasar bisa diciptakan. Seperti sebuah hikayat di negeri yang menjunjung tinggi demokrasi. Merah yang selalu salah, hitam selalu penyusup, dan putih selalu memberontak.

Semenjak pasar diciptakan, rakyat di negeri penuh hikayat mabuk ekstasi kekuasaan, bermain intrik, menjual ayat dan hymne-hymne perubahan, membawa terma peradaban.

Dan kapitalisme mewariskan penyakit, selain konsumerisme dan depresi adalah permusuhan.

Setelah pasar diciptakan. Kemanusiaan pun dengan banal diperjualbelikan.

Sial, bukan?

 

Saat Padi Menjadi Instan

aku terlahir
saat padi menjadi instan
menjadi bungkusan
menambah riwayat bumi
yang menangis menyerah

aku lahir di puing reruntuhan
di batu-batu
yang dieksploitasi
atas nama negeri
bagiku riwayat berdarah

setiap hari
kita memotret keindahan alam
melukis panorama
menjadi indah nian

di kemudian hari
ia menjadi bangkai
sebab alam telah usai
terkuras landai
oleh tangan jahat yang lihai
oleh syahwat kerakusan

Magi

aku masih di sini
seperti seorang pesulap
yang malu mengeluarkan
kelinci

meski mata penonton
dan ocehan monoton
aku masih di sini
seperti burung
yang tak mau keluar
dari sarang induknya

meski banyak angsa
bermimpi menjadi elang
terbang di udara
meski banyak kijang
bermimpi menjadi singa
di belantara hutan

tapi,
aku masih di sini
terdiam sendu
dan tersenyum
melihat pelangi
menyihir mataku

 

Membenci Sekolah

anakku, bencilah sekolah
yang sebetulnya ia lelah
dan selalu pasrah
di kaki industri

anakku, cacilah sekolah
yang tak pernah
mengajari apa-apa
selain pertarungan
demi rangking
dan ijazah

anakku, ada yang putus sekolah
bukan membenci sekolah
karena biaya tak selalu murah
ada yang berdarah
demi gelar sekadar

anakku, ilmu wajib kau cintai
sementara sekolah
nanti saja
setelah kau sadar
bahwa ia tak memberikan apa-apa

anakku, ada guru yang mengabdi
tak dihargai
ada murid yang berjuta prestasi
tersenggol oleh pejabat tinggi

 

Besok Seperti Biasa

besok seperti biasa
kita cuci muka
membangun pagi

besok seperti biasa
kita kasbon lagi kopi
gorengan dan roti

besok seperti biasa
kita patuh kembali
pada guru dosen
dan pak menteri

besok seperti biasa
mengayuh pedal becak
mengocok gas motor
dan dimaki-maki
bos yang tahunya hanya
memberi gaji
penumpang yang tak memiliki empati

besok seperti biasa
kerja di alam kapitalisme
di mana oligarki
mengheningkan cipta
bagimu negeri
menyapa inflasi

(2022)

***

Editor: Ghufroni An’ars

Muhammad Akmal Firmansyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email