ALEXANDRA
/1/
Alexandra telah bersumpah, jika suatu saat nanti bukunya terbit, M yang akan menjadi penyuntingnya. M, seorang guru ngaji dan editor buku independen di sebuah desa kecil, di ujung timur pulau Jawa. Suatu saat nanti, aku yakin akan ketemu kamu, seseorang pernah memberi tahu jika aku yakin, semesta akan bekerja untukku. Maktub. Syaratnya satu, aku harus berpikiran bahwa itu masuk akal.
Sebenarnya mudah saja memesan tiket pesawat untuk mendatangi M, lalu melempar draf yang harus dia kerjakan, dan ya, tambah satu gelas kopi yang sudah diludahi. Itu semua untuk seratus delapan puluh satu malam dan masih berlanjut, hingga malam-malam berikutnya di mana Alexandra kesulitan untuk tidur memikirkan M yang pernah bercerita meniduri istri orang yang seorang Pegawai Negeri Sipil. Berkutat di kepalanya mempertanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi. Apakah begitu saja, atau terjadi dengan rencana yang rapi dan sistematis bahkan mungkin memikirkan rencana A, B, dan C, hingga habis huruf alfabet.
Tapi ya, dia pikir-pikir lagi. Kalau dia sudah mengamuk lalu bagaimana? Alexandra pun paham betul bahwa M adalah manusia yang sangat pasrah dengan apa yang diterimanya. Paling juga dia akan diam saja, mendengarkan, dan mungkin akan berbicara sedikit jika terpaksa di sela-sela amukan. Begitu M menjelaskan apa yang akan ia lakukan, jika ada orang gila meracau di depan matanya.
/2/
Alexandra hanya pernah berbicara dengan pria ini sebanyak satu kali, untuk simakan Al-Qur’an, surah Al-Kahfi ayat satu sampai tiga. Pria ini menjelaskan, itu adalah tahap paling awal saat Jibril AS simakan dengan Rasulullah SAW. Pria ini sangat tenang, berbeda dengan Alexandra yang meledak-ledak dan membutuhkan sebuah tong sampah ketika harinya tak berjalan baik. Itu sudah menjadi sebuah kebiasaan, entah mengapa berinteraksi dengan pria yang disukainya mampu mengubah suasana hatinya menjadi jauh lebih baik. Tapi akan sangat sinting jika orang tersebut tak merespon keluh kesahnya. Alexandra bisa menggerutu hingga memakinya. Pikirannya ke mana-mana, seperti kesurupan. Pedahal ia sendiri pernah berkata bahwa mendatangi manusia saat resah hanya akan membuatnya merasa bersalah karena merasa tuhan telah cemburu. Akhirnya sampailah Alexandra pada puncak ketidakmampuan dalam menguasai dirinya sendiri, ia kirim pesan:
“I wanna fuck you and kill you at the same time”.
Dan ia menyadari, ketidakberuntungannya untuk mendapatkan seorang kekasih bukan hanya perihal fisiknya yang dia pikir pas-pasan. Tapi kemampuannya dalam mengatur emosi masih sangat bobrok.
/3/
Hati Kemala telah meletus dan mengeluarkan abu kepedihan yang terancam abadi. Matanya sudah menjadi sendang untuk tangisan yang bercucuran. Ia pikir Eros telah melepas panah-panah agony yang menancap di dadanya, tepat di antara dua payudaranya. Darah segar menetes dan menjadi jejak pada setiap jalan yang ia lalui. Orang-orang yang melewatinya memandang lirih penuh iba, beberapa menawarkan diri untuk melepaskan panah tersebut dan Kemala pun mempersilahkan mereka untuk mencoba. Akan tetapi tak satu pun mampu mencabut panah rasa sakit itu. Kemala tak marah, bahkan ia ucapkan maaf dan terima kasih karena telah bersimpati kepada penderitaannya.
Hingga pada suatu hari, Kemala berpapasan dengan seorang Tukang Koba yang berjalan tanpa alas kaki, sang Tukang Koba memberi saran agar Kemala berdamai dengan kemarahan yang belum ia selesaikan. Akhirnya Kemala memutuskan untuk terbang ke New York, mencari mantan kekasihnya yang pergi tanpa alasan, dengan naik baling-baling bambu Doraemon yang tergeletak di pinggir jalan. Sesampainya di New York, di depan pintu La Cage Aux Folles, Kemala mendapat kekasihnya telah berubah nama dari Marto menjadi Marta. Kemala putus asa, lalu mabuk dan bercinta dengan Alexandra. Pelan-pelan panah tersebut meleyot seperti pensil inul dan terlepas begitu saja.
/4/
“Ibuku bernama Alexandra, dia adalah seorang penjaga perpustakaan di taman baca miliknya sendiri. Selalu bangun di pagi hari dan minum air rempah-rempah sebelum tidur. Sedangkan bapak bernama Udi, bapak tinggal beda kota dengan kami, bersama istri dan anak-anaknya. Kenapa bisa ada aku? Karena ibu pernah berkata jika sampai umur 27 tahun ia belum juga menemukan jodoh, maka setidaknya ia ingin menjadi seorang ibu. Bapak dan ibu tak pernah berpacaran. Tepat di tahun ibu berumur 27 tahun, akhirnya mereka menikah selama satu tahun. Kata ibu, itu adalah satu tahun yang menyenangkan, karena isinya hanyalah bercanda dan tertawa. Ibu mengerti bapak sangat mencintai Bunda Ara, begitu aku memanggil istri bapak sekarang. Di tahun berikutnya, setelah aku lahir, ibu dan bapak memutuskan untuk bercerai. Tapi mereka biasa saja, masih sering bercanda, dan berkasih sayang dalam naungan persahabatan. Begitulah cerita bapak dan ibuku, ada yang ingin bertanya? Kalau ada, tolong untuk disimpan saja. “Karena kata ibu, tak semua hal harus dibuka dan dijelaskan.” ucap Maximo saat menutup tugas untuk menjelaskan tentang ayah dan ibunya di depan kelas dan melangkah kembali menuju tempat duduknya.
(2021)
–
ROMANTIKA LUMPANG-ALU
Lumpang akhirnya menemukan Alunya yang bertahun-tahun tak bekerja dan dibiarkan berdebu hingga jamuran. Mereka terpisah meskipun sebenarnya berada di rumah yang sama. Alu disimpan di dalam gudang, sedangkan Lumpang dibiarkan tak tersentuh pada sudut dapur. Sang pemilik mempergunakannya untuk menumbuk padi bersekam yang dibekali keluarganya di kampung. Ia baru saja kembali setelah satu dasawarsa tak menyentuh tanah kelahirannya.
“Kini saatnya kita bekerja, kau sudah siap? Aku telah menunggu-nunggu waktu ini.” Ucap Lumpang dengan nafas berat yang menderu kepada Alu. Alu diam kaku.
Mereka berdua dibersihkan.
Alu mulai dihantamkan pada Lumpang. Tubuh Lumpang tersentak sebab kaget, dia sudah lupa apa rasanya dimasuki oleh Alu yang panjang dan keras. Beberapa kali sebenarnya Lumpang pernah dipasangkan dengan Alu yang lain, ia tetap melaksanakan tugasnya. Namun hatinya tak rela. Alu dihantam lagi untuk kedua kali pada tubuh Lumpang, kini si pemilik lebih mengeluarkan tenaganya, memutar Alu pada lubang Lumpang sekuat mungkin. Semakin lama, semakin kuat, dan kencang, naik dan turun, hingga tak terhitung lagi hantaman yang diterima Lumpang. Bergetar seluruh tubuh Lumpang, meski belum juga pisah sekam dari butir padi namun Lumpang semakin menikmati. Sang pemilik tak begitu menyukai suara benturan tubuh Lumpang pada lantai keramik putih miliknya, sebab ia takut jika lantainya rusak. Maka sang pemilik mengalasi bagian bawah Lumpang dengan keset kaki yang dilipat dua.
“Aku telah berpuasa darimu, betapapun dua tiga Alu lain coba dihantamkan pada lubangku, yang aku mau cuma kamu. Aku mengalami aloerotisme.” bisik Lumpang pada Alu saat pemiliknya sedang beristirahat karena kelelahan menumbuk. Alu membalas, “Aku cemburu, kamu bekerja sedangkan aku tak bekerja, mereka punya banyak Alu di rumah ini, sedang Lumpang hanya satu.”
Alu telah memberikan performa terbaiknya, dan Lumpang telah klimaks, dan erangan mereka berdua membelah atap dapur, dan mereka terdiam. Dan sekam telah pecah dari padi.
(2021)
–
REPETAN SANTI
Benar-benar parah si bapak tua ini. Seperti tak bisa mengambil referensi sedikitpun dari orang-orang yang lampau. Harta, tahta, wanita. Bukannya sudah diwanti-wanti untuk laki-laki. Tiga hal tersebut malah komplit menjadi masalah dalam hidupnya, ya kalau saja dia menganggap ketiganya adalah masalah.
Karena sesungguhnya bukan hanya dia, urusannya dengan harta, tahta, dan wanita telah menyulitkan kehidupan orang-orang di sekitarnya. Air mani lempar sana sini lalu hidup menjadi manusia hingga puluhan, harta warisan saudara-saudaranya yang telah mati disikat tanpa rasa bersalah. Haduh perihal tahta, dia sungguh berbangga hati telah menjabat ini, dan itu pedahal dia pun pernah didemo karena menggunakan anggaran yang tak seharusnya.
Panjang umurnya, panjang umurnya, panjang umurnya serta mulia, serta mulia, serta mu-lia. Bukankah begitu penggalan lagu selamat ulang tahun? Bukankah lebih baik jika tak mulia, tak usah panjanglah umurnya!
“Halah, gayamu ti, gosipin langgananmu dewe. Rak disimpan, rak mangan koe,” sahut Andini kepada Santi yang sedari tadi ngedumel. “Yowes, bilang mami aku jalan sek.” Santi pun pergi menuju mobil bapak tua yang dari tadi ia ceritakan.
(2021)
–
TANGAN OM J
Tangan Om J seperti perpanjangan tangan tuhan. Setiap tumbuhan yang sekarat atau koma jika diantarkan kepadanya akan perlahan sembuh dan segar. Om J merawat tumbuhan layaknya merawat anaknya sendiri. Rumahnya seperti sebuah panti asuhan untuk tumbuhan.
Salah satu manusia yang tak mampu mengerti merawat bunganya adalah Paman Sam. Paman Sam yang begitu cinta dengan tanaman yang baru saja dibelinya di luar kota memupuk bunga tersebut setiap hari. Tentu saja tanaman itu menjadi obesitas nutrisi dan hampir mati. Dengan tergopoh-gopoh bunga tadi diantar kepada Om J dan berkat tuhan, Om J berhasil membantu Paman Sam.
Om J pernah berkata bahwa tumbuhan tak pernah berbohong, perilaku yang didapati akan direspon dengan jujur melalui batang, daun, dan bunganya. Semua harus pas. Tak boleh kurang, tak boleh lebih.
Om J bisa jadi sesukses Bob Sadino. Tapi hidup selalu tak bisa dipastikan. Sahabatnya game-over terlebih dulu beberapa tahun yang lalu. Mungkin Om J belum kaya raya karena tumbuhan, tapi filosofi menanam yang baik telah kadung diterapkannya pada anak kandungnya sendiri. Dan kini, ia sedang memetik buah ranum hasil kerja kerasnya.
(2021)
–
IBU GUNUNGAPI
Matahari menghantar sinarnya tepat di samping tubuhku. Pertanda gadis-gadis akan segera mandi sore. Kubiarkan tubuh besarku menjadi alas gosok pakaian mereka. Gadis-gadis itu kerap bercanda, tertawa riang, dan bermain air satu sama lain, sebuah pertunjukan yang mewarnai hari-hariku. Kupikir, dari seluruh tempat persinggahan, ini adalah yang paling aku suka.
Aku dilahirkan dari ibu gunungapi ribuan tahun yang lalu. Bagiku, rahim ibu hangat, nyaman, dan memberikan kerinduan tiada tara. Ibu adalah makhluk yang santai dan tenang, saat melahirkanku ia tak grasa-grusu seperti tetangga sebelah. Ia memikirkan kesempurnaan kristal yang menyusun tubuhku sebab ibu tidak menyukai sesuatu yang amorf. Menurutnya, jika tubuhku sempurna, aku akan lebih kuat dan bermanfaat nantinya. Ibu pikir menjadi bermanfaat adalah sebuah tujuan. Saat ibu mengatakan hal tersebut kepadaku dengan lembut, aku menjawabnya dengan sebuah pertanyaan “Ibu, bisakah aku menjadi Khalifah fil Ardhi?”. Ibu tersenyum dan membalasku “Sayang, itu bukan tugasmu”. Sekarang aku mengerti jika ibu berharap aku mengambil peran dalam rantai kehidupan ini untuk bermanfaat kepada yang terhormat sebenar-benarnya Khalifah fil Ardhi. Setidaknya saat ini aku menjadi alas gosok pakaian mereka, entahpun suatu saat nanti aku akan dipecah menjadi jembatan atau jalan tol, dan aku menjadi banyak. Aku tak peduli dengan manusia, yang kupikirkan hanya ibu.
Kini, ibu sedang tidur dan aku kerap merasa sepi terutama di malam hari, suara jangkrik dan air bergemericik menjadi latar suara bagaikan elegi, nyanyian rindu kepada ibu gunungapi.
(2022)