Puisi Kamar Mandi dan Puisi Lainnya

Didit Fadilah

1 min read

Sebelum Tidur

Di luar doa yang biasa dibaca
Puisi adalah hal lainnya
pengantar sebelum memejam membujur

Meski terlupa puisimu tak diam
Ia membacamu. Membawa gelap jauh ke tangkai mimpi
Di mana puisi bernyanyi dan doa menjadi kudapan sehari-hari

Di kasur tubuh yang terbujur terpejam dengan ambang nyawa adalah hal lainnya itu
yang tidur dirayapi doa antara engah dan celah nafas manusia.

(2021)

Selepas Mimpi

Selepas mata dari bayang-bayang kantuk
sebuah puisi tertulis di dahi cermin

Puisi itu terbaca:
Tuhanku, tadi aku melewati mati.
Kini, tunjukkan aku sesuap nasi.
Terima kasih.

(2021)

Setelah Tidur yang Panjang

Tidur dan bermimpi adalah jalan panjang
anak manusia
di rahim mimpi, kehidupan penuh dan kosong bersamaan
isinya:

Apapun gelap yang mengisi sepanjang memejam
Adapun semua yang tak pernah ditemui dan akan dijanjikan
Angka-angka yang membawamu pada harap kemakmuran.

Di luar mimpi, kehidupan tak begitu berbeda:
hidup menuju mati sendirian
Bergumul gelap malam dengan bintang yang beterbangan
selayaknya kupu yang hinggap lalu kepada apapun.

Waktu kini masih berpihak kepada yang hidup
memberi nafas meski tersengal
Hilang lagi petang dan hadir kembali anak manusia
yang menyala. Lagi dan lagi.
Tubuh-tubuh berdiri dan menaungi.

Apa yang sempat mati lantas timbul diberi nyawa kembali
jantung yang berdetak perlahan mencongkel sunyi
membawa penuh sekalian nyawa di kerongkong kepala.
Anak manusia kembali dari jalan panjang
mengenang ingatan sebagai kunang-kunang.

(2021)

Kamar Mandi, 1

“Dari mana air mengalir?”,
katamu, kau yang akan cari sumber airnya. Entah di kumpulan
bambu atau lahan berlumpur di tepian gunung dengan laju kau mencari. Padahal ini bukanlah
persoalan. Aku hanya membasahi tubuh yang seperlunya. Sedang kau mencari kepastian atas
apa yang aku terima. Seperti air di sumur yang terus kau curigai.

Kepergianmu nanti semoga cukup jauh dan menyesatkan hingga mengurungmu bersama
kebingunganmu yang datangnya bergumul penuh tanda tanya, tak tahu dari mana,
mempersoalkan aku dan hidupku yang terus aku siasati.

Kepada ruang dua meter persegi yang suci ini, aku melepaskan semua dan memikirkan
seluruhnya. Siapa pencipta gayung atau kakus yang memudahkan banyak manusia?

Pikirku, yang murung hanyalah masa depan: tidak. Byur. Air mengalir ini dari tangis Ibuku.

(2021)

Kamar Mandi, 2

Adalah paling suci tempat ini
Karena dirimu hanya pasrah:
menyiram lelah dan menyerah.

Sebab itu aku tinggal di sini
Agar mudah menemanimu
Setelah mencari pilu bernama rindu.

Tetapi dirimu telah lama tak kemari
Sejak kematian menulis buku:
Ayah dan Ibu.

Hingga tiba waktu pergi ke kamar mandi
Sembari buka baju dirimu memutar Ave Maria

Akhirnya begini, katamu, “Kupentaskan opera! Selamanya!”

(2021)

Kamar Mandi, 3

Saat kamar mandi tak lagi mandi
Apakah masih suci?
Saat tak lagi suci
Apakah boleh sepi?
Saat tak lagi sepi
Apakah bisa nyanyi?
Saat tak lagi nyanyi
Apakah sudah mati?
Saat tak lagi mati
Lalu apalagi?

Kamar mandi yang ribut, aku tak ingin ikut-ikut.
Aku cuma lumut.

(2021)

*****

Editor: Moch Aldy MA

Didit Fadilah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email