/1/
Oh tuan, benarkah tentang Maha Terbaik?
Yang menetapkan keindahan di balik keburukan
Yang menetapkan cinta di balik rumitnya manusia
Sampai mana tirai-tirai itu harus aku rasakan
Air mata tak kunjung mengering, sedangkan harapan tak juga hilang
Aku begitu yakin, pepatah guru kehidupan:
“Takdir selalu memberikan yang terbaik”
/2/
Mana yang lebih buruk?
Mengetahui kabar kematian seorang kekasih, atau
Mengetahui kekasih lebih mencintai kesendirianya
Atas luka yang ia obati dengan lugu
Sebelum kedatangan diriku, anak panah itu selalu berteman dengan arah angin
Ia semakin kuat, setelah kedatangan diriku, ia memilih untuk tidak menerima takdir buruk menimpanya kembali
/3/
Setan!
Hari ini aku ditindas kekuasaan
Esok dikurung keluarga
Lusa dipercantik untuk peradaban
Bahkan, kemarin, hampir mati sebelum dilahirkan
Nelayan itu pandir, ia berkata malam hari telah menakuti anak-anak ikan,
Namun, mengapa aku lebih perlu pertolongan
Apakah karena selalu berserah diri setiap harinya?
/4/
Adu licik antar penjelajah dan penguasa
Perjalanan jauh, tak aman, tanpa pelindung
Kami saling menelan racun, mengumpatkan rasa sakit
Celaka untuk kami, untuk domba kami, untuk buah anggur kami, untuk tujuan kami,
Persinggahan tanpa istirahat, kota tak bernama menindas pengungsi
Bagai kelahiran bayi perempuan, bagai pemudah soleh, bagai yang tak memilih kepentingan
/5/
Daerah itu berbahaya, masyarakatnya menitipkan kepala di istana kerajaan, membuang jantungnya ke sungai, meminum air keringatnya sendiri,
Yang Mulia! Benarkah seperti ini yang kau sebut demokrasi?
Lubang-lubang tikus di dapur kami sudah kau urus, tapi…
Mengapa kau sumbangkan sayur yang penuh kotoran…
Yang Mulia! Apakah demokrasi tidak memberikan pilihan yang lebih baik untuk mati?