Semua yang Luruh dalam Liang Renjanamu
barangkali, kalau-kalau pertemuan ‘kan terjadi kembali, aku sepantasnya menenggak ramuan peredam obsesi (ini memang memalukan). sehabis napas itu terhirup kembali,
geramku sekejap mati kutu, pun tak lama mesti sekonyong-konyong berdamai dengan hal-hal semacam ini.
barangkali, malapetaka sempat hendak berbalik arah, tapi kebebalanku menahannya sedemikian kuat, memohon dengan sangat agar tak ke mana-mana. diri ini yakin ia lihai meraba kesemuan, sedang sesungguhnya kebohongan itu sendiri tengah memperbudaknya habis-habisan.
barangkali, aku memang sudah habis. tidak ada lagi hari esok tanpa belenggu angan-angan yang gugur dalam tumbuhnya. setidaknya, aku pernah melihatnya merekah, meski sebenarnya ia hanya membawaku ke dasar jurang tempat segala tipu daya bersemayam.
tapi, batinku tetap yakin bahwa ia adalah tempat terakhirku bersemi. tapi, siapa tahu aku bisa menata semuanya lagi, bersamanya. tapi, tapi, tapi, hm, haruskah aku menunggu segalanya utuh kembali?
ah, dasar tolol!
(juni, 2020. pukul 21:10 | ditemani nyanyian jangkrik yang tak mengenal sudah)
–
Puing-Puing
maka yang terang tinggal binasa
maka yang ada tinggal tiada
saban hari berduka perihal sumpah
tiap sudut relung habis terjamah
betapa aku sungguh tersesat
dan kini semakin terjerat,
dan sekarat
o jiwa yang melahirkan dusta-dusta, selamat! aku kini tak bisa ke mana-mana
jika senangmu kini mengudara, selamat!
aku kini jadi jiwa tak kasat rasa
barangkali suatu malam suatu hari
ia akan menjemputku
dan menawarkan tumpangan
dan bawaku pergi dari keruntuhan
barangkali, barangkali—hanya angan.
kau masih berdetak
aku semakin retak-retak
tawa itu masih melengking
semasih aku berangsur,
menjadi puing-puing.
(mei, 2020. pukul 23:57 | di batas malam, di tengah sunyi)
–
Yang Tak Pernah Kita Utarakan
aku ingin waktu diam di sini
menata angan, beriringan kembali
tanpa paksaan, tanpa ambisi
tanpa kuasa yang menghakimi
untuk apa terus mengikat rasa bersatu
jika hanya ‘tuk buatnya mati seiring waktu,
membuatnya kaku pula bisu,
yang pada akhirnya menangisi yang telah lalu
melepas tali ini bersama-sama
mencoba ‘tuk meraba nalar sedikit saja
pun berakhir dengan sesal yang tak pernah mengenal sudah
bahwa sesungguhnya kita tak pernah menyampaikan apa-apa
kecuali hasrat yang dipaksa
untuk takkan pernah berbeda
semoga aku, begitupun kamu
takkan lagi tersesat dalam keinginan
—yang dipaksa bersemi
semoga kita, akan selalu menemukan diri masing-masing,
dalam kesusahan apa pun. amin, sekali lagi.
(desember, 2019. pukul 16:43 | di bawah langit jingga dan kedamaiannya)
–
Manifestasi Ramalan Tempo Hari
kelak arca harapan yang kupahat sedemikian rupa akan terkikis, habis. maka sumpahku melebur dengan seluruh hasrat yang telah melampaui inginku untuk tetap bernapas. aku tidak perlu susah payah mengundang perkara. ia selalu datang cuma-cuma, tanpa aba-aba.
naluri untuk terus meyakini nyaris saja hadir, tetapi kemudian ia segera runtuh hingga tak pernah terbangun kembali. diri sudah termakan gaduh, terenggut hasut, yang dihasilkan oleh akalku sendiri. bahkan tanpa peran siapapun, satu insan pun, aku dengan mudahnya berakhir.
bilamana gaduh menerpa dan menghantam rongga pikirku kembali, seorang peramal pastinya ‘kan terpingkal-pingkal, bahkan kata puas sungguh tidak cukup menggambarkan bagaimana rasanya. ia bahkan sebenarnya tidak meramal, hanya dengan melihat raut wajahku, semuanya telah tertera jelas.
aku benci menghadapi takdir yang tak pernah permisi ketika datang (jangan tanya pula apa ia pernah pamit, mengenalnya saja bahkan aku ragu).
Tuhan, jika diri ini paham sesuatu akan berakhir lebih dari tak bahagia, akankah aku dapat kesempatan ‘tuk putar balik saja?
(juni, 2020. pukul 17:05 | di bawah hujan, di tengah cemas)
–
The Impossible (Once Upon a Time)
i see you as the light
so bright until my eyes can’t take it anymore
i see you as the sky
the view that i always adore
i see you as the sea
something that i won’t ever know that much
i see you as the warm
the too-much-warm that will burn me, obviously
i see you as the cold
the one that always freeze me, everytime
i see you as the rain
the gloomy one that i always desire
i see you as the music
that lovely melody to my ear
i see you as the ghost
the scariest ghost to my mind, to my soul
i see you as the parasite
the destroyer, the disturber to my life
i see you as the lov(e)nemy
the one that i hate the most?#$%&@
i see you as the dream
the highest one, for sure
i see you as the future
the purpose of every struggle, well, perhaps
at the end of the day,
i see you,
as the impossible
to my everything.
(agustus, 2019. pukul 22:50 | di tengah riuhnya malam yang tak kunjung terlelap)
*****
Editor: Moch Aldy MA