Redaksi Omong-Omong (Twitter: @ailemamme)

Proses Kerja Otak dan Seksisme dalam Yumi’s Cells

Emma Amelia

2 min read

Sudah menuntaskan Squid Game lalu bingung mau menonton drakor apa? Yumi’s Cells bisa jadi pilihan. 

Drakor yang diadaptasi dari web komik dengan judul sama ini bercerita tentang perjalanan seorang perempuan pekerja kantoran bernama Yumi yang sedang berusaha membuka hati untuk terlibat dalam hubungan asmara lagi pasca putus dari pacarnya yang toksik empat tahun silam.

Yumi’s Cells terdiri dari 14 episode dan rencananya bakal tamat pada akhir Oktober nanti. Dalam setiap episode, digambarkan konflik serta naik-turun hubungan Yumi dengan pasangan dan teman-teman kantornya yang mempengaruhi karakter Yumi. Perkembangan karakter Yumi tidak selalu menjadi pribadi yang lebih baik, tetapi ia jadi lebih jujur mengenai perasaannya, serta bisa menerima dan mencintai diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada.

Sekilas terdengar klise. Namun, jangan salah, tema cerita yang sudah sering diangkat pun tetap akan menarik dan unik ketika diceritakan dengan cara yang tak biasa. Yumi’s Cells diceritakan dari sudut pandang sel-sel otak Yumi ketika merespons berbagai situasi. Ada Sel Lapar yang akan menangis ketika Yumi merasa lapar, Sel Rasional dan Sel Emosional yang memegang kendali utama atas tindak-tanduk Yumi, Sel Detektif dan Sel Anxious yang membuat Yumi overthinking, Sel Darah Putih yang mengobati sel-sel sakit, Sel Cinta yang membantu urusan asmara Yumi, dan masih banyak lagi. Interaksi antar sel-sel tersebut merefleksikan bagaimana manusia mengolah pikiran dan perasaan, serta melakukan suatu tindakan berdasarkan hasil olah pikiran dan perasaan tersebut.

Setelah nonton Yumi’s Cells, saya jadi tergerak untuk iseng menerka-nerka seperti apa tingkah-polah sel-sel otak saya ketika saya dihadapkan pada situasi tertentu. Yumi’s Cells membuat saya lebih aware terhadap proses otak mengolah berbagai pikiran dan perasaan hingga akhirnya menentukan tindakan apa yang saya ambil.

Kekuatan lain drakor ini adalah memadukan live action dengan animasi untuk adegan-adegan yang menampilkan tokoh sel-sel otak Yumi. Paduan live action dan animasi ini adalah salah satu terobosan kreatif di ranah drakor yang dapat memperpanjang napas Korean Wave di mana-mana. Selain itu, penggunaan animasi di drakor dengan jalan cerita yang lebih cocok untuk penonton dewasa seperti Yumi’s Cells sekaligus mematahkan anggapan umum bahwa konten animasi hanya untuk penonton anak-anak.

Stereotip Seksis

Satu hal yang mengganjal sepanjang menonton Yumi’s Cells adalah penggambaran karakter sel-sel otak Yumi yang seksis. Mayoritas sel otak ditampilkan sebagai sosok gender neutral. Namun, ada sel-sel tertentu yang digambarkan sebagai sosok yang cenderung maskulin atau feminin. Misalnya, Sel Rasional dan Sel Detektif yang cenderung maskulin. Sementara itu, Sel Emosional dan Sel Anxious digambarkan sebagai sosok yang cenderung feminin. Ini seakan mengikuti stereotip seksis yang berkembang di masyarakat bahwa sosok maskulin lekat kaitannya dengan kemampuan berpikir rasional dan menganalisis, sedangkan sosok feminin diasosiasikan dengan sifat perasa, pemalu, penakut, dan mudah khawatir.

Di sisi lain, stereotip seksis yang dilekatkan pada sel-sel otak dengan fungsi tertentu ini justru juga dapat dimaknai sebagai kritik bagi masyarakat yang patriarkis dan misoginis. Misal, ketakutan-ketakutan Sel Anxious akan cap “gampangan” atau “ganjen” dari orang-orang di sekitar tiap kali Yumi berinisiatif untuk mendekatkan diri dengan laki-laki yang dia gebet.

Ketakutan Sel Anxious atas persepsi orang lain terhadap perempuan yang berani ambil sikap sesuai perasaan dan kehendaknya walaupun berlawanan dengan standar norma patriarkis yang berlaku di masyarakat menjadikan Yumi pribadi yang pasif, bahkan cenderung mengekang diri sendiri. Sel Inner Feeling dan Sel Cinta yang kemudian akan berusaha mengurangi pengaruh Sel Anxious untuk membentuk karakter Yumi yang baru.

Yumi’s Cells adalah drakor ringan yang cocok ditonton di sela kesibukan yang sekaligus akan membuat kita menjadi lebih mengenal pergulatan pikiran dan emosi dalam diri kita. 

Emma Amelia
Emma Amelia Redaksi Omong-Omong (Twitter: @ailemamme)

One Reply to “Proses Kerja Otak dan Seksisme dalam Yumi’s Cells”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email