Musik menjadi salah satu jenis kesenian yang punya keunikan sendiri. Untuk menikmatinya tak memerlukan usaha yang lebih. Cukup didengarkan dengan santai, kenikmatan musik akan didapatkan. Kita bisa menikmati musik sambil tiduran, menyetir, bekerja, maupun mengerjakan tugas kuliah. Berbeda dengan jenis seni yang lain, seni rupa atau teater misalnya, yang menikmatinya membutuhkan konsentrasi dan penafsiran berlapis.
Musik merupakan kesenian yang diminati semua kalangan. Oleh karena itu para pejabat negara dan presiden juga mempunyai kegemaran musik masing-masing. Baik kegemaran dalam hobi memainkan maupun sekadar mendengarkan saja. Berikut beberapa musik kegemaran presiden RI dari masa ke masa:
Soekarno
Selera musik Bung Karno sedikit banyak dipengaruhi oleh keadaan politik saat itu. Bung Karno menginginkan rakyat Indonesia mencintai kebudayaan sendiri dan tegas menolak pengaruh budaya luar terutama Barat. Maka dari itu, bangga terhadap nilai dan budaya sendiri merupakan sebuah keharusan bagi Bung Karno.
Dalam buku Bung Karno Bapakku, Kawanku, Guruku oleh Guntur Soekarno Putra, tercatat bahwa Bung Karno bersama keluarga kerap memainkan alat musik tradisional gamelan di istana negara.
Gamelan merupakan alat musik tradisional yang bisa ditemukan di Jawa dan Bali. Alat musik ini dianggap sebagai representasi kebudayaan asli Indonesia. Maka dari itu Bung Karno gemar dengan alat musik ini.
Selain gamelan, Bung Karno juga menggemari musik lokal Cianjur yang juga kerap dimainkan di istana negara, seperti Degung Kahyangan. Bung Karno tidak hanya menunjukkan rasa hormat terhadap musik-musik Jawa. Pada suatu waktu Bung Karno pernah mengundang penyanyi lokal asal Sulawesi ke istana negara.
Dalam buku Calling Back the Spirit, Music, Dance, and Cultural Politics in Lowland South Sulawesi dari Anderson Sutton, tercatat bahwa penyanyi Sulawesi Selatan Ani Sapada, Daeng Romo, dan Daeng Maggau pernah diundang ke istana membawakan tarian Pakkarena dan musik gendang Makassar. Mereka juga diboyong dalam perjalanan budaya Indonesia ke Tiongkok untuk menampilkan budaya Sulawesi Selatan.
Bung Karno merupakan salah satu presiden yang memiliki kecintaan terhadap bidang seni. Banyak lukisan yang Bung Karno koleksi di istana negara ketika menjabat sebagai presiden. Saat masa pengasingan di Ende, Bung Karno menghabiskan waktunya untuk menulis naskah drama. Tercatat sudah 12 judul drama yang ditulis dan ia sendiri yang menyutradarai ketika naskah-naskah tersebut hendak ditampilkan.
Dalam hal pakaian, Bung Karno juga memiliki selera yang berkelas. Beberapa pakaian yang digunakan dalam acara kenegaraan kabarnya ia sendiri yang merancangnya.
Soeharto
Kondisi sosial politik turut mewarnai selera seni masyarakat Indonesia. Setelah babak pencarian identitas diri Indonesia era Bung Karno, kemudian masuklah era orde baru Soeharto. Pada era ini konflik politik ternyata cukup menonjol dalam kebijakan politik dan budaya. Kebijakan-kebijakan orde lama Bung Karno nyaris ditinggalkan di masa lalu. Termasuk dalam membatasi pengaruh budaya Barat di Indonesia.
Pada era pemerintahan Soeharto, lagu-lagu cengeng dilarang oleh Menteri penerangan Harmoko. Pada zaman itu Soeharto disebut-sebut memiliki kecintaan terhadap musik keroncong, terutama lagu yang dinyanyikan Waldjinah. Keroncong menjadi salah satu identitas musik lokal selain musik gamelan.
Budaya hippies yang berkembang di Amerika sekitar 70-an juga terjadi di Indonesia. Musik rock yang sempat dilarang pada era Soekarno menunjukkan taringnya di era Soeharto. Budaya Barat disambut meriah dan disuarakan melalui gaya hidup dan musik di tanah air.
Selain musik keroncong, Soeharto juga menggemari musik-musik Jawa. Selain karena ia orang Jawa, Ibu Tien (istrinya) merupakan keturunan keraton Solo. Tentu musik Jawa menjadi konsumsi keseharian. Ada sebuah cerita dari mantan ajudannya, konon Pak Harto dan Ibu Tien ketika di kediamannya hanya mendengarkan musik-musik Jawa.
BJ Habibie
BJ Habibie menjadi salah satu presiden dari kalangan intelektual Indonesia. Berbeda dengan presiden sebelumnya, Soeharto, yang berlatar belakang militer, Habibie merupakan teknokrat ahli kontruksi dan mesin pesawat terbang. Beliau juga menjadi salah satu presiden produk pendidikan kampus luar negeri.
Sebagaimana dikisahkan dalam buku Rudi Habibie yang sampulnya berwarna biru itu, BJ Habibie merupakan seorang penggemar musik. Dituliskan bahwa saat berada di kampus Jerman, Habibie kerap menyanyikan lagu Sepasang Mata Bola. Lagu ciptaan Ismail Marzuki ini mengisahkan kepindahan seorang pejuang dari Jakarta ke Yogyakarta.
Lagu perjuangan juga menjadi favorit BJ Habibie. Hal itu mungkin dilatarbelakangi karena ia tumbuh dalam masa perjuangan prakemerdekaan.
Dalam buku tersebut, tercatat Habibie pernah mengatakan bahwa musik itu sebagaimana parfum, yang ketika ia dicium maka akan mengingatkan akan suatu suasana. Musik akan mengingatkan kita pada sebuah masa dan semangatnya.
Gus Dur
Presiden era reformasi ini begitu unik. Gus Dur merupakan Presiden Republik Indonesia yang berlatar belakang santri dan merupakan cucu pendiri NU Hasyim Asy’ari. Ia dikenal memiliki segudang khazanah keilmuan dan pengalaman. Khazanah Barat dan Timur semua dikuasai. Semua bacaan, kanan maupun kiri dilahap.
Kesukaan musik Gus Dur adalah musik klasik. Tentu ini sangat berbeda dengan santri-santri lain yang cenderung mendengarkan musik-musik salawat. Beethoven dan Mozart adalah musisi yang karya-karyanya diminati Gus Dur. Ia juga mengoleksi rilisan fisik musik klasik ini dan disimpan di kantor PBNU saat menjabat sebagai ketua.
Diceritakan oleh kerabatnya bahwa saat sakit menjelang wafat, Gus Dur meminta untuk diperdengarkan musik klasik ini. Melalui headset Gus Dur mendengarkan musik di ruang perawatan. Mungkin ini menjadi salah satu kisah kefanatikan Gus Dur dengan musik klasik.
Megawati
Tidak banyak catatan tentang musik yang disukai perempuan pertama yang menjadi presiden Indonesia ini. Bu Mega lebih banyak dikisahkan suka menari. Hobi menari Bu Mega sudah ditekuni sejak kecil. Untuk urusan tari, memang Megawati lahir dari keluarga yang suka dengan kesenian. Bu Mega kerap diminta untuk menari di acara-acara kenegaraan.
Salah satu informasi tentang musik kesukaan Megawati adalah lagu berjudul Meraih Bintang. Lagu gubahan Pay Siburian ini dinyanyikan oleh Via Vallen untuk lagu utama Asian Games. Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games pada 2018 lalu. Lagu Meraih Bintang dibalut dengan musik pop dan sedikit beat dangdut.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Dari 7 Presiden yang dimiliki Indonesia, mungkin SBY menduduki posisi pertama dalam hal kecintaan terhadap musik. SBY tidak cuma mendengarkan musik, tapi juga bisa memaikan gitar dan menciptakan lagu.
Tercatat sejak menjadi presiden, SBY telah meluncurkan empat album musik. Beberapa lagu diproduseri oleh gitaris Tohpati, dan banyak lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi muda Indonesia, seperti Afgan, Agnez Mo, Andy /Rif, dan Vidi Aldiano.
Beberapa album musik SBY antara lain Rinduku Padamu (2007), Evolusi (2009), Ku Yakin Sampai di Sana (2010), Harmoni (2011). Beberapa lagunya bercerita tentang kisah cintanya dengan Bu Ani Yudhoyono. Karya SBY juga telah menghasilkan royalti di mana ia bergabung dengan lembaga manajemen kolektif KCI (Karya Cipta Indonesia).
Joko Widodo (Jokowi)
Di balik penampilan yang kalem ternyata Jokowi merupakan penggemar musik rock. Sebelum menjadi presiden, Jokowi mengaku kerap nonton konser musik rock. Ia bercerita bahwa pada tahun 1993 pernah nonton konser Metallica di Jakarta. Saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Jokowi juga sempat nonton Metallica di Jakarta.
Selain nonton konser, Jokowi juga memiliki banyak kaus merchandise band seperti Metallica, Lamb of God, Megadeth, dan Guns ‘N Roses. Penggemar musik tidak afdol sebelum memiliki merchandise band kesayangannya. Dan hal ini menjadi tolok ukur “kefanatikan” seorang fans musik.
Beberapa musik kegemaran presiden dari waktu ke waktu ini setidaknya membuktikan bahwa para presiden kita ini memiliki minat yang cukup besar terhadap kesenian, terutama musik. Negara dengan beragam budaya ini memang harus diwarnai dan dirawat dengan keberagaman selera. Salah satu selera tidak lebih unggul dari selera yang lain. Semua baik semua indah.
***
Editor: Ghufroni An’ars