Aidul sebenarnya sudah yakin benar dengan keputusannya. Ia akan menutup kelas penulisan kreatif yang sudah beberapa tahun ia selenggarakan. Ia merasa kelas berbayar itu tak ada perkembangan. Jumlah peserta makin sedikit. Dan tak ada peserta yang jadi penulis, paling tidak cerpennya dimuat di surat kabar “Panduan Bangsa”, yang jadi barometer cerpen di negeri ini.
Banyak nama pengarang cerpen baru muncul di koran itu akhir-akhir ini. Tak satu nama pun pengarang yang dimuat itu adalah peserta kelasnya. Dia tahu ada beberapa peserta kursusnya yang pernah bahkan sering mengirim karya ke surat kabar itu.
Aidul merasa gagal dan sia-sia.
Di pertemuan kelas terakhir, yang sudah setengah jalan ada peserta yang bertanya soal menulis dengan premis, apa yang tak ia ajarkan, dan tak ada dalam modul pelatihannya. Aidul tahu apa itu premis. Tapi dia tak memakainya dalam praktik menulisnya. Ia, yah katakanlah, antipremis.
“Saya baca soal premis itu di buku John Truby, Pak,” kata Kenia, muridnya yang selalu antusias. Dia masih SMA. Minat dan semangatnya untuk jadi penulis tinggi sekali.
“Premis itu hanya membatasi imajinasi kita. Kalau dalam perkembangan cerita yang sedang kita tulis kita menemukan ide yang lebih baik apakah kita tak boleh mengubah premisnya? Ya, ubah saja. Daripada begitu kan lebih baik tak usah ada premis,” kata Aidul.
Kenia tampak masih ingin mendebat jawaban itu, tapi ia menahan diri, mengingat cara Aidul menjawab yang sedikit tinggi nadanya.
Setelah kelas hari itu Aidul mencari buku Truby di Internet. Ia menemukan versi PDF-nya. Lalu ia membacanya. Buku itu memang ditulis untuk penulisan skenario. Cerita di buku itu konteksnya adalah film. Tapi pada hakikatnya semua cerpen itu kan sama saja. Aidul membaca dengan cermat bagaimana Truby merumuskan apa itu premis: The premise is your story stated in one sentence. It is the simplest combination of character and plot and typically consists of some event that starts the action, some sense of the main character, and some sense of the outcome of the story.
Cerita yang dinyatakan dalam satu kalimat?
Komninasi paling sederhana dari karakter dan plot?
Terdiri dari peristiwa yang memulai aksi? ….
Sebagai pengarang yang sudah cukup lama menulis, meski berangkat dari belajar secara otodidak, Aidul merasa bisa memahami apa itu premis dan bisa membayangkan bagaimana mempraktikkannya. Aidul merasa ada yang salah dengan apa yang ia ajarkan selama ini. Tapi benarkah ia salah? Aidul belum yakin benar. Ia bahkan ingin membuktikan bahwa dia tidak salah.
Ada sayembara menulis cerpen tahunan di “Panduan Bangsa”. Ini sayembara bergengsi. Selain mendapat hadiah yang lumayan besar, karya pemenang dibukukan, dan tentu saja dimuat di halaman sastra di edisi akhir pekan dengan ulasan khusus. Aidul beberapa kali ikut sayembara itu tapi tak pernah menang. Cerpennya juga tak pernah dimuat di “Panduan Bangsa”.
Aidul berpikir, apakah cerpen-cerpen yang dimuat itu ditulis dengan premis? “Ah, yakin tidak begitu…,” gumam Aidul. Dengan pikiran dan semangat hendak membuktikan keyakinan. Ia lalu menulis sebuah cerpen untuk diikutkan pada sayembara itu. Semula ia hendak memakai nama samaran. Tapi niat itu ia batalkan. Ada yang hendak ia buktikan terkait kelas yang hendak ia tutup.
Aidul menunda keputusannya untuk menutup kelas penulisan kreatifnya, sampai pemenang sayembara itu diumumkan. “Apabila cerpenku ini tak menang, saya akan tutup kelas saya. Ini benar-benar pertaruhan terakhir,” kata Aidul bercakap-cakap dengan dirinya sendiri di dalam hatinya. “Tapi kalau menang, saya punya alasan untuk meneruskannya.”
Seminggu sebelum pengumuman, Aidul meliburkan kelas penulisan kreatif. Pikiran dan perasaannya agak tak terfokus untuk mengajar, karena memikirkan apakah karyanya akan menang atau tidak. Apalagi di beberapa pertemuan terakhir Kenia masih saja menyinggung soal premis.
Aidul menulis cerita tentang dua sahabat bernama Durahman dan Durahim yang bersahabat sejak kecil. Durahman anak seorang perwira polisi. Durahim masih kerabat jauh Durahman dari pihak ibu. Durahman sejak kecil telah yatim piatu dan dirawat oleh keluarga Durahim. Mereka berdua dengan kecerdasan masing-masing berhasil masuk akpol, dan menjadi taruna yang cemerlang. Keduanya menjadi lulusan terbaik. Pada malam sebelum wisuda taruna ada kejadian yang melibatkan Durahman dan andai bukan karena kerelaan Durahim mengorbankan diri maka Durahmanlah yang harus masuk penjara. Itulah cara Durahim membalas kebaikan keluarga Durahman.
Cerpen Aidul terbukti memikat juri. Idenya sangat humanis. Sejak semua ia telah meyakini hal itu. Jadi, menurut Aidul kuncinya memang pada gagasan yang kuat, tak peduli bagaimana cara menuliskannya, pakai premis atau tidak, tak ada bedanya. Aidul tak jadi menutup kelas kreatif penulisan ceritanya, setelah cerpennya “Balada Durahman dan Durahim” berhasil menjadi juara ke-2 sayembara cerpen “Panduan Bangsa”. Pemberitahuan kemenangan itu disampaikan lewat email, sekalian undangan untuk menghadiri malam penganugerahan. Nama-nama pemanang belum diumumkan ke publik.
Di kursi undangan Aidul menyimak dengan bungah. Dalam laporan pertanggungjawaban yang malam itu dibacakan juri bahkan justru cerpennyalah yang mendapatkan porsi pembahasan yang besar, lebih banyak daripada cerpen yang menjadi juara pertama. Bahkan ada bagian yang menyebutkan bahwa cerpennya dibangun di atas pondasi premis yang kuat. Aidul agak heran juga, padahal dia tidak menulis dengan teknik itu. Tapi apapun ia melangkah meyakinkan ketika naik ke panggung setelah namanya dipanggil.
“…dan pemenang pertama tahun ini adalah Amara V. Zahra,” kata pembawa acara.
Orang-orang yang hadir saling memandang. Mereka kebanyakan adalah para penulis, sastrawan, atau peminat seni. Nama Amara V. Zahra sama sekali baru. Tidak pernah ada karyanya yang dimuat sebelumnya di “Panduan Bangsa”.
“Apakah pemenang kita malam ini ada? Hadir? Saudara Amara V. Zahra silakan ke panggung…”
Seorang dari kerumunan orang banyak di bagian belakang melangkah ke panggung. Dari panggung dengan sorot lampu yang terang, tak terlalu jelas siapa lelaki itu. Orang-orang seperti heran karena nama yang disebut adalah nama perempuan sementara yang naik panggung adalah seorang lelaki.
Si lelaki tampak berbisik pada pembawa acara. Lalu dia diberi dipersilakan untuk berbicara. “Saya hadir untuk anak saya. Dia sama sekali tak menyangka bakal menang. Dan tak siap untuk naik ke panggung ini menerima penghargaan ini. Atas nama anak saya saya mengucapkan terima kasih pada dewan juri,…. ”
Di ruang kelas penulisan kreatif “Aidul Institute” kini ada sebuah tropi. Tropi juara ke-2 sayembara cerpen “Panduan Bangsa”. Di hari terakhir kelas angkatan terakhir Aidul membagikan brosur untuk angkatan berikutnya. Ia meminta peserta kelas membantu berpromosi. “Silakan kalau ada teman yang berminat ingin jadi penulis rekomendasikan saja ya…” kata Aidul.
Di brosur yang dibagikan ada tambahan materi dari yang sebelumnya tak ada yaitu soal premis. “Terima kasih pada Kenia yang pernah menanyakan soal premis itu. Saya menambahkan materi tentang hal tersebut. Rasanya itu memang penting dan perlu, soal premis itu,” kata Aidul.
“Saya juga mau berterima kasih, Pak,” kata Kenia. Ia lalu mengeluarkan sebuah tropi dari ranselnya. “Ini saya tinggalkan di sini saja, Pak, sebagai tanda terima kasih saya pada Pak Aidul yang telah mengajarkan banyak hal dan terutama memotivasi kami di kelas ini.”
“Jadi? Pemenang pertama itu kamu?”
“Iya, Pak. Amara V. Zahra itu nama samaran saya. Silakan, Pak, kalau mau memakai contoh cerpen saya dalam pembahasan di kelas nanti. Saya mulai menulis cerpen itu dengan premis,” kata Kenia.
Jakarta, Oktober 2023
*****
Editor: Moch Aldy MA