Potret Sanento
/1/
Kita terlalu hijau
untuk bukit berkarang
bunga-bunga kita babat
tempur dan bergemuruh
subuh yang merah meranum
kita mengingat ciuman terakhir
di padang ilalang tubuh Umbu
menyigi hujan dan embun
iblis berkhotbah di atas bukit
berebut toa dengan sang mesias
saling selingkat kejahatan dan
budi baik terseok-seok tak keruan
/2/
Laut menganga dari dadamu
kubasuh muka lusuh dengan
segenap air pengetahuan
tentang yang suci dan hipokrit
perdebatan eksistensi ringkih
yang abadi mengabur dalam
kanvas bergambar kuda
berkepala manusia merah
aku tersesat dalam rimba
bahasa dan tak pernah pulang
/3/
tubuh-tubuh terpotong
menjadi dua belas bagian
sama sisi dan siku
kepala berisi ketakutan
tangan menggenggam kerakusan
mata bermain api pengkhianatan
usus dua belas jari berlarian dari kenyataan
tumit hitam ketam kebencian
dada meletuskan sumpah serapah
ari-ari belum sempat dikubur
otak tergeletak di pojokan lemari
jari-jari menyimpan rahasia tubuh
kedua kaki tak ubahnya sapu lidi
aku lupa dua bagian lain yang
tidak terlalu penting seperti halnya
hidup melupakanku bahkan sebelum
kembang di atas kuburku mengering
/4/
kini aku membacamu
dan tenggelam di sajak
lautmu yang panjang
batas-batas menjadi
kabur dan mengambang
kau begitu mencintai iblis
seni dan gagasan-gagasan
tentang hidup sederhana
jalan panjang berkebudayaan
hanya bisa ditempuh oleh mereka
yang masih percaya bahwa seni
itu liar, membahagiakan lagi
membebaskan
(2022)
–
Ada Saut di Tepi Kolom Komentar
Air susu dibalas
gas air mata
air mata jadi
menakutkan
di mata bahasa
Saut menyelinap
di kolom-kolom
komentar
menjadi petapa agung
menjadi pelatuk bazooka
menjadi pintu ajaib keributan
menjelma pendekar mabuk
menjelma agar-agar
bertabur susu coklat
dan meses warna pelangi
sementara dunia
gonjang-ganjing
sastra indonesia
tanpa saut hanyalah
perut babi guling
yang terbelah di
jamuan meja makan
para darwish
tak tersentuh
dan berakhir
sunyi di tong
sampah
(2022)
–
Mi Nana Y Yo
bintang-bintang menghujani dadamu
kembang kol bermekaran
kaktus-kaktus menyalib tubuh maryam
air susu itu mengalir menembus batu
sungai-sungai kekeringan
ini adalah aku
ketidaktahuan asali
biji atom yang meledak
di semesta rahim ibu
“tunggu aku menjadi meteor
akan kumusnahkan bumi tanpa tersisa.”
saat segala luluh lantak
aku tidak tahu apa-apa
ketidaktahuan asali
biji atom yang meledak
di semesta rahim ibu
(2022)
–
Nongkrong di Indomaret
Tubuh yang basah. Setengah telanjang. Seperempat telanjang. Bugil. Mata menyala nanar. Mulut menyalak galak. Kelamin tegang dimasukkan dalam botol-botol kaca. Dibandrol dan dipajang di rak-rak makanan siap saji. Bahasa membeku di peti es. Angka-angka berjatuhan dari struk belanjaan. Sosis selengan dibakar lagi, dipanggang mati-mati. Orang-orang menuju urban. Lalu lalang angan-angan. Klakson tronton memecah kepala. Berharap mati muda atau pesakitan bahagia.
(2021)