Fisikawan Partikelir. Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Penulis Buku Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022) dan Bersandar pada Sains (2022).

Poster Ilmuwan: Sains dalam Budaya Pop

Joko Priyono

1 min read

Sains pernah bergerak pada arus budaya populer. Di mana ia tak lahir dalam ruang-ruang akademis seperti sekolah maupun kampus. Fenomena tersebut salah satunya ditandai dengan gairah kepemilikan poster yang menampilkan foto ilmuwan. Poster itu ditempelkan pada pintu almari, dinding kamar, maupun pintu kamar. Upaya itu merupakan bagian penting dalam merasakan gairah dalam berpengetahuan sebagai bagian dari hidup sehari-hari.

Di sebaran majalah lawas, kisah-kisah itu dapat dilacak. Majalah yang membawa isu ilmu pengetahuan dan teknologi menyajikan gambar sosok ilmuwan dengan keterangan singkat dalam hidupnya. Mendudukkan sejarah hidup seorang ilmuwan dan sumbangsih yang diberikan bagi kehidupan umat manusia.

Misal dalam rubrik “Surat-surat Anda” di Majalah Aku Tahu edisi Februari 1988. Sebuah surat pembaca berjudul Poster Ilmuwan dikirimkan oleh Ng Boen Ping dari Medan. Di keterangannya tertulis demikian:

“Saya juga salah seorang pengagum ahli-ahli ilmu alam. Misalnya: Archimedes; Isaac Newton; Galileo; Pascal; Albert Einstein dsb. dan berminat sekali memiliki poster para ahli-ahli tersebut dalam bentuk kertas karton berukuran kurang lebih 50 x 40 cm seperti yang sering kita jumpai untuk poster penyanyi atau bintang film.”

Pengakuan Ng Boen Ping sekaligus menjelaskan bahwa dalam bilik-bilik persebaran wacana sains dan teknologi, pada masanya orang terpikirkan sosok wajah idola selain penyanyi atau seniman pada umumnya. Wajah para ilmuwan yang berada di poster itu kemudian dipasang pada ruang yang akan menggairahkan ingatan terhadap ilmu dan pengetahuan. Penjelasan itu juga menyiratkan bahwa wajah ilmuwan dalam poster mengesankan ikatan emosional.

Wardi (2008) melalui bukunya yang berjudul Kisah Muhsin Kecil mengisahkan persinggungan seorang murid sekolah dengan sosok ilmuwan melalui poster. Kisah yang diungkap oleh Wardi memang terbit tahun 2000-an. Agaknya ia ingin menjelaskan bagaimana poster ilmuwan itu menjadi sumber pengalaman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari bagi anak-anak pada masa itu. Dalam buku tersebut ia menulis:

“Kamar Muhsin sekarang bertambah dengan adanya gambar tokoh yang dikaguminya. Ketika di toko buku dengan ayahnya, ia dibelikan gambar Albert Einstein. Gambar itu ditempelkannya di pintu kamar. Setiap melihat gambar itu Muhsin merasa ada keinginan untuk bisa menjadi orang yang pintar dan berguna untuk orang lain.”

Lantas bagaimana korelasinya dalam konteks Indonesia masa kini? Konon, minim murid-murid sekolah yang memberikan minat terhadap pelajaran sains. Apalagi sebagai pilihan karir di masa depan, ditambah krisis tokoh sains kita untuk dijadikan sumber motivasi dan panutan. Di buku pelajaran maupun penunjang lainnya, hanya sedikit dimunculkan sejarah tokoh dengan perjalanan kariernya. Baik itu dalam lingkup internasional maupun nasional.

Seorang ahli astronomi, Bambang Hidayat agaknya merasakan betul bagaimana krisis minat terhadap sains itu terjadi. Melalui buku yang ditulisnya Kepalungan Budaya: Batas Pengetahuan, Pemberdayaan Iptek dan Ilmuwan Masa Depan (2022) ia mengutarakan bagaimana lemahnya dorongan minat anak terhadap sains dan teknologi terpengaruh dari keluarga.

Baginya, banyak keluarga di Indonesia yang masih lemah dalam memberikan pola pengasuhan dan pengajaran mengenai ilmu pengetahuan dasar. Di mana itu berhubungan dengan peristiwa kehidupan sehari-hari yang terdiri dari kebudayan dengan ciri rasional, logis, dan analitis. Dugaan itu menguat tentu saja saat melihat bagaimana kultur keilmuan dalam lingkup sains dan teknologi bagi kalangan masyarakat secara umum masih dianggap sebagai momok yang menakutkan.

Bambang memberi penegasan bahwa bangsa Indonesia senantiasa perlu mencetak generasi pemikir sains. Ia memberikan afirmasi bahwa persoalan sains dan teknologi kalau tidak lekas dipikirkan secara mendalam, akan jadi masalah jangka panjang. Padahal sains dan teknologi adalah kunci dalam mengarungi peradaban.

Tokoh-tokoh sains harus dikenalkan sedekat mungkin dengan harapan dapat dijadikan panutan di tiap masa.

***

 

Editor: Ghufroni An’ars

Joko Priyono
Joko Priyono Fisikawan Partikelir. Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Penulis Buku Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022) dan Bersandar pada Sains (2022).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email