Penikmat aliran keras manga dan anime sejak sekolah dasar. Kegemaran lainnya menulis dan membaca buku-buku filsafat, agama, dan sains.

Pilah Pilih Tuntunan dalam Menjaga Lingkungan

Faris Ahmad Toyyib

4 min read

Kearifan lokal menjejakkan diri pada mitos. Di sini, mitos berarti motif sekaligus benteng yang mempertahankan bagaimana sebuah anggapan dan tindakan terus dilakukan, bahkan diwariskan dari generasi ke generasi.

Suku Bajo punya kearifan lokal untuk tidak mengotori laut dan mengharamkan diri mereka makan penyu. Melanggar larangan tersebut diyakini akan mendatangkan bala dan bencana. Di Bali, pohon-pohon besar tidak ditebang karena pohon menyimpan roh atau kekuatan tertentu. Di Madura, menjual sangkolan (warisan leluhur) berupa tanah dan rumah dianggap tabu.

Baca juga:

Pada satu sisi, kearifan-kearifan tadi memiliki dampak ekologis signifikan seperti menjadikan alam ini terawat. Namun, dampak ekologis bukan orientasi utama suatu kearifan. Orientasi kearifan yang lebih utama adalah sebagai upaya mempertahankan kepercayaan dan pembentukan identitas komunal—sesuatu yang menjadikan kelompok tertentu dapat dibedakan dengan lainnya. Oleh sebab itu, lingkup kearifan lokal menjadi sangat terbatas sehingga akan sulit bagi sebuah kearifan ekologi lokal uuntuk diterapkan pada skala lebih luas.

Pembentukan kearifan lokal erat dengan tempat seseorang hidup, budaya yang mengungkungnya, otoritas keluarga, lingkungan pendidikan, dan semacamnya. Kearifan lokal diterima bukan karena logis atau sesuai dengan fakta, tetapi karena hal ini dianggap sebagai warisan.

Ancaman terhadap kearifan lokal sama dengan serangan terhadap identitas. Alhasil, demi mempertahankan identitas, sesekali perlawanan yang destruktif tidak terhindarkan. Pastinya akan sulit menginternalisasi kearifan lokal tertentu pada individu atau kelompok yang punya latar belakang berbeda. Di sini, latar belakang kepercayaan dan identitas sangat berpengaruh pada penerimaan.

Nelayan di daerah pesisir utara Pulau Madura tidak akan menurut jika Anda meminta mereka untuk tidak lagi menjadikan laut sebagai tempat penampungan sampah atas dasar kearifan lokal nelayan suku Bajo. Penebang pohon dan investor perusahaan di sektor ekstraktif tidak akan gentar terhadap larangan menebang pohon dengan alasan di dalam pohon-pohon besar itu tersimpan roh para leluhur. Bagi mereka, uraian Anda tak lebih dari fiksi, omong kosong.

Kearifan lokal tidak sanggup memberikan pengetahuan yang radikal dan holistik tentang bagaimana dampak aktivitas manusia-alam atau alam-manusia karena tidak seratus persen berorientasi ekologi. Kearifan lokal tidak mengutamakan isu lingkungan sehingga ide pelestarian lingkungan yang ia tawarkan seringnya sangat parsial.

Suku Bajo mungkin bisa sangat harmonis dengan laut, tetapi belum tentu dengan hutan. Sebab, mereka tidak punya kearifan ekologi lokal soal itu. Begitu pula yang terjadi dengan kearifan lokal masyarakat Bali; hutan akan terawat dengan baik, tetapi lautnya belum tentu. Sementara itu, masyarakat Madura tidak punya kearifan lokal soal hutan atau laut sehingga mereka tidak merasa perlu merawat keduanya. Kebiasaan ini tidak dapat dihentikan hanya dengan menyebarkan kearifan lokal suku Bajo dan Bali kepada masyarakat Madura.

Menurut teori tahapan sejarah Auguste Comte, kearifan ekologi lokal adalah bentuk regresi, yakni kembali ke masa lalu dan menolak kemajuan. Ada tiga tahapan dalam periodisasi sejarah Comte. Pertama, teologi, yaitu manusia menganggap fenomena alam dipengaruhi oleh roh, dewa, atau Tuhan. Kedua, metafisik atau menyadari adanya kekuatan adidaya abstrak seperti causa. Ketiga positivis, yakni fenomena alamiah tidak digerakkan oleh yang maha adidaya, melainkan oleh hukum-hukum pasti yang dapat diamati dan dirumuskan. Kearifan lokal bercirikan tahapan teologi dan metafisik.

Memaksakan kearifan ekologi lokal sebagai solusi perubahan iklim merupakan bentuk regresi. Regresi sangat mungkin mengulang tragedi kelam yang pernah terjadi di masa lalu. Goenawan Mohamad pernah menulis bahwa di masa ketika sains tidak semaju saat ini, wabah melanda Eropa dan membuat orang Eropa menumpas orang Yahudi sebagai pelampiasan duka.

Baru-baru ini, masyarakat kita percaya mitos bahwa makan telur rebus pada tanggal dan jam tertentu akan menyelamatkan mereka dari wabah. Ada pula, yang membakar dedaunan di halamannya semalaman. Di India bahkan lebih ekstrem, orang-orang melumuri tubuh dengan kotoran ternak dan menempelkan besi panah di perut mereka.

Sebagian mitos atau kearifan lokal berkembang tanpa sengaja. Adanya mitos mendorong dilakukannya suatu tindakan tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Akan berakibat fatal apabila kebiasaan mengharuskan melakukan tindakan tanpa alasan ini lantas digunakan untuk hal-hal yang berbahaya dan tidak bermanfaat. Maka dari itu, kearifan lokal belum cukup untuk dijadikan solusi bagi permasalahan ekologis. Untuk melengkapinya, kita membutuhkan sains.

Baca juga:

Beralih ke Sains

Ketika membicarakan tentang krisis iklim, beberapa orang pasti akan menyalahkan sains. Sainslah yang memungkinkan kegiatan eksploitasi alam menjadi semakin mudah sehingga sains pula yang harus bertanggung jawab atasnya. Hasrat manusia yang senantiasa mengejar keuntungan dan kesenangan pribadi tersalurkan secara total berkat sains.

Meskipun begitu, sikap menyalahkan sains juga salah besar. Bagaimanapun dan sampai kapan pun, ia tak lebih dari instrumen yang digerakkan oleh penggunanya. Bila penggunanya menghendaki hal baik, maka sains akan menghasilkan hal baik; begitu pun sebaliknya. Selain itu sains lebih banyak memberikan dampak positif ketimbang dampak negatif. Berbagai kemudahan yang dirasakan hari ini tidak lain merupakan ikhtiar dan kesungguhan para saintis dalam menjawab rasa ingin tahu mereka. Pada era sebelum sains benar-benar dikembangkan, berbagai kemudahan yang kita rasakan tidak pernah terpikirkan.

Lain dengan kearifan lokal, landasan sains adalah penelitian dan pengamatan empiris yang ketat. Dalam sains, sebuah hipotesis akan dianggap sah bila ia telah mengalami berulang kali percobaan dan menghasilkan keselarasan. Oleh karena itu, hasil sains lebih bisa dipertanggungjawabkan daripada klaim-klaim kearifan lokal yang spekulatif.

Selain itu, sains mengesampingkan lokalitas dengan tidak memihak golongan atau kelompok tertentu. Sains yang humanis dapat diterima semua orang. Buktinya, sains yang berakar dan berkembang di Eropa juga diajarkan di sekolah mana pun di dunia. Hal ini menjadi mungkin karena sains merupakan sesuatu yang rasional. Ia diterima bukan karena dijejalkan melalui doktrin sebagaimana agama atau kearifan lokal, tetapi karena logis.

Di abad pertengahan, Galileo Galilei dihukum karena membenarkan teori heliosentris melalui penemuan teropong langitnya. Temuannya berseberangan dengan otoritas gereja yang meyakini geosentris. Perjalanan sejarah membuktikan bahwa Galelio benar, sedangkan gereja mesti menanggung malu karena tindakan sewenang-wenangnya itu. Alhasil, Barat punya kecenderungan memusuhi agama. Kejadian itu dianggap sebagai kemenangan sains atas agama. Kasus persekusi Galelio menunjukkan bahwa kebenaran sains bersifat pasti, bahkan sekalipun otoritas agama menentangnya.

Kala pandemi Covid-19, kebutuhan kita akan sains benar-benar tampak. Rekomendasi memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan berdiam di rumah berhasil menekan persebaran virus sampai orang-orang memperoleh vaksinasi. Sains yang telah berkembang jauh memungkinkan epidemiolog, virolog, dan ahli kedokteran untuk segera mengetahui seluk-beluk virus, serta merumuskan rekomendasi pencegahan dan penanganannya secara tepat.

Baca juga:

Dampak buruknya, sains memudahkan kapitalis melakukan eksploitasi alam tanpa ampun. Berbagai sumber daya alam terus dikeruk demi menggapai profit sebanyak mungkin. Hubungan ini menimbulkan kesenjangan antara manusia-alam dengan manusia menjadi tuan dan alam menjadi budak. Hubungan merugikan ini nyata-nyata menimbulkan dampak yang mengkhawatirkan seperti ancaman terhadap runtuhnya keseimbangan ekologi dan keberlangsungan hidup umat manusia.

Sains ekologi atau ekologi yang berbasis sains merupakan pedoman bagi umat modern dalam menghadapi bencana iklim. Sains memberikan gambaran yang luas dan mendetail mengenai terjadinya kenaikan tinggi permukaan air laut, cuaca yang tidak beraturan, peningkatan suhu bumi, perburukan kualitas udara, dan masih banyak lagi. Pengetahuan berbasis sains ini memungkinkan kita mengambil langkah yang tepat dalam menanggulangi berbagai bencana yang terhubung dengan fenomena krisis iklim.

Sejatinya, sains tidak bisa berdiri sendiri. Tugas sains cuma mengidentifikasi masalah dan merumuskan rekomendasi. Lebih dari itu, butuh langkah-langkah politik dari pemerintah dan solidaritas masyarakat untuk membuat sains bermanfaat bagi banyak orang. Komitmen internasional terhadap isu ekologi dan pengembangan berbagai mesin tanpa emisi hanya langkah awal. Langkah berikutnya sekaligus langkah yang lebih penting adalah usaha bersama semua pihak untuk merawat lingkungan dalam rangka menekan dampak krisis iklim.

 

Editor: Emma Amelia

Faris Ahmad Toyyib
Faris Ahmad Toyyib Penikmat aliran keras manga dan anime sejak sekolah dasar. Kegemaran lainnya menulis dan membaca buku-buku filsafat, agama, dan sains.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email