Belakangan ini, istilah pick me girl banyak digunakan warganet untuk menyebut perempuan yang dianggap menyebalkan. Berdasarkan Urban Dictionary, pick me girl adalah perempuan yang ingin menarik perhatian lawan jenis sehingga berusaha terlihat berbeda dibandingkan perempuan lainnya. Istilah tersebut sejatinya berangkat dari kebiasaan atau kepribadian yang tidak menyukai hal-hal normal pada perempuan.
Kayla Tricaso, pegiat kesehatan mental dan keadilan sosial dari Modern Intimacy, menjelaskan lebih lanjut bahwa pick me girl bisa dilihat dari keinginan menjauhi atau membatasi standar perempuan pada umumnya untuk memberi kesan bahwa dirinya berbeda di hadapan pria. Hal tersebut akhirnya merambat menjadi tindak seksisme, kebencian terhadap perempuan tanpa sadar, hingga penindasan terhadap sesama perempuan.
Salah satu contoh kelakuan pick me girl yakni acap kali bangga bila berteman dekat dengan lawan jenis. Kebanggaan itu semakin memuncak apabila teman-temannya didominasi laki-laki dan tidak memiliki teman perempuan. Mereka akan melontarkan kalimat-kalimat seperti “lebih baik dan menyenangkan berteman dengan laki-laki karena mereka tidak banyak drama dan tidak saling sindir di belakang.” Benarkah demikian?
Laki-laki Lebih Jahat
Faktanya, pertemanan di ruang lingkup laki-laki memang frontal dan jujur. Penelitian di Universitas California mengungkapkan bahwa laki-laki lebih banyak menggunakan sistem saraf pusat yang terdiri dari sel saraf tubuh, neuropil, sel-sel glia, dan sel kapiler. Saraf-saraf tersebut mengatur segala pusat informasi yang berhubungan dengan logika. Hal itu yang menyebabkan perkataan laki-laki dirasa jujur dan tidak ada ‘drama’. Laki-laki mengatakan apa yang masuk akal bagi diri mereka.
Namun, bila berucap laki-laki bisa melontarkan ucapan yang lebih sadis kepada orang lain dibandingkan perempuan yang memiliki kemampuan lebih bijak dalam mengolah bahasa. Dalam Merriam-Webster Dictionary, terdapat istilah mansplaining yang berarti seorang pria berbicara merendahkan, mencaci maki orang lain, dan berasumsi bahwa ia lebih tahu akan suatu kebenaran. Lebih lanjut, Professor Bahasa Jessica MCall dari Universitas Dalaware Valley menjelaskan bahwa mansplaining terjadi ketika seorang pria mulai berkata seakan-akan ia paling tahu dan merendahkan orang lain, terlepas dari pengalaman maupun kemampuan yang sebenarnya. Biasanya mereka akan melakukan itu terhadap perempuan.
Jahatnya perkataan laki-laki terhadap perempuan juga tak luput dari tindak kekerasan yang mereka lakukan. Menurut Cesare Lombroso, seorang kriminolog asal Italia yang menggagas teori determinisme antropologi, kejahatan atau kekerasan yang ada di dunia lebih umum dilakukan oleh pria lantaran kriminal memiliki ciri-ciri fisik seperti yang banyak terlihat pada laki-laki, yakni berahang besar, dagu besar, dan tulang pipi tinggi
Selain itu, berdasarkan penelitian Mayarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), 89% pelaku kejahatan yang terjadi di ibukota adalah laki-laki. Sementara menurut Komnas Perempuan, pertahun 2021 angka kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan laki-laki meningkat 50% dari tahun lalu, yakni sebanyak 338.496 kasus. Data tersebut menegaskan bahwa laki-laki lebih jahat dibanding perempuan.
Laki-laki adalah Makhluk Visual
Manusia adalah makluk visual. Di dalam sel otak manusia terdapat amigdala yang berfungsi menangkap sinyal maupun rangsangan pada tubuh dan memberikan respons melalui tindakan. Menurut The Open Anatomy Journal, amigdala pada laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan aktivitas. Amigdala perempuan memberikan respons untuk mengungkapkan emosi sehingga mengerahkan tindakan yang menggunakan perasaan. Sementara pada laki-laki, amigdala merespons rangsangan motorik dan visual sehingga mengerahkan tindakan yang didasari oleh penglihatan. Itu sebabnya laki-laki tidak begitu mengerti kode-kode yang tidak jelas dari seorang perempuan karena hal tersebut tidak terlihat oleh visual mereka.
Baca juga:
Fokus mereka terhadap visual akhirnya membuat laki-laki lebih suka menilai perempuan dari penampilannya terlebih dahulu. Tak ayal laki-laki lebih sering menilai fisik perempuan, seperti melihat bentuk kakinya, make up-nya—yang sebenarnya mereka tidak tahu apa-apa tentang make up tapi bisa menilai menor atau natural—bahkan bentuk payudara atau bokong perempuan. Tidak hanya itu, kita sering mendengar bahwa perempuan bisa berjalan atau berpacaran dengan laki-laki yang kurang menarik secara visual, tetapi laki-laki cenderung sulit untuk memacari perempuan yang dianggap tidak cantik.
Bisa Jadi Ada Rasa Suka
Bila masih ada pick me girl yang bangga hanya karena berteman dengan laki-laki, kita tidak perlu menganggapnya menyebalkan. Mungkin dia belum tahu kebenaran keji dari laki-laki atau dia sebenarnya tidak sadar bahwa laki-laki tersebut menyukainya.
Ada kemungkinan bila laki-laki itu nyaman berteman dekat dengan perempuan. Ia memiliki rasa suka meskipun perempuannya tidak menganggap hal yang sama, hal tersebut kemudian disebut friendzone. Menurut penelitian berjudul Benefit or Burden? Attraction In cross-sex Friendship dari Universitas Wisconsin-Eau Claire, laki-laki cenderung memiliki ketertarikan atau perasaan suka kepada teman perempuannya. Terkadang mereka menginginkan perilaku romantis meskipun tidak memiliki hubungan lebih dari teman, sementara si perempuan tidak memiliki perasaan yang sama.
IDN Times juga pernah membuat survey terhadap 500 generasi milenial mengenai pertemanan laki-laki dan perempuan. Hasilnya, sebanyak 74,6% responden menjawab perempuan dan laki-laki bisa berteman tanpa adanya hubungan romantis, akan tetapi 56% di antaranya mengaku pernah menyukai sahabatnya sendiri. Mereka yang mengaku pernah suka, didominasi oleh laki-laki. Itu berarti separuh lebih koresponden laki-laki menyukai sahabatnya sendiri.
Fakta mengenai laki-laki kemungkinan besar menyukai teman perempuannya bisa menambah kebanggaan para pick me girl yang merasa digandrungi banyak laki-laki. Namun, mereka tetap saja harus waspada dengan fakta ada begitu banyak kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan laki-laki. Sebaiknya kita tidak perlu berbangga dengan siapa kita berteman, apalagi sampai membeda-bedakan gender.