Pertunjukan Sulap Sang Penguasa
Simsalabim
Abrakadabra
Hilang!
ilang!
lang!
ang!
ng!
g!
!
Lalu mereka muncul di tembok-tembok, di tiap hari kamis, dan di ingatan orang-orang waras
O Amuk
O
Amuk kapak
Menghantam pohon-pohon
Menelisik, hingga ke kulit batang kayu
Menghancurkan, sejauh kau memandangnya
O
Amuk api
Membakar tubuh-tubuh berpenghuni
Membumihangus rumah-rumah tak berdosa
O
Amuk gergaji, amuk buldoser, amuk mesin-mesin…
Menderas pilu dari balik kantung-kantung mata para makhluk
Tak Perlu Heran
Sebenarnya kau tak perlu heran
Di zaman paska-kewarasan ini
Kenapa banyak anak TK memilih rebahan
Kenapa banyak anak SD memilih diam
Sebab
bercita-cita menjadi polisi tidur dan patung polisi di zaman mereka jauh lebih mulia
dari pada di zaman orang-orang tua mereka
Kemanakah Tinja-Tinja Bermuara?
Tinja-tinja mengalir dari janji-janji agar ibu bisa memberi susu untuk anak-anaknya
Tinja-tinja mengalir dari janji-janji agar bapak bisa membeli beras untuk keluarganya
Tinja-tinja mengalir dari janji-janji agar pasien bisa mendapat obat untuk kesembuhannya
Tinja-tinja mengalir dari janji-janji agar anak bisa membaca dongeng si kancil sang pemberani
Tinja-tinja mengalir dari janji-janji agar pemuda pemudi bisa berumah layak huni
Tinja-tinja mengalir dari janji-janji agar naiknya upah bulanan seorang kerani
Sampai akhirnya, tinja-tinja bermuara di mulut-mulut besar bedebah-bedebah pura-pura amnesia yang hanya duduk-duduk kelimpungan dan suka ketiduran
Musuh Terbesarku
Musuh terbesarku
Adalah brengsek yang ada dalam diriku
Adalah bangsat yang terkurung dalam ragaku
Adalah bajingan yang melekat dalam sanubariku
Adalah tahi-tahi yang menumpuk dalam pikiranku
Adalah selangkangan dalam otakku
Musuh terbesarku
Bukanlah baju-baju
***
Catatan: Puisi “O Amuk” terinspirasi dari judul buku kumpulan manuskrip puisi garapan Sutardji Calzoum Bachri, O Amuk Kapak (1981)