Penghuni Lapas Hangus, Peternak Ayam Ditangkap

Editorial Omong-Omong

1 min read

Dua hari ini terjadi dua insiden yang menggambarkan apa yang sedang terjadi di negara kita serta karakteristik pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Pertama, kita bersedih atas meninggalnya 41 tahanan penghuni lapas Tangerang, Banten, saat lapas itu terbakar hari ini. Mereka meninggal terinjak-injak, kehabisan udara dan terpanggang api di dalam sel yang sesak. Meskipun mereka penghuni lapas, mereka tetap warga negara Indonesia yang punya hak hidup dan perlindungan negara. Hidup dalam berdesakan serta meninggal dalam panggangan api bukanlah berada dalam kondisi yang terlindungi.

Tapi kondisi seperti ini bukanlah hanya nasib dari 2000 orang penghuni lapas Tangerang. Terdapat kurang lebih 300 ribu orang narapidana yang kini hidup berdesak-desakan dalam lapas-lapas yang penghuninya jauh melebihi daya tampung maksimalnya di seluruh Indonesia. Kondisi ini sudah berjalan puluhan tahun tanpa ada perhatian dari pemerintah.

Memang, mereka adalah golongan terbawah dalam strata masyarakat dan merupakan prioritas terendah bagi presiden manapun yang sedang berkuasa di Indonesia. Banyak prioritas lain yang mungkin dianggap lebih penting. Tapi mengalokasikan dana untuk perbaikan sistem penjara kita, sekaligus menghancurkan mafia-mafia kejahatan yang dikordinasikan dari dari lapas ini, telah menjadi penting dan mendesak. Kita telah kerap mendengar bahwa orang yang masuk penjara bukannya insyaf tetapi malah menjadi-jadi setelah keluar. Perbaikan harus dilakukan. Kalaupun belum bisa sekaligus bisa secara bertahap. Tetapi harus dimulai. Kita mengalami kesulitan dana sepanjang waktu tetapi dari kasus-kasus korupsi terlihat bahwa uang sebenarnya ada. Kini tinggal kemauan politik saja.

Kami percaya bahwa cara mengurus narapidana menunjukkan mentalitas suatu bangsa. Jika kita bisa menilai suatu rumah tangga dari bersih atau tidaknya kamar kecil/toilet rumah tersebut, maka suatu bangsa bisa dinilai dari caranya mengurus penjara dan narapidana. Kata orang, “You are as strong as your weakest link,”, maka kita tidak bisa berjaya jika golongan terlemah kita tidak terurus.

Insiden kedua yang juga sama menyedihkannya adalah ditahannya seorang peternak ayam di Blitar, Jawa Tengah, oleh polisi hari Selasa hanya karena ia membentangkan spanduk kepada Presiden Jokowi saat sang presiden berkunjung ke kota tersebut. Ketika Jokowi melambaikan tangan kepada masyarakat yang ingin melihatnya, tiba-tiba seorang mengangkat spanduk bertuliskan “Pak Jokowi bantu peternak beli jagung dengan harga wajar”.

Kita tidak tahu apakah Jokowi melihat atau tidak spanduk yang tuisannya sangat besar dan yang hanya berjarak beberapa meter darinya. Jika ia melihat dan tidak mempedulikan serta membiarkan polisi menyeret petani tersebut seperti menyeret maling ayam ke kantor polisi maka dapat dibayangkan nasib bangsa ini beberapa tahun ke depan. Peternak tersebut pasti berada dalam kesulitan besar karena tidak mungkin ia mengambil resiko demikian besar jika tidak terhimpit. Banyak, jika bukan kebanyakan, peternak dalam kondisi sangat terpepet karena pandemi ini membuat pakan ternak jadi mahal sedangkan harga jual ayam merosot.

Seharusnya, Jokowi, atau pasti ada orang-orang sekitar Jokowi yang melihat spanduk itu, memberi tahu sang presiden yang seharusnya menghampiri dan berdialog langsung dengan peternak tersebut. Perhatian seperti itu saja sudah akan memberi harapan kepada peternak itu dan masyarakat yang melihat dan kemudian seluruh masyarakat Indonesia akan tahu bahwa pemimpin mereka berdiri bersama mereka dalam kondisi yang susah. Harapan seperti ini saja akan sangat meringankan dan memberi kekuatan kepada rakyat Indonesia untuk dapat melewati masa-masa sulit ini.

Editorial Omong-Omong

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email