Sinar matahari dari jendela membangunkan Mira Lenamaga dari tidurnya. Kepalanya pening, tubuhnya lelah, matanya basah, telinganya tidak bisa menoleransi suara dengkuran pejabat tingkat provinsi yang baru dikenalnya tadi malam, juga mimpi buruknya yang entah mengapa selalu bisa diingat Mira sampai seratus persen. Pelacur itu memang pernah meminta pada Tuhan agar bisa mengingat mimpi indahnya saja atau setidaknya diberi petunjuk soal mimpi buruknya, sayangnya tak pernah sekalipun terkabul. Jika kita mempertanyakan, bagaimana rasanya mengingat mimpi seratus persen tanpa ada detail yang hilang, itulah yang dialami Mira.
Keinginan Mira tak pernah terpuaskan meski lelaki yang ingin menikmati tubuhnya itu memang sudah pergi. Mira berusaha sekuat tenaga agar selepas melayaninya, ia bisa bermimpi indah dalam sebuah mimpi basah, satu-satunya yang ingin diingatnya seumur hidupnya. Tapi apa daya, dalam satu sampai dua minggu, ia selalu mendapat pelanggan lelaki yang payah, jadilah mimpi basah itu tidak pernah didapatkan, emisi nokturnal itu tidak pernah terjadi saat tengah padat pelanggan.
Alasan Mira ingin mimpi basah sebenarnya sangat sederhana. Ia ingin meraih kenikmatan tanpa perlu merepotkan diri melayani lelaki yang sering kali membuatnya muak. Lenguhannya, permintaannya yang aneh-aneh, fantasinya yang liar, suara dengkurnya ketika selesai dilayani, hingga perilakunya yang kasar sulit untuk ia toleransi. Belum lagi rasa lelahnya selepas melayani yang harus ditanggung sendiri.
Meski ingin sekali Mira menghindari zina yang sudah menjadi pekerjaannya itu, ia menyadari keinginannya untuk mimpi basah juga merupakan zina hati karena sebelum tidur, ia berusaha membayangkan seorang lelaki yang pernah datang padanya, lelaki-yang-selalu-diingat-namanya, yang perilakunya sangat lembut, tidak memiliki fantasi yang aneh-aneh, tubuhnya wangi meski tanpa parfum, selalu berdoa sebelum berhubungan, bicaranya halus, sikapnya sopan. Ia ingin bisa bercinta dengan lelaki itu dalam mimpi basahnya.
Alasan lain Mira ingin mendapatkan kenikmatan lewat mimpi itu karena ia yakin hanya dengan bermimpi, ia bisa berbuat apa saja di dalamnya tanpa perlu memikirkan catatan amalnya yang sudah hitam legam akibat pekerjaan yang sudah mengotori jasmani dan rohaninya.
Siang itu, Mira memang seperti tidak tahu diri, tiba-tiba ingin bermimpi bertemu sahabatnya, seseorang yang menemani masa remajanya dulu, entah di mana dan bagaimana kondisinya sekarang. Jadilah ia berusaha terlelap lagi walau sebentar saja.
Yang Mira bayangkan adalah ia ingin seperti orang-orang saleh yang bisa bertemu di dalam mimpi, saling menyapa, dan memberi kabar tentang orang yang meninggal. Kisah Abdullah bin Abbas memimpikan Kanjeng Nabi yang sudah wafat didengarnya dari Pak Ustaz waktu sekolah dulu dan ia sangat menyukai kisah tersebut. Ia membayangkan suatu saat bisa bertemu teman masa kecilnya yang mengabari kapan ia akan mati agar bisa mengakhiri pekerjaannya sebagai pelacur sebagaimana kabar kematian Husain di Karbala yang disampaikan Kanjeng Nabi kepada Abdullah bin Abbas melalui mimpi. Tapi kemudian Mira sadar, mimpinya tidak seperti orang saleh yang bisa berupa kabar gembira dari Tuhan. Mimpi Mira mungkin hanya gangguan setan yang senantiasa datang padanya karena pekerjaannya serupa perilaku setan.
Tidur singkat Mira di siang itu diwarnai pengalaman tidak menyenangkan yang membuatnya penasaran, yakni tubuhnya terasa tidak bisa bergerak padahal gerakan bola matanya masih bisa disadari dan otaknya masih bisa dipakai berpikir. Tertindih jin? Ia tidak yakin. Mira justru ingin mengetahui apa arti mimpinya siang itu, juga arti mimpi buruknya yang sama dari hari ke hari.
Ia ingin bertanya pada seseorang tentang arti mimpi buruk yang selalu datang itu, tapi pada siapa, ia tidak tahu. Pernah ia bertanya pada pelanggannya sebelum dilayani, tapi yang didapat hanya tatapan curiga disertai makian yang tak ia mengerti.
“Untuk apa kamu bertanya begitu? Kamu bosan melayaniku? Kamu mau memviralkan perbincangan kita ke media sosial? Masih kurang uang dariku? Dasar sok suci! Mimpi sedang berdiri di depan anak-anak saja, kamu ungkit-ungkit terus!”
“Bukan, maksudku… “
Belum selesai ucapan Mira, penguasa gembrot itu lalu menindihnya dengan kasar. Hasilnya, Mira tak pernah mendapat jawaban atas kegelisahannya. Sudah bisa ditebak, setelah pekerjaannya selesai, lelaki itu tidur pulas seperti ular piton yang baru selesai menelan babi hutan.
Mungkin hanya bertanya kepada Yusuf sang ahli takwil mimpi, Mira bisa mendapatkan jawaban. Pasalnya mimpi buruknya itu selalu datang berulang, setiap hari, dan sangat mengganggunya. Kalau bapak para nabi mendapatkan mimpi berulang kali untuk menyembelih anaknya dan itu adalah pertanda dari Tuhan, mengapa pula ia masih belum mengerti arti mimpi buruknya itu?
Ada yang bilang, Mira harus berwudu dan berdoa sebelum tidur agar tidak mimpi buruk seperti dikejar setan, juga perlu menghindari konsumsi alkohol, kopi, dan rokok sebelum berbaring di ranjang. Yang mengatakannya adalah lelaki itu, lelaki-yang-selalu-diingat-namanya. Tentu Mira bisa melakukannya jika bersama lelaki itu, bukan dengan pejabat negara langganannya, pengusaha yang menghabisi hutan adat di Kalimantan dan Papua, atau anak konglomerat yang doyan foya-foya. Mimpi buruknya tak pernah datang setiap selesai melayani lelaki-yang-selalu-diingat-namanya itu. Saat tidak bersama dia, mimpi buruknya selalu datang, ia bahkan pernah tidak tidur dan memilih terjaga di depan televisi yang menayangkan acara musik di tengah malam. Mira seperti akrab dengan insomnia.
Sebuah ide terlintas di pikirannya saat ia teringat film yang pernah ditontonnya. Film itu tentang usaha sekelompok orang membuat perubahan kecil dalam mimpi seorang anak calon pewaris perusahaan besar yang ayahnya tengah sekarat. Gambaran lucid dream ingin didapatkannya agar ia bisa berbuat sesuka hati di sana meski tak ingin terjebak dalam limbo. Sebuah buku kecil pun disiapkan saat akan tidur, berisi catatan yang akan dibaca dulu agar ia tetap sadar saat di dalam mimpi, dan agar mencatatnya selepas bangun ketika mimpi indah berhasil didapatkannya.
Tapi nahas, mimpi buruk yang sama kembali harus didapatkan Mira. Ia berdiri di depan anak-anak kecil yang duduk manis di bangku sekolah dasar. Perempuan itu memang berhasil sadar selama di dalam mimpi, ia lalu melihat baju yang dikenakannya, baju dengan emblem yang tak pernah mau dilihatnya apalagi melekat pada tubuhnya meski di dalam mimpi. Di belakang anak-anak manis itu, terlihat sederet lelaki dari yang muda sampai tua tersiksa di atas tungku perapian, tapi saat wajah mereka menghadap Mira, terlihat air liurnya menetes, matanya melotot, senyumnya semringah, sederet lelaki itu adalah yang pernah berada satu ranjang dengannya, dan di tungku itu, ia melihat lelaki-yang-selalu-diingat-namanya.
***
Editor: Ghufroni An’ars