Lulusan UMY. Pernah menjadi agent live-chat aplikasi pinjaman online.

Pekan-Pekan Telah Berakhir dan Puisi Lainnya

Arif Billah

2 min read

Air Susu

ibu menyusui anak-anaknya
dengan menggunakan
puisi yang kata-katanya merayap
melalui kerongkongan

agar para anak tahu
rasanya bahasa ibu yang kelak
akan dilupakan seperti pahitnya yang lekak
dan akan mereka mutahkan

(2023)

Sarapan

kehujanan saat membeli sarapan
seperti ketika bulir bahasa
berjatuhan ke selembar koran

yang penuh dengan dugaan
ingsutan bunyi kumal prasangka
yang kebasahan

pemaknaan menjadi basi
dalam lauk yang mencari
kepentingan sendiri-sendiri
agar penamaan mereka
tetap basah di tenggorokan
yang kering saat suara
berdiam menelan spekulasi
pikiran-pikiran dari rontokan hujan

diam yang berbungkus plastik
telah tercabik tanda tanpa petanda
kelimpungan meminjam makna
ke payung bahasa di atas kepala
yang kelopaknya mekar dikuliti
selapis demi selapis siniar praktis

lalu menyeruak bangkai dari masa lalu
yang tak sempat dimakamkan pada kamus
yang menjadi kuburan kata-kata
setiap bahasa yang bermigrasi
di antara spektrum warna langit
dari televisi tanpa suara atau
pelajaran bahasa di sekolah tua

mendung perlahan pergi
gerimis mengecilkan volumenya
tak lagi sebising percakapan manusia
dengan pikiran-pikirannya
angin mulai berembus lembut
seperti sutra yang membawa diam
ke setiap mulut seusai kehujanan saat membeli sarapan

(2023)

Pekan-Pekan Telah Berakhir

menit bekerja dalam jam yang lupa waktu
pada waktu yang tak lagi menempel
di dinding-dinding dingin pekerja
yang berlumut tak terpelihara

di jam-jam yang tak lagi sama
seperti kerumun serangga yang
hinggap pada riuh lampu kota
tak tahu apa yang dihinggapi
namun tetap bergumul hingga mati
detik terus menitik pada lantai
yang lunglai

hari semakin beku dan berhenti
pada ujung lembar-lembar almanak
bagai ribuan kendaraan mengantri jalan
di sudut perempatan lampu merah
berdurasi tak henti-henti. berhenti.
di waktu yang tak berhenti. semua terhenti.

pekan-pekan telah berakhir
tak ada bulan bergulir
tahun dimangsa detik yang meniti kata
hingga tak bertumbuh menjadi satuan waktu lain
namun beranak menjadi tulisan-tulisan yang berdiri
sebagai puisi tak terpelihara

(2023)

Belangga Angkasa

dari bawah tanah
api menyergah cahaya
bahasa telah meledak
mencipkatan kaldera kata
di belangga angkasa
tanpa sisa seperti tambora
menganga ke dalam telinga
setiap suara yang meminjam
arti dari benda-benda tanpa
tahu bahwa makna pada tiap benda
melayang bagai abu disayat udara

jumat paling hitam mengkotaki tulang
dalam diri tiap manusia yang matanya
dijahiti kancing-kancing kelam
untuk dapat menyelinap lubang sempit
kegamangan bahasa di antara bintang berapit
walau badannya tak ke mana-mana
mengonggok di dalam lemari rongsok
tumpukan kata bersawang dan debu

lalu kata mendidih dalam belangga bahasa
menetes menjadi mantra ke kotak-kotak
tulang manusia, menyublim menjadi doa
agar tiap arti dari berbagai benda kembali
pada tiap suara yang sumbang di tiap tanah
yang bermekaran seperti kelopak kembang
akibat diguyur jemari hujan yang basah

(2023)

Mercusuar Tua

gelombang pasang
membawakan pesan
yang sandar pada pecahan karang
di tepian curam mercusuar tua
tentang makara yang lepas
dari tunggangan baruna

menghambur masuk dan membongkar
perabotan dan isian rumah-rumah
di kaki pantai yang telah pincang

pasir mengurug setinggi pinggang
pintu-pintu tinggal separuh badan
dan hamparan cemara tempat
bertukar cerita perihal; esok makan apa,
kapan si nang akan pulang nyantrang,
senandung tentang sandang dari si nok yang
tidak tenang karena mengharap bulan ke tiga belas
tak kunjung datang; lenyap tinggal suara,
kibasan angin berceloteh di antara telinga yang
dihinggapi burung laut tanpa nama

seruan pagi untuk menjala matahari
telah pergi bersama pasir yang diusir
menuju tengah lautan jelaga hitam
nelayan telah menyauhkan harapan
di rekah laut yang rebah pasrah
memilih terbang dalam mimpi basah
menjadi orang di tanah yang sudah
bukan milik moyang yang digoyang
menggunakan bak dan ban usang

namun begitu mercusuar tua
yang telah padam cahayanya
tak dapat mengantar kapal
menuju pelabuhan tenang untuk sandar
atau berpesan dan berkesan dengan suar
kepada burung laut tanpa nama, baruna
yang kehilangan makara, dan matahari yang
belum lepas dari jeratan jala

malah mercusuar tua memilih lelap dalam badai
yang menggerogoti kanvas-kanvas
milik para mualim yang sedang menyembelih angin
untuk mencapai tepian lautan dan mengistirahatkan
layar yang telah kebas dikibas buas

(2023)

*****
Editor: Moch Aldy MA

Arif Billah
Arif Billah Lulusan UMY. Pernah menjadi agent live-chat aplikasi pinjaman online.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Dapatkan tulisan-tulisan menarik setiap saat dengan berlangganan melalalui email