Musik religi di Indonesia selalu mendapat sambutan yang baik. Hal ini wajar karena masyarakat Indonesia merupakan negara dengan masyarakat penganut muslim terbesar di dunia. Pemenuhan dahaga lagu religi menjadi hal penting. Ruang musik Ini yang disambut para musisi religi. Dan gayung bersambut, musik mereka diterima dengan baik.
Baca juga: Gigi: Pionir Pop Religi Modern
Bimbo dianggap sebagai kelompok musik religi generasi awal. Berdiri pada tahun 1966 Bimbo menggebrak musik tanah air dengan lagu-lagu religinya. Tuhan, Sajadah Panjang, Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya merupakan beberapa lagu hits gubahan Bimbo. Lagu ini dan juga lagu-lagu lainnya sangat melekat di benak pendengar musik religi Indonesia. Lagu-lagunya selalu diputar di berbagai acara keislaman, baik di TV atau radio, maupun acara Offair.
Pasca Bimbo, grup yang musiknya cukup diterima masyarakat adalah Nasida Ria. Kelompok musik religi asal Semarang ini muncul pada tahun 1975, hingga sekarang sudah sampai generasi ketiga. Perdamaian dan Kota Santri menjadi lagu legendaris dari kelompok kasidah ini. Uniknya, Nasida Ria mungkin hanya satu-satunya kelompok musik religi yang pernah manggung di Synchronize Fest. Salah satu festival musik mainstream terbesar di Indonesia.
Era setelahnya, yaitu millenium 2000, musik religi diambil oleh genre mainstream (pop). Banyak grup band yang ikut “mengambil kamar” di skena ini. Hal ini tentu berdampak banyak bagi masa depan musik religi. Musik yang dibalut dengan irama pop mendapatkan pendengar baru, yaitu pendengar muda penyuka musik populer. Saluran media baik radio maupun TV didominasi dengan musik pop religi mereka.
Ketika banyak kelompok musik yang turut serta ambil bagian, tentu akan hadir pula plus minusnya. Musik religi yang awalnya digunakan murni untuk sarana dakwah mulai bergeser menjadi musik niaga. Musik niaga yaitu musik yang diciptakan untuk tujuan mencari materi. Sebenarnya hal ini sudah wajar dalam kesenian. Akan tetapi, beberapa orang mempermasalahkan dan munghubungkan dengan tujuan dakwah dll. Di sini tidak dibahas tentang boleh tidaknya mengambil keuntungan materi di dalam musik religi. Apalagi membahas hukum musik menurut pandangan agama. Hal tersebut biar didiskusikan di majelis-majelis fikih.
Pop religi menemukan momentum ketika muncul sinetron Ramadan besutan Dedy Mizwar, yaitu Para Pencari Tuhan. Sinetron ini sangat identik dengan Original Sountrack-nya. Band Ungu sebagai penggubah lagu Ost-nya sudah sangat melekat di telinga. Di tahun 2022 ungu mengaransemen ulang lagu Para Pencari-Mu. Di tahun ini pula sinetron Para Pencari Tuhan sudah mencapai jilid 15. Seri yang cukup panjang bagi sinetron religi. Hingga saat ini Ungu telah menelurkan 6 album religi. Single pertama Surga-Mu mampu mengantarkan Ungu ke jajaran band dengan album religi yang “paling laku” saat itu.
Pada 2009 muncul band lain yang mengusung tema religi, yaitu Wali. Lagu Tobat Maksiat menemukan pendengarnya. Band yang para personilnya alumni pesantren ini harusnya menjadi band yang “berhak” mengantongi predikat “religi”. Tapi sayangnya Wali enggan meneruskan album religi di dalam karya mereka selanjutnya.
Tak mau kalah dengan teman-teman sebayanya, band Stasiun 12 Bandung (ST 12) juga ikut nimbrung dalam skena lagu religi. Satu single berjudul Kebesaran-Mu juga cukup laku di pasaran. Sering kali ST 12 ikut tampil di acara-acara TV konser Ramadan. Di luar kebiasaan konser Ramadan, vokalis ST 12, Charly, dalam tampilannya yang memakai pakaian serba putih “khas Islami” tanpa melepas antingnya. Hal ini cukup mengurangi respect penonton terhadap dirinya. Bagaimana mungkin seseorang menampilkan kekontrasan nilai dalam sebuah penampilan. Dan insiden ini menjadi penanda ketika musik hanya menjadi sebuah komoditas, tanpa nilai yang diikutsertakan.
Pendengar musik pop religi dihebohkan dengan munculnya grup musik religi, Sabyan, yang awalnya memakai brand gambus. Sabyan yang muncul di sekitar tahun 2017 sejak awal sudah menjadi sorotan publik. Mungkin Sabyan menjadi grup musik religi yang muncul di era media baru. Ia dikenal berkat sosial media dan YouTube. Kelompok musik ini awalnya merupakan musik wedding. Setelah dikenal, mereka bertranformasi menjadi kelompok musik dengan senjata andalan “cover lagu”. Di tahun-tahun itu (mungkin hingga sekarang) sedang musim cover lagu. Sabyan yang termasuk mendapatkan keuntungan di sini.
Setelah sesi cover lagu, Sabyan akhirnya meluncurkan single sendiri. Ya Maulana menjadi single pertama karya Sabyan. Tidak kalah dengan cover-cover sebelumnya, lagu ini juga mendapat sambutan yang luas. Hampir semua acara di bulan Ramadan memutar lagu itu. Hingga saat ini Official Music Video Ya Maulana di YouTube telah ditonton sebanyak 365 juta kali. Termasuk top five video Indonesia dengan jumlah viewer terbanyak.
Sabyan setelah ditinggal beberapa personelnya sepertinya “kurang pede” menyematkan predikat gambus di nama belakangnya. Saat ini mereka hanya menamakan diri sebagai Sabyan saja, yang sebelumnya dinamakan Sabyan Gambus. Kurang diketahui pasti mengapa nama belakangnya saat ini dihilangkan. Bisa jadi tanpa ada embel-embel nama Gambus musik mereka akan lebih elastis. Bisa mengambil banyak genre di dalam karyanya.
***
Menilik musik pop religi saat ini seperti hidup segan mati tak mau. Ia masih ada, tetapi seperti tidak pede untuk tampil lagi ke permukaan blantika musik. Atau sering disebut Ramadan Bubble. Yaitu gelembung musiman yang muncul ketika Ramadan, dan setelahnya akan hilang. Para musisi kebanyakan kembali ke musik asalnya (reguler pop).
Saat ini sulit dicari grup pop yang murni mencipta dan membawakan musik religi. Sampai saat ini kelompok musik yang ada masih meng-gado-gado-kan musiknya. Di waktu tertentu mereka membawakan musik religi, di waktu yang lain membawakan musik umum. Seperti pakaian, ia berjubah putih ketika Ramadan tapi memakai jeans sobek-sobek pasca Ramadan.
Pasca era Nasida Ria dan Bimbo, tampaknya belum ada grup pop religi modern yang lahir. Grup yang dimaksud yaitu yang sepenuhnya berkarya di musik religi. Misal pun ada, musik pop religi itu masih di level daerah yang tampil di jagad YouTube. Itu pun materi-materinya merupakan lagu cover. Yang kita harapkan adalah karya otentik pop religi modern. Tentu hal ini yang ditunggu-tunggu pendengar musik tanah air. Karya baru, warna baru, dan karakter baru pop religi modern di Indonesia.